Rekanan Pertanyakan, Satker PJPA SDA NTT Cairakan Uang Bukan kepada yang Berkontrak

  • Bagikan
Kuasa Direktur CV. Sabata Utama, Chrisantus William Iwo bersama kakaknya, Hendrik (kanan) memberi penjelasan kepada awak media ihwal pencairan dana proyek yang belum mereka terima. (FOTO: Karel Pandu/TIMEX)

PPK Sebut Sudah Sesuai Aturan, Brampy Janji Selesaikan Setelah Kembali dari Kalimantan

MAUMERE, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kuasa Direktur CV. Sabata Utama, Chrisantus William Iwo mempertanyakan keputusan Bendahara Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA), Sumber Daya Air (SDA), Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II, yang mencairkan uang proyek pengadaan bukan kepada pihak yang berkontrak, namun ke pihak lain.

Chrisantus mempertanyakan hal ini lantaran, pihaknya sebagai penyedia jasa untuk pengadaan lima paket proyek barang dan jasa di wilayah Flores bukan dicairkan kepada para rekanan penyedia barang yang menandatangani dokumen Surat Perintah Kerja (SPK), melainkan diserahkan secara tunai kepada pihak lain yang namanya sama sekali tidak tercantum dalam dokumen kontrak.

"Saya baru tahu bahwa uang proyek telah dicairkan 100 persen oleh bendahara pengeluaran kepada Johnly Brampy Anakotta setelah mengecek ke Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II. Padahal, Johnly Brampy Anakotta bukanlah pihak yang menandatangani SPK, melainkan hanya sebagai narahubung untuk memperlancar urusan teknis antara penyedia dan Satker PJPA," kata
Chrisantus selaku salah satu rekanan penyedia, kepada media, di Maumere, Senin (22/1).

Chrisantus William menjelaskan, ada lima paket penunjukan langsung (PL) pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II Tahun 2022 yang diikuti oleh tiga rekanan, masing-masing CV. Sabata Utama, CV. Langkah Pasti, dan CV. Karunia Anugerah. Tiga rekanan ini kata pengusaha yang akrab disapa Wiliam itu berada dalam satu kerja sama pendanaan.

William menjelaskan, dari lima paket proyek tersebut, CV. Sabata Utama ditunjuk sebagai penyedia untuk paket pekerjaan pengadaan perlengkapan kantor dan media komunikasi dengan nilai kontrak sebesar Rp 145.700.000, dan paket pekerjaan pengadaan peralatan dan perlengkapan OP dengan nilai kontrak sebesar Rp 195.000.000.

Sementara dua paket proyek lainnya, demikian William, dikerjakan CV. Langkah Pasti, yakni untuk pengadaan peralatan dan perlengkapan OP dengan nilai kontrak sebesar Rp 195.200.000 dan paket pengadaan peralatan data base dengan nilai kontrak sebesar 195.500.000. Sedangkan satu paket lainnya, yakni paket pengadaan peralatan data base dikerjakan oleh CV. Karunia Anugerah dengan nilai kontrak sebesar Rp 197.000.000.

Singkat cerita, lanjut Wiliam, pihaknya kemudian mulai melakukan pengadaan barang-barang yang diminta dalam dokumen kontrak. Dalam perjalanan, ia kemudian mengurus dokumen untuk pencairan termin proyek. Lantaran belum ada uang yang ditransfer oleh bendahara pengeluaran dari pihak Satker PJPA selaku pemilik pekerjaan ke rekeningnya, William kemudian menghubungi Johnly Brampy Anakotta untuk mengecek ke Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II.

William mengaku, saat itu, Johnly Brampy Anakotta beralasan bahwa pencairan masih tertunda lantaran ada beberapa item barang yang harus diganti. Setelah menunggu beberapa lama, William kembali menghubungi Johnly Brampy Anakotta untuk mengecek ke pihak Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II kapan pencairannya. Lagi-lagi William mendapatkan jawaban yang tak pasti dari Johnly Brampy Anakota.

Setelah beberapa kali mendesak, akhirnya Johnly Brampy Anakotta menghubunginya dan menyampaikan akan mentransfer uang sebesar Rp 500 juta. Yang mana, menurut Johnly Brampy Anakotta bahwa uang tersebut merupakan dana untuk kegiatan proyek lain. Sebab, pihak Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II masih mengurus pencairan uang proyek tersebut.

William pun mulai menaruh curiga bahwa ada yang tidak beres. Sebab, sepengetahuannya, bila dokumen pencairan sudah dimasukan, maka uang akan ditransfer oleh bendahara ke rekening rekanan dalam satu atau dua hari. Ia kemudian menghubungi lagi Johnly Brampy Anakotta untuk mengecek sisa pembayaran ke Satker PJPA SDA Nusa Tenggara II. Lagi-lagi hanya alasan yang ia dapat dari Johnly Brampy.

Tak hilang akal, William kemudian meminta bantuan Direktur CV. Karunia Anugerah yang kebetulan punya kenalan di Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II untuk mengecek apakah dana proyek tersebut sudah cair atau belum. Dan betapa terkejutnya mereka setelah mengetahui informasi bila dana proyek tersebut sudah dicairkan 100 persen.

“Setelah dicek oleh Direktur CV. Karunia Anugerah melalui kenalannya di BWS Nusa Tenggara II, ternyata kami mendapat informasi bahwa uang tersebut sudah dicairkan dan diserahkan secara cash kepada Johnly Brampy Anakotta dengan koper-koper. Saya juga minta bantu Direktur CV. Sabata Utama untuk mencari tahu, dan memang kita dapat info kalau uang tersebut sudah dicairkan kepada saudara Johnly Brampy Anakotta,” ujar William.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, William kemudian berangkat ke BWS Nusa Tenggara II di Kupang dan bertemu bendahara pengeluaran dan Agus Umbu, SST., M.Si., selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut. Dan benar disampaikan bahwa uang telah dicairkan 100 persen dan diserahkan cash kepada Johnly Brampy Anakotta.

William mengaku sempat menanyakan mengapa uang proyek dicairkan bukan kepada rekanan yang berkontrak dalam SPK tetapi kepada Johnly Brampy Anakotta yang namanya tidak tercantum dalam kontrak SPK. Sementara, CV. Sabata Utama, CV. Langkah Pasti, dan CV. Karunia Anugerah sama sekali tidak memberikan kuasa tertulis apapun kepada Johnly Brampy Anakota dalam urusan proyek tersebut termasuk untuk mencairkan dana proyek.

“PPK dan bendahara menjelaskan bahwa pencairan uang sudah sesuai prosedur bendahara beralasan bahwa pencairan cash ke Johnly Brampy Anakotta karena hal mendesak. Memang dalam aturan, boleh mencairkan uang cash, tetapi itu harus masuk dulu ke rekening bendahara lalu kemudian ditransfer ke rekening rekanan. Kan dalam dokumen kontrak kami juga masukan nomor rekening,” ujar William.

Sudah Sesuai Aturan

Sementara itu, PPK proyek tersebut, Agus Umbu, SST., M.Si., dikonfirmasi media menjelaskan, bahwa semua proses pembayaran sudah sesuai dengan aturan, yakni dengan sistem Tambahan Uang Persediaan (TUP). Dimana, mekanisme TUP membolehkan pembayaran secara tunai oleh bendahara kepada rekanan. Dan itu juga sesuai permintaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

“Kalau seandainya kemarin kita pakai SPK, maka pembayaran langsung ditransfer ke nomor rekening perusahaan. Tetapi oleh KPPN pada saat itu, dirubah mekanismenya menjadi TUP. Kalau TUP diserahkan kepada saya dan saya sudah setuju maka pembayaran langsung dilakukan oleh bendahara sesuai nilai kontrak,” jelasnya.

Ditanya alasan mengapa pembayaran tunai diberikan kepada Johnly Brampy Anakotta dan bukan kepada pihak yang menandatangani SPK atau penerima kuasa dari tiga rekanan? Agus mengaku bahwa saat pembayaran dirinya tidak berada di tempat.

Hanya saja, kata Agus, selama ini pihaknya mengetahui jika yang berproses di BWS hanyalah Johny Brampy Anakotta. Bahkan kata Agus, Johnly Brampy Anakotta juga mengaku bahwa semua bendera tersebut ia yang pakai. Ia berpikir bahwa semua persoalan sudah beres.

“Kebetulan selama ini yang berproses itu Pak Bram (Johnly Brampy Anakotta, Red). Pak Bram itu memakai semua bendera itu. Dan semua pembayaran sudah dilakukan, termasuk saya sudah cek ke Pak Bendahara kemarin dan semua sudah terbayar. Bram menyampaikan kepada kami bahwa dia yang mengakomodir semua perusahaan tersebut. Termasuk dia bawa teman-temannya itu pada saat penandatanganan kontrak,” jelasnya.

Ditanya apakah ada kuasa tertulis dari tiga rekanan kepada Bram dalam pengurusan pencairan uang proyek? Agus menyampaikan bahwa ia akan melihat kembali dokumen. “Coba saya lihat kembali dokumennya,” katanya.

Agus menambahkan, bahwa ia sendiri telah menjelaskan persoalan tersebut secara langsung kepada salah satu rekanan. Dan pihaknya juga telah meminta kepada Johnly Brampy Anakotta agar segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan para rekanan.

Berdalih Konsorsium

Johnly Brampy Anakotta, dikonfirmasi media mengaku kalau ia sedang berada di Kalimantan. Ia membenarkan bahwa uang tersebut sudah dicairkan 100 persen secara tunai kepadanya sekitar awal Desember 2022. Namun, ia juga sudah mentransfer kepada Wiliam uang hampir Rp 600-an juta dan masih tersisa sekitar Rp 300-an juta yang akan ia selesaikan setelah balik dari Kalimantan.

“Tadi beta sudah dapat telepon dari bapa tua, dan beta sampaikan tanggal 28 Januari 2023 ini katong akan bertemu dengan Om Kris di kantor,” jelasnya.

Brampy menjelaskan bahwa lima paket proyek tersebut adalah hasil paket yang ia dapatkan. Dan tiga rekanan penyedia termasuk dirinya berada dalam satu konsorsium untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Itulah menjadi salah satu alasan mengapa ia belum mentransfer sisa uang tersebut kepada William.

“Karena itu paketnya, paket saya na. Karena katong pikir dalam satu konsorsium. Karena kalau ada paket berikutnya katong sama-sama. Dan beta juga tidak ambil satu nilai nominal rupiah di situ atau fee apapun. Malah saya yang bayar semua perusahaan, saya sudah selesaikan,” jelasnya.

Terkait sistem pembayaran, Brampy menegaskan bahwa itu bukan maunya dinas. Namun ada aturan pemerintah kalau di bawah Rp 200 juta itu sistem pembayaran bisa secara tunai. Dan semua ikut tanda tangan.

“Kalau semua orang, teman-teman balai yang sudah dihubungi (Diwawancarai, red) itu semua orang baik. Kalau memang salah, saya yang salah. Tetapi secara hukum saya rasa tidak ada yang yang salah. Kalau secara perjanjian mulut, memang kami juga salah. Tetapi semua proses yang dilakukan sudah sesuai prosedur hukum,” jelasnya. (Kr3)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan