Harapan 1.345 Guru Honorer menjadi PPPK Terancam Pupus

  • Bagikan
PERTEMUAN. Plt Sekda NTT, Johanna Lisapaly ketika memimpin pertemuan bersama perwakilan PPPK yang didampingi anggota Komisi X DPR RI, Anita Jacoba Gah dan dihadiri Kadis Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Keuangan Daerah di ruang kerja Plt Sekda NTT, Jumat (3/3).

Anita Jacoba Gah Desak Pemprov NTT Buka Formasi

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Harapan 1.345 guru honorer di Provinsi NTT untuk diangkat menjadi guru dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) terancam pupus, meski telah dinyatakan lulus passing grade pada tahapan seleksi PPPK Tahun 2021.

Para guru calon PPPK ini tak kunjung diangkat karena formasi tidak dibuka oleh pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT dengan alasan kekurangan anggaran. Pada hal, pembiayaan semua PPPK sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Merasa status kepegawaian terancam, para guru honorer mengancam akan membuat petisi kepada pemerintah untuk menuntut haknya. Mereka juga mengancam melaporkan dan meminta KPK melakukan audit anggaran PPPK di NTT.

Hal tersebut terungkap usai 10 orang perwakilan guru honorer calon PPPK didampingi Anggota Komisi X DPR RI, Anita Jacoba Gah mengadakan pertemuan bersama Plt Sekda NTT, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Keuangan Daerah di ruang kerja Plt Sekda NTT, Jumat (3/3).

Agustina Haga, salah satu perwakilan guru calon PPPK usai pertemuan mengaku hingga saat ini belum mendapat kejelasan tentang status guru PPPT.

Disebutkan, persoalannya karena pemerintah NTT tidak membuka formasi sedangkan pemerintah pusat bisa mengakomodir mereka yang telah lulus passing grade jika formasi diusukan oleh Pemda.

"Sesuai pernyataan pemerintah pusat bahwa akan membuka SSBKN sehingga kami bisa menginput semua data yang dibutuhkan," katanya.

Untuk itu, ditegaskan kepada pemerintah agar segera membuka formasi sebelum tanggal 10 Maret 2023. Hal ini dikarenakan, pemerintah pusat segera mengangkat guru honorer menjadi guru PPPK.

Mereka juga mendesak agar pemerintah memberikan hak-hak mereka setelah di angkat menjadi guru dengan status PPPK tetapi dengan catatan hak tersebut dibayar mulai tahun 2021 pasca dinyatakan lulus passing grade.

"Pemerintah sebagai orang tua kami, jadi kami datang dan meminta agar formasi segera dibuka sebelum tanggal 10 karena sangat disayangkan jika daerah lain mendapat formasi sedangkan NTT tidak ada. Pada hal kebutuhan guru sangat banyak," sebutnya.

Ia juga menegaskan bahwa jika permintaan calon guru PPPK tersebut tidak ditindak lanjuti maka pihaknya akan menempuh jalur hukum.

Anita Jacoba Gah Anggota Komisi X DPR RI pada kesempatan tersebut mengaku sangat rugi karena pihaknya memperjuangkan anggaran untuk membiayai program pemerintah pusat tentang pengangkatan 1 juta guru PPPK tetapi diisi oleh daerah lain. Sedangkan, NTT masih sangat membutuhkan guru untuk memperbaiki mutu pendidikan.

Dikatakan, kuota guru PPPK yang disediakan MenPAN-RB untuk NTT tahun sebelumnya sebanyak kurang lebih 8 ribu dengan anggaran 150 miliar sedangkan realisasi baru 3 ribu tenaga honorer dan masih tersisah 1.345 orang yang belum diangkat.

Ia merinci, Tahun 2021 pemerintah mengangkat 60 orang, 2022 mengangkat 1.400 pada tahap pertama, tahap kedua 1.600 orang. Dari jumlah PPPK yang diangkat total anggaran yang digunakan masih kurang.

"Kalau masih kurang anggaran minta ke Kementrian. Dari total 1 juta PPPK yang dijanjikan pemerintah, NTT harus mengambil sebanyak-banyaknya," pintanya.

Ia menegaskan Pemerintah Provinsi NTT tak perlu ragu dengan masalah pembiayaan karena kekurangan anggaran sebab, Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor: 112 menegaskan gaji dan tunjangan melekat pada dana DAU.

Dengan kesempatan ini, dia mendorong pemerintah daerah untuk membuka formasi sebanyak-banyak dan urusan gaji diminta dari pemerintah pusat.

"Yang saya sesalkan itu, kenapa Pemprov terkesan menutup-nutupi formasi, bahkan 1.345 yang sudah lulus tak kunjung diangkat. Dana DAU sifatnya spesifik dan tidak bisa digunakan untuk hal yang lain," sebutnya.

"Coba kita komitmen. Kita angkat yang ada dengan dasar pemanfaatan dana DAU, kalau kurang kita minta anggarannya sehingga tidak menambah beban guru honorer karena mereka sangat susah," tambahnya.

Menanggapi permintaan para guru honorer, Plt, Sekda Johanna Lisapaly mengaku belum bisa mengambil keputusan karena membutuhkan koordinasi dengan Gubernur.

"Kami akan bersama-sama dengan teman-teman semua, dan saling berkoordinasi, untuk selanjutnya akan menentukan sikap terkait dengan hal ini," ungkap mantan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan NTT itu. (r3)

  • Bagikan

Exit mobile version