KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT mendesak percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT tahun 2022. Pasalnya, realisasi hingga triwulan ketiga tergolong rendah karena belum mencapai 60 persen.
Anggota Komisi III DPRD NTT Hugo Rehi Kalembu berharap agar di akhir tahun 2022 seluruh anggaran dapat terealisasi dengan baik tanpa perlu digeser ke tahun-tahun berikut.
Hugo memaparkan, pendapatan tahun 2022 sebesar Rp 5,06 triliun dimana realisasi pendapatan hingga September 2022 secara menyeluruh adalah 55,76 persen. Untuk pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 1,9 triliun hingga September terealisasi 46,71 persen.
"PAD terdiri dari beberapa item besar misalnya pajak daerah, dll yang mencapai 48,42 persen. Sedangkan retribusi daerah baru 18,55 persen, dll. Transfer ke daerah oleh pemerintah pusat 61,21 persen untuk pendapatan," jelas Hugo kepada koran ini, Senin (21/11).
Sementara untuk belanja daerah, lanjut mantan Ketua Komisi III DPRD NTT itu, baru sebesar Rp 2,9 triliun atau 52,47 persen. Dibagi menjadi belanja operasional rutin yang totalnya sebesar Rp 3,5 triliun, terealisasi 52,14 persen. Sedangkan untuk belanja modal seperti jembatan, jalan, dll, baru terealisasi 51,89 persen dari anggaran Rp 1,33 triliun.
Dari realisasi tersebut, dirinya mengatakan bahwa, belanja rutin/operasional telah terealisasi secara baik, sedangkan untuk belanja modal, dirinya berharap agar segera direalisasi sebab NTT akan memasuki musim penghujan.
Namun, dengan percepatan realisasi di akhir tahun, maka akan mempengaruhi kualitas proyek yang dibangun tersebut. Sebab kemungkinan dikerjakan secara tergesa-gesa tinggi akibat faktor cuaca yang kurang mendukung di akhir tahun. "Makanya harus diselesaikan, tidak boleh ada tunggakan diundur sampai tahun depan," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Administrasi Negara, Dr. John Tuba Helan mengatakan, pendapatan asli daerah merupakan hasil kerja sepenuhnya dari pemerintah daerah. Karena itu, hingga bulan September baru terealisasi 46,71%, menurutnya terlalu rendah.
"Diperlukan kerja keras sebulan lebih untuk mencapai target," ujarnya.
Sementara itu, terkait pengeluaran, menurut John tidak proporsional antara belanja rutin dan belanja modal. "Harusnya belanja modal lebih besar dari belanja rutin, sehingga memacu pertumbuhan ekonomi di daerah," tuturnya.
Namun, apabila hingga akhir tahun realisasinya rendah, dirinya menyebut, hal itu dapat terjadi akibat ekonomi masyarakat sebagai wajib pajak dan retribusi sedang mengalami kemunduran. "Jadi tidak saja dilihat sebagai kegagalan dari pemerintah daerah," tutupnya.
Sementara Pengamat Ekonomi, Dr. James Adam mengatakan apabila realisasi APBD masih rendah dan waktu hanya tinggal 40 hari dari sekarang maka dirinya memastikan anggaran tidak mungkin terserap hingga 90 persen apalagi 100 persen.
"Jika kita liat presentase belanja rutin baru 52,14 persen dan belanja modal masih sangat rendah hanya 51,89 persen, maka menunjukkan bahwa pemerintah terlalu lamban karena OPD tidak dapat mengesekusi anggaran secara baik," tegasnya, Selasa (22/11).
Menurutnya, waktu yang tersisa tidak mungkin cukup untuk meningkatkan serapan yang besar apalagi untuk program-program fisik dalam musim penghujan yang tidak dapat berjalan normal.
Sementara untuk transfer pemerintah pusat menurutnya masih relatif kecil padahal sudah sangat mepet dengan berakhirnya tahun anggaran.
Dalam kondisi seperti itu, tidak ada pilihan lain, selain anggaran rutin segera dicairkan dan belanja modal segera dieksekusi.
"Namun harus diperhitungkan dengan baik agar tidak terkesan eksekusi tanpa arah, artinya melanggar aturan yang ada dengan alasan waktu mepet dengan berakhirnya tahun anggaran," tuturnya.
Apabila tak dapat dieksekusi, maka akan menjadi Silpa untuk digunakan pada tahun anggaran 2023. "Hanya saja pertanyaan kita, apa kendala sehingga penyerapan anggaran masih rendah padahal tidak ada hal-hal khusus yang terjadi saat ini," tanyanya.
Belum ada penjelasan dari Pemprov NTT mengenai realisasi APBD NTT 2022. Baik Plt. Sekda Johanna Lisapaly maupun Kepala Badan Keuangan Daerah, Zakarias Moruk yang berusaha dihubungi baik di ruang kerja maupun melalui telepon belum memberi penjelasan. (cr1/ito)