KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT serta para Kepala SMA/SMK di Kota Kupang menyepakati waktu masuk sekolah diubah, yakni masuk pukul 05.00 Wita. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta membentuk karakter anak sejak dini guna memulai kerja pada pagi hari.
Kesepakatan yang diambil dalam pertemuan bersama pada kunjungan kerja Gubernur di aula Biru Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Kamis (23/2) itu mendapat penolakan dari orang tua siswa.
Kebijakan tersebut menjadi kontroversi karena waktu yang ditentukan tidak sesuai dengan kondisi dan dinilai tidak masuk akal.
Lidia, salah satu orang tua siswa SMA Negeri 3 Kupang secara tegas menolak kebijakan yang diambil Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat tersebut.
Menurutnya setiap kebijakan pemerintah mestinya memperhatikan urgensi karena akan menimbulkan persoalan serta merugikan masyarakat itu sendiri.
"Kebijakan ini supaya sekolah di NTT masuk 200 besar sekolah terbaik di Indonesia atau mau jadi Nono (Caesar Archangels Hendrik Meo Thunay, Red). Apakah Pak Gubernur dulu sekolah masuk jam 05.00 Wita, sehingga kita jadikan tolak ukur," ungkapnya.
Lidia juga menegaskan bahwa kebijakan tersebut sangat meresahkan masyarakat, terutama orang tua yang anaknya sekolah di sekolah yang ditunjuk menjalankan kebijakan tersebut. "Harus memperhatikan dasar dan mengutamakan dasar analisis terlebih dahulu. Jangan meresahkan masyarakat saja," pintanya.
Menurut Lidia, kebijakan ini juga berdampak pada akses ke sekolah sebab siswa banyak yang masih menggunakan fasilitas umum sedangkan Kota Kupang bukan metropolitan yang aktivitasnya berlangsung selama 24 jam.
"Sekolah ternama di luar negeri masuk sekolah jam 9 tapi di NTT mulai jam 5 pagi. Sebenarnya harus dimulai dari rumah jika ingin membentuk karakter anak," pintanya.
Lidia menegaskan, jika pemerintah tetap menjalankan aturan tersebut, dirinya terpaksa mengeluarkan anaknya dan mencari sekolah swasta. "Kalau pemerintah tetap menerapkan aturan tersebut maka terpaksa anak dikeluarkan karena ini bukan solusi meningkatkan kualitas pendidikan tapi upaya merusak dunia pendidikan," tegasnya. (r3)