Gubernur Tetap Bersekukuh Terapkan Kebijakannya
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Upaya pemerintah provinsi NTT untuk meningkatkan mutu pendidikan dan merubah kebiasaan anak bangun pagi dengan memberikan waktu masuk sekolah pukul 05.00 Wita menuai protes dari berbagai kalangan, salah satunya lembaga DPRD NTT.
DPRD NTT secara tegas menolak kebijakan tersebut karena dinilai bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yakni memerdekakan pendidikan. Selain itu, penerapan waktu ini dinilai tidak tepat karena tidak memiliki kajian dan dasar hukum yang jelas.
Ketua DPRD NTT, Emelia Julia Nomleni mengaku mengapresiasi pemerintah dalam melakukan berbagai terobosan dan inovasi guna mengembangkan sistem pendidikan di NTT.
Meski demikian, ia secara tegas menolak kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan memberlakukan waktu masuk sekolah pada pukul 05.00 Wita.
Penolakan ini, menurut Emi, belum memiliki kajian yang jelas namun sebagai Ketua DPRD ia menyatakan sikap berbeda dengan pemerintah.
"Setiap kebijakan, pemerintah diberikan ruang untuk mengambil sikap mengatasi persoalan masyarakat. Namun untuk kebijakan akan berdampak kepada tidak saja kepada pendidik namun juga kepada tenaga pendidik. Sehingga mesti ada kajian yang jelas agar anggaran yang dialokasikan tepat sasaran," ungkapnya.
Lanjut politisi PDIP itu bahwa pembenahan pendidikan tidak harus dari waktu masuk sekolah tetapi harus dilihat dari banyak versi. Baik itu dari etos kerja guru, orangtua, siswa atau sistem pendidikan itu sendiri.
"Ini sebenarnya hanya soal waktu. Walau akan berpengaruh tetapi pengaruh ini yang perlu dianalisa secara baik. Saya menyatakan menolak kebijakan ini karena ada hal yang lebih penting dalam menyiapkan infrastruktur pendidikan," pintanya.
Pendidikan saat ini adalah pendidikan yang memerdekakan, jadi menurut Emi, anak-anak diberikan ruang untuk menikmati masa sekolahnya. Kalau ada dalam tekanan dengan regulasi yang dirubah tiba-tiba akan berdampak buruk kepada psikologi anak.
"Kadis akan kita undang untuk mengikuti RDP sehingga memberikan penjelasan karena fungsi pengawasan harus dilakukan DPRD," katanya.
Terkait SMA yang sudah menjalankan kebijakan tersebut, Ketua DPD PDIP NTT ini mengingatkan agar mengambil sebuah keputusan jangan atas dasar ketakutan tetapi harus sesuai regulasi dan dasar hukum yang jelas.
"Jangan lakukan sesuatu dengan ketakutan tetapi lakukanlah sesuatu sesuai aturan dan didiskusikan dengan baik. Masukan dari stekholders itu sangat penting agar tidak menjadi kegaduhan ketika kebijakan itu dijalankan," cetusnya.
Ditambahkan, semua orang menginginkan adanya inovasi-inovasi dan kerja out of the box tetapi tentu harus dipersiapkan dengan baik. "Kenapa harus di jam 5, apakah jam 6, 7 bahkan jam 9 itu salah, atau pendidikan yang tidak maju itu yang perlu dievaluasi?. Pendidikan itu beda dengan kerja," tegasnya.
Ia meminta agar pemerintah mencabut kebijakan tersebut dan membuat inovasi yang bisa diterima semua masyarakat dengan mengevaluasi masalah yang memperhatikan sistem pendidikan di NTT.
"Ini sangat prematur jika dipaksakan tanpa kajian yang jelas karena dampaknya tidak hanya siswa tapi guru dan orangtua," sebutnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi menyebut pemerintah telah melakukan langkah kongkret dari arahan Gubernur NTT bahwa mutu pendidikan di NTT jauh tertinggal dari provinsi lainnya dan harus masuk ke dalam sekolah unggulan peringkat 200 terbaik se-Indonesia.
"Semua kepala sekolah menyanggupi untuk masuk ke dalam sekolah-sekolah unggulan dan merupakan kesepakatan dari perjanjian kinerja antara kepala sekolah dengan dinas pendidikan," sebutnya.
Menurut Linus Lusi, Gubernur NTT selalu mendorong agar SMA/SMK dapat masuk ke dalam sekolah unggulan. Terdapat sebanyak 10 sekolah yang disiapkan yakni SMA Negeri 1 Kupang, SMA Negeri 2 Kupang, SMA Negeri 3 Kupang, SMA Negeri 5 Kupang, SMA Negeri 6 Kupang, SMK 5, SMK 4, SMK 3, SMK 2, dan SMK 1 Kupang.
"Disepakati jam masuk sekolah pada pukul 05.00 pagi dan dikhususkan untuk siswa kelas XII yang telah tergabung ke dalam 10 sekolah. Hal dimaksud agar para pendidik dengan pembelajaran dengan materi tertentu bersifat kolaboratif yang melibatkan akademisi dari kampus di NTT dan kampus ternama di pulau Jawa," pinta Linus.
"Ini bersifat uji coba sambil pemerintah provinsi melakukan seleksi terhadap 10 sekolah. Evaluasi dilakukan selama 1 bulan kedepan dan akan memilih 2 sekolah unggulan," tambah Linus Lusi. (r3)