KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono atau yang biasa disapa AHY, menyampaikan materi pada kuliah umum di Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Selasa (6/12).
Dalam kuliah umum bertema "Mempersiapkan Generasi Unggul Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045" itu, AHY mengatakan bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Tak terkecuali Indonesia. Dua tahun menderita akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada ekonomi, pemutusan hubungan kerja (PHK), kemiskinan, dan pengangguran yang meningkat. Ditambah perang Ukraina-Rusia yang mengakibatkan krisis pangan dan energi, serta tantangan lainnya.
AHY menyebut, terdapat tiga permasalahan utama yang sedang dihadapi Indonesia. Pertama adalah permasalahan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Menurutnya, ruang fiskal Indonesia terbatas sebab dilanda pandemi. Ruang yang terbatas tersebut semakin dipersulit akibat salah prioritas dalam pembangunan.
"Padahal keuangan kita terbatas, sebenarnya bisa kita gunakan untuk hal-hal yang prioritasnya lebih tinggi," ujarnya.
Hal tersebut berdampak pada peningkatan inflasi, daya beli masyarakat lemah dan UMKM terpukul. Selain itu, lanjut AHY, telah terjadi kemunduran demokrasi. Indonesia sebagai negara demokratis, harus mampu mempertahankan kualitas demokrasinya agar tidak mundur. Penyebabnya adalah politik uang, politik identitas, dan politik fitnah. "Saya yakin Unwira menjadi terdepan untuk mencegah tiga hal tersebut," katanya.
Permasalahan yang kedua adalah demokrasi dan kebebasan sipil. Lebih lanjut, kata AHY, demokrasi berlaku bagi semua warga negara. Bukan saja yang memiliki kekuasaan, tetapi seluruh masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Permasalah ketiga yang disinggung AHY adalah keadilan dan penegakan hukum. Menurutnya, masih terdapat hukum yang tebang pilih. Tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ia menegaskan, sebagai generasi muda, mahasiswa harus berani menyuarakan kebenaran dan keadilan. Sebab apabila tidak, maka masyarakat hanya akan hidup terintimidasi di negerinya sendiri.
"Kalau tidak berani, maka kita hidup terintimidasi dan tidak berani bicara di negeri sendiri," tegasnya.
Menurut AHY, generasi muda harus memiliki semangat untuk mengubah tantangan-tantangan tersebut menjadi peluang. Dirinya menyampaikan, harus mencontohi para pahlawan terdahulu. Sebab, para founding father juga berjuang memerdekakan Indonesia pada masa mudanya.
Dengan memanfaatkan kemajuan zaman seperti artificial intelligent, robotic, mesin learning, dan segalanya berkaitan dengan revolusi 4.0, untuk meningkatkan keterampilan agar menjadi generasi unggul.
"Kalau kalah berkompetisi dengan teknologi, bagaimana kedepannya? Saatnya anak muda menjadi motor penggerak perubahan dan perbaikan untuk bangsa yang lebih hebat. Kita semua punya kesempatan," tegas AHY.
AHY mendorong generasi muda untuk mampu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, yakni aman dan damai, adil dan sejahtera, maju dan mendunia.
Untuk itu, AHY mengajak seluruh mahasiswa optimis dan memiliki keyakinan bahwa apabila mempersiapkan diri dengan baik dan melakukan hal-hal yang tidak biasa, maka tantangan tersebut dapat dihadapi. Dengan begitu, dapat membawa Indonesia menjadi negara yang maju.
Sementara itu, Rektor Unwira Kupang, Pater Philipus Tule, SVD menyampaikan, untuk dapat menciptakan generasi emas, seluruh perguruan tinggi harus berjuang keras dan berkolaborasi dengan berbagai institusi. Tujuannya untuk mewujudkan cita-cita generasi emas yang berciri kecerdasan intelektual yang komprehensif, beretika dan bermoral, produktif, kreatif dan inovatif.
Memiliki spirit cinta damai dalam interaksi sosial, berkarakter nasionalis Indonesia yang kuat, serta memiliki peradaban unggul dan penghargaan tinggi terhadap nilai kearifan lokal dan budaya.
"Maka kita perlu berkolaborasi untuk menyiapkan generasi yang maju, agar Indonesia jaya, sejahtera berdasarkan pancasila dan UUD 1945," tuturnya.
Pater Philipus mengucapkan terima kasih kepada AHY sebagai pimpinan The Yudhoyono Institute yang telah bersedia menjadi narasumber dalam kuliah umum di kampus yang ia pimpin itu. (Cr1)
Editor: Marthen Bana