ALLAH adalah kasih. Deus caritas est. Karena hakikatNya demikian, maka tindakanNya mengasihi manusia adalah kepastian. Perwujudan kasih Allah dalam sejarah keselamatan manusia adalah inkarnasi. Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus historis, yang dilahirkan oleh Perawan Maria, di Betlehem.
Peristiwa inkarnasi menjadi titik awal dimulainya babak baru keselamatan bagi manusia. Penulis surat Ibrani mengatakan, jika sebelumnya Allah berbicara dengan perantaraan nabi, maka pada zaman akhir ini, Allah berbicara melalui PutraNya, sang Sabda yang menjelma menjadi manusia. Modus baru komunikasi Allah dan manusia ini merupakan pernyataan kasih Allah yang agung kepada manusia. Allah mengasihi manusia dalam dan melalui Yesus, PutraNya yang tunggal.
Warta sabda Tuhan dalam Minggu Adven keempat mengetengahkan tindakan kasih Allah kepada manusia demi keselamatan manusia. Warta dari kitab Yesaya, surat Roma maupun Injil Matius memperlihatkan dinamika rencana kasih Allah yang terungkap dalam nubuat hingga kehadiran malaikat.
Inspirasi Bacaan
Yesaya 7:10-14 berbicara tentang tanda yang diberikan Tuhan kepada raja Ahas. "Sesungguhnya, seorang perempuan muda akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel." Tanda yang diberikan Tuhan ini adalah sebuah nubuat mengenai masa depan, yaitu kelahiran Mesias dari keturunan Daud. Seorang perawan akan mengandung dan melahirkan Imanuel, yang artinya Allah menyertai kita. Perawan itu adalah Maria. Nama Imanuel menandakan bahwa Allah Israel adalah Allah yang setia pada janji. Allah tetap mengasihi Israel meskipun Israel tidak setia kepadaNya. Dari perspektif ini, penyertaan Allah terhadap Israel dengan memberikan seorang Mesias yang dikandung dan dilahirkan seorang perawan sesungguhnya merupakan tanda kasih Allah yang agung.
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma 1:1-7, mengungkapkan refleksi Paulus mengenai eksistensi Yesus dalam dua kodrat, yaitu kodrat kemanusiaan dan kodrat keallahan. Eksistensi menurut daging dan eksistensi menurut Roh kekudusan. Dari segi kemanusiaan, Yesus adalah keturunan Daud. Dilahirkan dari keturunan Daud menunjukkan sisi Yesus historis, sebagai manusia, anak Maria. Apa yang dikatakan Paulus ini mengungkapkan dimensi inkarnasi, yakni Allah menjelma menjadi manusia. Allah masuk ke dalam kemanusiaan, untuk menyelamatkan manusia. Allah memanusia, agar manusia diilahikan. Maka misteri inkarnasi sesungguhnya menyatakan kasih Allah yang tiada tara kepada manusia berdosa, agar manusia dapat ditebus dari dosa dan diselamatkan.
Injil Matius 1:18-24 memaparkan kisah Maria mengandung dari Roh Kudus. Kisah ini memenuhi nubuat Yesaya tentang tanda yang diberikan Tuhan kepada raja Ahas. Maria mengandung secara ajaib tanpa hubungan suami isteri dengan Yusuf. Setelah mengetahui kenyataan itu, Yusuf bermaksud menceraikan Maria diam-diam. Tetapi malaikat Tuhan menjelaskan kepadanya tentang tanda agung dari Allah dalam diri Maria. Yusuf percaya dan melaksanakan apa yang diperintahkan malaikat kepadanya. Dia taat dan turut ambil bagian dalam rencana akbar Allah untuk penebusan umat manusia. Maria dan Yusuf menjadi orang-orang pilihan dari Allah untuk mewujudkan kasihNya demi penebusan manusia. Keduanya dengan rendah hati, tulus, taat, dan setia, melaksanakan seluruh amanat ilahi yang disampaikan kepada mereka.
Pesan Teks dan Relevansi Kontekstual
Dalam alur pernyataan kasih Allah kepada manusia, ketiga teks memberikan pesan tegas mengenai tanda kasih Allah kepada manusia yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Allah mengerjakan karya keselamatan kepada manusia dengan menjadi manusia. Seorang perempuan muda (perawan) dipercaya Allah untuk menjadi tanda kasih, dengan mengandung dan melahirkan Imanuel. Allah kita adalah Allah penyelamat yang sudi tinggal bersama kita dalam kemanusiaan kita yang rapuh. Pilihan bebas Allah untuk menjadi manusia demi menyelamatkan manusia merupakan tanda kasih yang luar biasa. Allah kita adalah Allah yang mengasihi.
Bunda Maria dan Bapak Yusuf menjadi orang-orang pilihan istimewa dari Allah untuk menyatakan kasihNya kepada manusia. Mereka mengambil bagian dalam rencana ilahi penyelamatan. Kualitas diri mereka adalah iman yang kokoh, ketaatan, ketulusan, kerendahan hati, pengharapan yang teguh akan Allah penyelamat, cinta kasih yang besar kepada Allah dan sesama. Mereka dikasihi Allah, dan dengan kasih itu, mereka membalas kasih Allah dengan kesediaan mewujudkan rencana ilahi untuk keselamatan manusia. Dengan cara itu, mereka pun menyatakan cinta kasih kepada manusia. Mereka membawa sang Kasih dari surga kepada dunia. Kita belajar dari keduanya untuk mengasihi Tuhan dengan ketaatan dan kesetiaan pada kehendakNya, dan mengasihi sesama dengan menyalurkan kasih Kristus yang menyelamatkan dalam kehidupan setiap hari melalui perbuatan-perbuatan baik dan benar. Kita belajar dari keduanya untuk memiliki dan menghayati spiritualitas pendengar dan pelaksana sabda. Kita belajar untuk setia, taat, rendah hati, tulus, berani berkorban, berpengharapan teguh dan konsisten mengasihi.
Eksistensi Yesus dalam kemanusiaan atau misteri inkarnasi menyatakan kasih Allah kepada manusia. Allah yang transenden menjadi Allah yang imanen, tinggal bersama-sama dengan manusia. Inilah Imanuel, Allah menyertai kita. Artinya Allah kita hadir secara nyata dalam kehidupan manusiawi kita dan menganugerahkan keselamatan bagi kita. Pemenjadian sebagai manusia mengungkapkan kasih Allah yang agung. Tinggal bersama manusia sebagai manusia adalah cara Allah menghadirkan tatanan kasih yang transformatif bagi manusia. Dengannya manusia mengalami kasih yang menyelamatkan. Jika Allah yang maha tinggi merendahkan DiriNya dengan menjadi manusia dan tinggal bersama manusia demi keselamatan manusia, maka sudah sepantasnya manusia pun belajar dari Allah untuk rendah hati, solider, partisipatif, transformatif dalam kebersamaan hidup dengan berlandas pada kasih kristiani yang diteladankan Yesus sendiri.
Allah kita adalah Allah yang mengasihi. Marilah kita saling mengasihi. Di mana ada kasih, di situ hadirlah Allah. Ubi caritas Deus ibi est. Amin.
Rm. Siprianus S. Senda, Pr
Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang