Butuh Izin Edar Hasil Produk Kelompok Usaha Tani di Matim
RUTENG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sejumlah kelompok usaha tani di Kabupaten Manggarai mengalami kendala dalam mendapatkan izin edar hasil produknya dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga produk original dari tangan petani, belum bisa diperbanyak dan ragu untuk dipasarkan ke mana-mana.
Sebut saja, sejumlah hasil produk dari kelompok usaha Mbohang Ara di Desa Wae Nanga, Kecamatan Lelak. Kelompok ini berinovasi mengubah tanaman toga dan kopi menjadi permen jahe, jahe bubuk murni, temulawak bubuk, kopo jahe bubuk, dan kue kering jahe. Selain itu, dari kelompok usaha Pati Jari di desa Golo Muntas, Kecamatan Satar Mese, yakni mengubah bahan baku kelapa menjadi Virgin Coconut Oil (VCO).
Sementara kelompok usaha hekang dite di Desa Kajong, Kecamatan Reok Barat, melakukan inovasi memproduksi kecap manis dari bahan gula aren. Pada tingkat lokal, semua produk di tiga desa itu laris terjual. Agar bisa hidup dan berkembang, kelompok usaha yang ada difasilitasi pembiayaan melalui skema Kredit Merdeka Bank NTT dengan tanpa jaminan, tanpa bunga, dan tanpa jajahan para rentenir.
"Kendala selama ini, belum ada izin dari BPOM. Kalau sudah ada hasil dari BPOM, produk kami boleh masuk ke pasar yang lebih luas. Selama ini sekadar menjadi pemain lokal saja," ujar Ketua Kelompok Mbohang Ara, Elfrida M. B. Lalo dan Ketua Kelompok Pati Jari, Maria I. A. Maun, saat ditemui terpisah, Kamis (24/11).
Elfrida mengatakan, sumber penghasilan utama bagi masyarakat di Wae Nanga adalah dari kopi dan jahe. Adapun komoditas lain, seperti cengkeh dan coklat, tapi hasil produksinya tidak setara kopi dan jahe. Wilayah itu tidak ada sawah. Dia mengaku, usaha tersebut dikembangkan berkat bantuan dana dari Kredit Merdeka dari Bank NTT, sehingga usaha kelompoknya bisa bertumbuh. "Terutama untuk pengemasan dan pemasaran," kata Elfrida.
"Selain dibantu oleh Bank NTT, selama ini pemasaran produk kami melalui mulutgram alias ceritera dari mulut ke mulut. Selain itu juga melalui teknologi HP. Kami sangat berharap, agar produk ini bisa mendapat izin dari BPOM, sehingga kami bisa pasarkan kemana-mana," harap Efrida.
Penggagas kelompok usaha Hekang Dite sekaligus Pastor Paroki Kajong, Romo Bernad Palus, kepada TIMEX di Desa Kajong, Rabu (23/11) mengatakan, anak muda sekarang dituntut untuk bisa berinovasi. Tidak cukup selesai kuliah langsung kerja di kantor. Minimal dengan inovasi yang diciptakan, itu bisa ciptakan lapangan kerja sendiri. Berkat motivasi Romo Bernad, sekelompok anak muuda termotivasi dan berhasilkan menghadirkan kelompok usaha Hekang Dite.
"Kita bisa saksikan produk hasil inovasi dari anak muda dan ibu-ibu yang ada di Kajong, seperti bisa produksi kecap original dari gula aren tanpa ada bahan pengawet. Juga ada kecap gula aren yang dicampur kedelai, produk cemilan dan kue dari bahan pangan lokal," kata Romo Bernad.
Dengan inovasi yang dibangun ini, kawula muda sudah mulai bekerja dengan menghasilkan omzet. Sebut saja untuk Hekang Dite, sehari mendapat keuntungan bersih sebesar Rp 200 Ribu. Jika saja selama 25 hari kerja aktif, itu sudah bisa mendapat sebesar Rp 5 juta. Hanya saja hingga sampai sekarang, kendala yang dihadapi belum leluas untuk produksi lebih banyak karena perizinan usaha.
"Kecap yang dihasilkan dari kelompok Hekang Dite, sudah masuk ke BPOM. Tapi hingga saat ini belum ada hasilnya. Kalau seandainya nanti sudah ada hasilnya dari BPOM, maka kami akan me-lauching dan yakin Hekang Dite akan berkembang baik. Usaha ini berkembang, tentu tidak terlepas campur tangan bantuan dari Bank NTT Cabang Ruteng," ujarnya.
Romo Bernad menambah, dirinya tentu terus mendamping dan motivasi aktifitas dari kelompok usaha Hekang Dite. Bagi Dia, keterlibatan gereja penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat di wiyah itu. Tentu pelayanan gereja itu tidak hanya sebatas altar, tapi bagaimana altar itu bisa hidup dan bisa bawa ke tempat usaha seperti pasar, kebun, sawah, dan lain sebagaianya, sehingga betul-betul sakramen itu bisa hidup.
"Kita bawa altar ke pasar, kebun, dan lainya. Kalau kita sebatas pelayanan di altar, itu dia tidak bisa berkembang dengan baik. Paling tidak gereja bisa hidupkan umatnya, baik itu secara spiritual maupun ekonomi," pungkasnya.
Sementara Kepala Bank NTT Cabang Ruteng, Romi Radjalangu kepada TIMEX di Ruteng menyebutkan, pihaknya sangat komit untuk mendorong ekonomi kecil dan menengah di desa juga kampung di wilayah Kabupaten Manggarai. Semua itu bertujuan menghindari ketergantungan petani pada rentenir dan para tengkulak. Disini fasilitas Kredit Merdeka yang memfasilitasi usaha yang dikembangkan oleh masyarakat.
Menurut Romi, besaran jumlah fasilitas Kredit Merdeka yang digelontorkan Bank NTT, ada berkisar mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Bahkan lebih. Besarnya menurut kesanggupan para anggota kelompok dan jenis usaha yang dikembangkannya. Sedangkan sistem pengembalian kredit ditentukan hasil yang diperoleh dari kredit produksi para anggota kelompok.
"Tiga kelompok usaha ini masuk dalam program desa binaan Bank NTT. Dimana untuk Kabupaten Manggarai, ada 6 desa binaan Bank NTT. Sementara 5 desanya, tahun ini mengikuti Festival Desa Binaan Bank NTT dan sedang dilakukan penilaian oleh dewan juri. Satu desanya sudah ikut festival tahun lalu," jelas Romi. (*)
Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana