dr. Stefanus Soka Pimpin IDI Wilayah NTT, Ini Program Prioritasnya

  • Bagikan
LANTIK. Persiapan pelantikan dr. Stefanus Dhe Soka, sebagai Ketua terpilih dan penguru IDI Wilayah NTT lainnya di Aston Hotel Kupang, Sabtu (25/2). (FOTO: ISTIMEWA).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-dr. Stefanus Dhe Soka, SpB terpilih sebagai Ketua IDI Wilayah NTT periode 2023-2026. Ia dipilih dalam Musyawarah Wilayah (Muswil), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah NTT di Ballroom Palacio, Hotel Aston, Sabtu (25/2).

Selain itu, dr. Marlion Anthonius Elim, M.H., SpFM, dilantik menjadi Ketua Majelis Kode Etik (MKEK) IDI Wilayah NTT, dan dr. Laurens David Paulus, SpOG, Subsp.Onk, sebagai Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran (MPPK) IDI Wilayah NTT.

Muswil IDI NTT itu dihadiri perwakilan IDI cabang dari seluruh kabupaten dan kota se-NTT dan perwakilan organisasi profesi kedokteran di NTT.

Ketua IDI Wilayah NTT, dr Stefanus Dhe Soka, SpB, mengatakan, visi IDI NTT ke depannya, tentunya bersinergi dengan pemerintah untuk menjawab itu strategis di NTT misalnya stunting dan isu kematian ibu dan anak.

"Karena Stunting dan isu kematian ibu dan anak masih menjadi menjadi permasalahan di wilayah NTT, sehingga menjadi konsen IDI Wilayah NTT untuk program kerja ke depannya," ujarnya.

dr Stef mengakui bahwa dari sisi jumlah dokter di NTT belum memenuhi kuota, tetapi yang menjadi perhatian juga adalah persebaran atau pemerataan dokter di NTT.

"Karena memang daerah-daerah terpencil atau pedalaman belum memiliki dokter, misalnya di puskesmas-puskesmas. Pada hal masyarakat sangat membutuhkan dokter di sana. Memang kecendrungan dokter memilih melayani di Kota atau ibu kota kabupaten, karena memang fasilitas kesehatan dan sarana prasarananya menunjang," ungkapnya.

dr Stefanus Soka mengatakan, ada juga laporan bahwa di puskesmas tidak ada dokter sehingga masyarakat kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan sehingga harus ke kota.

Dia mengatakan, tentunya organisasi profesi mempunya peranan menghimbau kepada semua anggotanya untuk memberikan pelayanan sejak dini terutama pada kasus-kasus yang menjadi konsen dan di mana pun dokter ditempatkan. Tetapi tentunya peran regulator dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah untuk mengatur distribusi dokter.

"Kami dari organisasi profesi bertanggung jawab untuk menghimbau teman-teman sejawat untuk memberikan pelayanan di setiap wilayah," ungkapnya.

Dengan adanya Rumah Sakit Umun Pusat (RSUP) di Kota Kupang, kata dr Stef, tentunya membawa dampak positif dan memberikan akses kepada masyarakat untuk mengakses pelayanan yang bermutu.

"Tentunya dengan adanya RSUP di Kota Kupang dapat meningkatkan kualitas pelayanan juga memudahkan akses masyarakat mendapatkan pelayanan, dan akan sangat menguntungkan masyarakat," tambahnya.

Dia juga berterima kasih kepada pemerintah atas dukungan terhadap dokter, terutama dalam mengurus Surat Izin Praktek (SIP), kepengurusan SIP ini diproses paling lama tiga hari saja. Juga upaya pemerintah memberikan insentif kepada tenaga dokter, tetapi tentunya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing.

Sementara itu, Ketua IDI Wilayah NTT periode sebelumnya, dr. Andreas Fernandes, SpPD, Finasim, MARS, mengatakan, pada masa pengurus IDI wilayah NTT sebelumnya, berhasil membentuk pengurus IDI cabang di seluruh kabupaten dan kota di NTT kecuali Sabu Raijua.

"Jadi kami harapkan dengan adanya pengurus yang baru ini bisa membentuk IDI Cabang Sabu Raijua, sehingga teman-teman dokter di Sabu juga tidak kesulitan mengurus SIP, STR dan kelengkapan admistrasi lainnya," ungkapnya.

dr Andreas mengatakan, dengan adanya pengurus IDI Wilayah NTT yang baru, tentunya harus lebih mendekatkan diri dengan pemerintah, untuk bersinergi dalam menangani masalah dan isu-isu yang menjadi konsen.

"Contohnya masalah stunting yang Kita tahu bersama bahwa kasus stunting di NTT masih sangat tinggi, dan keterlibatan IDI sangat penting, karena IDI membawahi semua organisasi profesi termasuk kebidanan, spesialis anak, penyakit dalam dan lainnya, jadi dengan kekuatan IDI bisa membantu pemerintah dalam penanganan stunting dan pencegahannya," ungkapnya.

Dia meminta agar IDI Wilayah NTT bisa terlibat secara aktif dengan program-program pemerintah, terutama dengan kepengurusan yang baru.

dr Andreas ungkapkan, untuk persebaran dokter di NTT sendiri secara angka memang cukup tinggi, tetapi perputarannya cukup besar juga. Misalnya banyak dokter yang datang di NTT untuk melaksanakan tugas tetapi akan kembali lagi ke daerah asal mereka.

Jadi, kata dr Andreas, solusinya adalah anak-anak NTT yang harus menjadi dokter, dan mempertahankan dokter yang sudah ada dan mengabdi di NTT saat ini agar jangan mutasi ke daerah lain.

"Tentunya kalau tentang upah, sangat bergantung pada kemampuan keuangan daerah, kita berharap agar dokter mendapatkan upah yang layak supaya bisa bekerja dan membiayai kebutuhannya," tambah dr Andreas. (r2)

Editor: Intho Herison Tihu

  • Bagikan

Exit mobile version