Korban Penganiayaan di TTS dapat Pendampingan Psikologi

  • Bagikan
Tim psikologi Polda NTT tengah melakukan pendampingan kepada YN, bocah usia 2 Tahun korban penganiayaan di rumah jabatan Sekda Kabupaten TTS, Sabtu (4/1). (FOTO: HUMAS FOTO TIMEX).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Tim psikologi dari Kepolisian Daerah (Polda) NTT melakukan pendampingan psikologi kepada YN, bocah usia 2 Tahun korban penganiayaan dari keluarganya.

Pendampingan psikologi dilakukan di rumah jabatan Sekda Kabupaten TTS didampingi keluarga dan personel unit PPA Polres TTS, Sabtu (4/1).

"Rasa trauma anak-anak korban kekerasan dan penganiayaan kita pulihkan dengan pendekatan psikologi yang membuat anak nyaman berada dalam situasi sosial serta menarik minat dan semangatnya," ujar Iptu Juan A. Djara, dari Bagian Psikologi Biro SDM Polda NTT.

Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi psikologis korban saat ini dan pengaruh trauma terhadap perkembangan psikologis anak.

Selain itu, untuk memulihkan psikologi anak korban yang dianiaya kaka dari ibu kandungnya beberapa waktu lalu.

Tim Psikologi Polda NTT berdialog dan bermain bersama anak korban serta memberikan mainan. Anak korban nampak ceria saat bertemu tim psikologi Biro SDM Polda NTT.

Anak korban dianiaya oleh OAT alias Ori (34), warga Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT. Akibatnya perbuatannya, pelaku telah diamankan polisi. Ia sedang menjalani masa penahanan di sel Mapolres TTS.

Penyidik unit PPA Satreskrim Polres TTS sudah memeriksa sejumlah saksi yakni Yermi Nenometa, Carles Tuanani dan Ai Leo, staf Yayasan CIS Timor.

Juga memeriksa Maher Tanu (Kepala Desa Tunua), Yance Eliaser Oematan (Kepala Dusun 1) dan Nofriyanto Tfuakani.

Kapolres TTS, AKBP I Gusti Putu Suka Arsa, mengakui korban dianiaya pada Jumat (20/1) lalu di kamar tamu rumah milik Edison Sipa (Sekda Kabupaten TTS) di Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten TTS.

Ori mengikat kedua kaki anak korban menggunakan tali sepatu ukuran panjang kurang lebih 40 cm dan tangannya diikat menggunakan tali rafia yang diputar pelaku dua kali dengan posisi korban duduk diatas karpet.

Beberapa staf Yayasan CIS Timor mendengar suara tangisan korban sehingga mereka membuka pintu rumah dan mendapati korban dalam keadaan tergelatak di lantai kamar dengan posisi tertelungkup.

"Saat ditemukan, korban menangis dan ketakutan, dalam kondisi lemas karena kemungkinan korban belum makan," ujar Kapolres TTS.

Pada kedua kaki dan kedua tangan yang terikat mengalami bengkak. Juga ada beberapa bekas luka pada tubuh korban dan beberapa luka yang belum sembuh.

Atas perbuatannya, Ori dijerat pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.

"Atau pasal 44 ayat (1) undang -undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara," pintanya Kapolres TTS. (r3)

  • Bagikan