KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor, Ferdi Tanoni mendesak Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) untuk segera membuka seluruh dokumen Indonesia dan Australia tentang kerja sama di Laut Timor dan Laut Arafuru.
Tak cuma itu. Ferdi yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan RI serta Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakamla) RI segera menghentikan seluruh kerja sama dengan Pemerintah Federal Australia tentang Laut Timor dan Nelayan di gugusan Pulau Pasir.
"Kami mendesak ini karena kami ingin selesaikan kasus Laut Timor dan Pulau Pasir. Dengan akal sehat, mestinya seluruh perjanjian RI dan Australia di Laut Timor itu harus dibatalkan sekarang juga, dan kemudian merundingkan kembali secara trilateral bersama Timor Leste," tegas Ferdi Tanoni melalui keterangan tertulisnya kepada TIMEX, Jumat (27/1).
Ferdi mendesak hal ini kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemlu RI maupun lembaga terkait lantaran klaim atas kepemilikan Pulau Pasir oleh Australia tidak didukung dengan bukti yang kuat.
Ferdi dengan tegas menyatakan bahwa Pulau Pasir ini merupakan hak dan milik masyarakat adat Indonesia di Laut Timor, dan tidak ada orang lain yang bisa mengutak-atiknya. Salah satu bukti yang dibeber Ferdi bahwa Pulau Pasir merupakan milik masyarakat adat Indonesia di Laut Timor, yakni adanya izin pas jalan yang dierbitkan Pemerintah Kabupaten Kupang hingga tahun 1974 kepada para nelayan yang hendak pergi menangkap teripang di Pulau Pasir.
"Hingga tahun 1972, Australia mengklaim secara sepihak zona perikanan Australia yang hampir-hampir Pulau Rote juga diambil alih oleh Pemerintah Australia. Pemerintah Australia kemudian mencetak map/peta zona perikanan Australia ini. Kemudian pada 1974, dua orang pegawai/staf kelas rendahan Australia dan Indonesia menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding itu, yang antara lain Pemerintah Australia mengklaim bahwa Pulau Pasir-Gugusan Pulau Pasir ini adalah miliknya. Dan sterusnya…..dan seterusnya……dan seterusnya," tutur Ferdi.
Singkatnya, lanjut Ferdi, tahun 1997, Alexander Downer yang menjabat Menlu Australia ketika itu dan Ali Alatas (Menlu Indonesia) menandatangani sebuah perjanjian di kawasan Laut Timor itu. Sayangnya, kata Ferdi, perjanjian antara Australia dan Indonesia di Laut Timor tahun 1997 ini tidak pernah diratifikasi hingga detik ini. "Dan tidak mungkin bisa diratifikasi lagi," tandas Ferdi.
Dengan demikian, kata Ferdi, perjanjian tersebut batal dan gugusan Pulau Pasir dan seluruh perjanjian ikutannya pula harus dibatalkan dan dibebaskan oleh Pemerintah Indonesia dan Australia.
Ferdi mengatakan, fakta-fakta inilah yang membuatnya mendesak Kemlu RI perlu membuka seluruh dokumen kerja sama antara Indonesia dan Australia, biar publik tahu dan kebenaran atas kepemilikan Pulau Pasir itu ditegakkan melalui perundingan secara Trilateral dengan negara Timor Leste. (aln)