Pengamat dan Ketua YPTB Nilai Pemerintah RI Belum Serius Memperjuangkan Kepemilikan Pulau Pasir

  • Bagikan
Empat narasumber yang berbicara mengenai sengketa Pulau Pasir, yakni Ferdi Tanoni (Ketua YPTB), Wawan H. Purwanto (Jubir BIN), Connie Rhakundini Bakrie (Akademisi/Pengamat Pertahanan), dan Hanifa Sutrisna (Pengamat Ekonomi Politik). (FOTO: Tangkapan Layar Zoom)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Milenial Indonesia menyelenggarakan webinar bertema Sengketa Pulau Pasir pada Minggu (11/12) lalu melalui zoom meeting. Kegiatan tersebut menghadirkan empat orang narasumber, yakni Ferdi Tanoni sebagai Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang juga pemerhati sekaligus pemegang hak ulayat atas wilayah Pulau pasir, Wawan H. Purwanto selaku Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN), Connie Rahakundini Bakrie sebagai akademisi dan Pengamat Pertahanan, dan Hanifa Sutrisna sebagai pengamat Ekonomi Politik.

Milenial Indonesia memandang penting menggelar webinar ini lantaran masalah sengketa Pulau Pasir antara Indonesia dan Australia merupakan persoalan sangat penting dan patut menjadi atensi berbagai pihak.

Akhir-akhir ini, isu Pulau Pasir ramai diperbincangkan setelah adanya kejadian penangkapan banyak nelayan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan kapalnya diledakan saat melaut di wiayah Pulau Pasir. Penangkapan para nelayan Indonesia oleh pihak Australia dengan alasan telah melewati batas teritori mereka.

Hal lainnya adalah pernyataan kontroversial Menteri Parekraf, Sandiaga Uno dan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi yang dinilai terburu-buru memberi statement bahwa Pulau Pasir sudah milik Australia.

Perlu diingat bahwa masalah Pulau Pasir ini tidak hanya sebagai masalah biasa, melainkan masalah pertahan dan keamanan negara.

Juru Bicara BIN, Wawan H. Purwanto yang berbicara pada sesi pertama menjelaskan bahwa pada tahun 1950-an, Pulau Pasir merupakan wilayah yang tidak dimiliki siapapun. Pulau tersebut pada awalnya seringkali dimanfaatkan untuk berburu ikan paus, namun sekitar tahun 1970-an, Pulau Pasir tersebut dianeksasi oleh Inggris dan diserahkan kepada Australia untuk kepemilikan selanjutnya.

Sementara pada nota kesepahaman Indonesia dengan Australia tahun 1974, disebutkan bahwa Pulau Pasir masih berstatus sengketa atau belum dimiliki siapapun. Wawan juga menilai bahwa perjuangan untuk klaim Indonesia atas Pulau Pasir tetap harus diperjuangkan.

Komentara tak jauh beda juga dikemukakan Connie Rahakundini Bakrie. Selaku akademisi juga pengamat militer/pertahanan, Connie menilai bahwa sejak berita Pulau Pasir menjadi kontroversi pada Oktober 2022, Pemerintah belum memiliki niatan yang serius untuk menangani masalah sengketa Pulau Pasir hingga saat ini.

Untuk itu, Connie memberikan masukan kepada Ferdi Tanoni agar bisa mengumpulkan arsip-arsip sejarah sebagai bukti kuat pengaduan ke Pengadilan Internasional atas Pulau Pasir untuk Indonesia. Salah satunya adalah surat Eigendom Verbonding, yaitu surat yang dimiliki hak waris atas wilayah tersebut sebagai bukti wilayah bekas jajahan Belanda.

Connie mengatakan ini karane berdasrkan pidato Moh Yamin pada sidang BPUPKI, menyatakan bahwa setiap wilayah bekas jajahan Belanda merupakan wilayah Indonesia.

Connie Rahakundini juga memberikan teguran kepada Menlu dan Menparekraf agar tidak terburu-buru dalam memberikan statement, terlebih yang berkaitan dengan kebijakan negara dan bersinggungan dengan negara lain. "Pasalnya hal tersebut bisa menjadi boomerang bagi kita sendiri kedepannya," tegasnya.

Connie Rahakundini juga memberikan peringatan bahwa Indonesia harus bersiap dengan segala kemungkinan, termasuk kemungkinan perang fisik atau non fisik, karena jika melihat ramalan Nostradamus, Indonesia akan berperang dengan Australia. "Terlepas ramalan itu benar atau tidak, kita tetap harus bersiap," ujarnya.

Sementara itu, pada sesi ketiga, Ferdi Tanoni selaku Ketua YPTB sekaligus sebagai pemegang hak ulayat atas wilayah Pulau Pasir mengatakan bahwa dirinya telah berjuang sejak lama agar wilayah Pulau Pasir menjadi bagian dari wilayah NKRI. Pasalnya sejarah mencatat bahwa pulau tersebut dahulunya merupakan tempat peristirahatan nelayan-nelayan Indonesia yang mencari ikan di wilayah perairan Laut Timor dan sekitarnya.

Karena itu, Ferdi mengaku sangat kecewa ketika Menparekraf dan Menlu RI menyatakan bahwa pulau tersebut bukan milik Indonesia.

Ferdi menegaskan bahwa pernyataan kedua menteri tersebut menunjukkan bahwa pemerintah pusat sampai saat ini belum memiliki niatan dan langkah serius untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan cenderung menyerah pada kondisi yang ada.

Oleh karenanya, Ferdi mengajak Pemerintah Pusat, baik itu Kemenlu, dan DPR RI Komisi I agar bisa duduk bersama secara langsung, tidak hanya sekadar memberi statement di media masa.

Ferdi bahkan mengatakan, pada akhir Januari 2023 nanti, dirinya akan berbiacara dengan 7 pengacara sekaligus dari Australia untuk mebahas sengketa Pulau Pasir ini, dan Ferdi akan terus bersikap secara konsisten bahwa Pulau Pasir adalah milik bangsa Indonesia, dan Australia harus keluar dari wilayah tersebut.

Di sesi terkahir, Hanifa Sutrisna selaku pengamat ekonomi politik menyatakan bahwa Indonesia tidak boleh lemah terhadap klaim atas Pulau Pasir ini. "Sebab, seandainya begitu kita akan mudah kalah dalam memperjuangkan berbagai teritori Indonesia yang telah diklaim pihak lain, seperti Pulau Natuna yang dikalim oleh Cina," katanya.

Menurut Hanifa, dari sisi ekonomi, jika membahas Pulau Pasir, maka tidak hanya sedang membahas terumbu karang dan pasir putih yang indah, tapi juga mebahas kekayaan migas dan perikanan yang ada di dalamnya.

Namun untuk urusan hal yang lebih dari ekonomi, kata Hanifa, wilayah Pulau Pasir ini merupakan wilayah yang sangat strategis dar sisi pertahanan, sehingga kenapa sengekta Pulau Pasir ini bersikeras dikalim oleh pihak lain.
Hanifa berharap masalah ini merupakan sesuatu yang benar-benar perlu diperjuangkan, jangan sampai ke depan masalah ini dimanfaatkan politisi untuk kepentingan Pemilu. "Seolah-olah menjamin kepemilikan Pulau Pasir tersebut untuk Indonesia, padahal masih lemah secara hukum Internasional," pungkasnya. (aln)

  • Bagikan