JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (24/11).
Dalam persidangan kali ini, Henry Yosodiningrat, Pengacara terdakwa Irfan Widyanto, menyebut kliennya hanya korban dari kebohongan Ferdy Sambo dalam menyusun skenario pembunuhan Brigadir J. Untuk itu, Henry berharap aspek ini dilihat oleh Majelis Hakim dalam proses persidangan.
Henry mengatakan, dari keterangan saksi-saksi yang pernah dihadirkan dan bukti-bukti yang ada, sangat jelas klien tidak melakukan tindak pidana. Dia hanya dibohongi oleh Sambo atas peristiwa yang sesungguhnya terjadi.
“Dari awal sidang saksi semua meringankan, membantu dan menjelaskan yang sebenarnya bahwa fakta seperti ini (korban kebohongan), mudah-mudahan Majelis Hakim juga melihat ternyata klien kami ini juga bisa sebetulnya adalah korban,” kata Henry usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/11).
Henry mengatakan, saksi Afung dalam persidangan mengatakan tidak kenal, tidak pernah bertemu dengan Irfan. Sementara kesaksian Kodir menyebut CCTV yang dipasang di pos satpam dibeli menggunakan uang Sambo, sehingga unsur pasal UU ITE tidak terpenuhi.
Irfan hanya menjalankan perintah atasan saat mengganti DVR CCTV yang menjadi bukti kasus pembunuhan Brigadir J. Irfan tidak tahu bahwa DVR yang diganti merupakan bukti kasus pembunuhan Brigadir J.
Hal tersebut diungkapkan saat mengulang kesaksian AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merupakan atasan Irfan Widyanto pada sidang sebelumnya.
“Maka yang dipahami oleh orang reserse (Irfan) adalah ‘ambil dan serahkan pada penyidik’. Apapun perintahnya dimaknai seperti itu dan dilaksanakan oleh terdakwa Irfan itu tidak salah dan sangat benar,” imbuh Henry.
Henry menyebut, adanya tekanan psikis hirarki dari perintah seorang Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. “Bahwa perintah yang katanya dari Agus kepada Irfan untuk mengamankan, kan kita sudah uji. Pengertian mengamankan itu, mengambil, menyerahkan kepada penyidik. Jadi bukan mengamankan terus dia berdiri, pegang senjata itu bukan. Jadi betul tidak ada kaitannya dengan dakwaan,” pungkasnya.
Diketahui, terdakwa kasus dugaan obstruction of justice Agus Nurpatria didakwa terlibat dalam obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Agus berperan sebagai sosok yang memerintahkan AKP Irfan Widyanto mengambil 2 CCTV kunci di sekitar rumah dinas.
Agus awalnya diperintah oleh Mantan Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengamankan CCTV di sekitar rumah dinas. Dari 20 CCTV yang ada, Hendra berujar kepada Agus hanya mengambil yang penting-penting saja.
Agus kemudian memerintahkan Irfan mengambil 2 CCTV. Pertama di lapangan basket depan rumdin Sambo dan di rumah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit.
“Agus Nurpatria Adi Purnama meminta kepada saksi lrfan Widyanto agar DVR CCTV yang berada di rumah Ridwan Rhekynellson Soplanit diambil diganti dengan yang baru,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta
Atas dasar itu, Agus didakwa Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 223 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 221 Ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (r3/JPG)