SIKAP taat berkaitan dengan kemampuan mendengarkan. Kata taat dalam bahasa Latin adalah obaudire. Akarnya ob dan audire. Ob berarti karena atau oleh atau untuk. Audire artinya mendengarkan. Maka obaudire artinya menaati karena sesuatu, taat untuk sesuatu, bersikap taat dengan mendengarkan apa yang diamanatkan oleh pihak yang memiliki otoritas. Dari kata obaudire inilah muncul kata obedience atau obey dalam bahasa Inggris, dan obedienza atau obedire dalam bahasa Italia.
Dalam kaitan dengan relasi antara manusia dan Tuhan, ketaatan dihubungkan dengan suara Tuhan atau sabdaNya yang penuh kuasa. Sabda Tuhan mengandung otoritas suci yang bergerak menyelamatkan manusia. Maka sikap manusia terhadap sabda Tuhan seyogyanya adalah taat. Dalam ketaatan itu ada sikap mendengarkan dan siap melaksanakan.
Namun di sisi lain manusia juga diberi kebebasan dalam memilih. Pilihan juga bisa jatuh pada sikap menolak taat atau menolak untuk mendengarkan sabda Tuhan. Tentu saja sikap inipun memiliki konsekuensinya. Dalam perspektif rohani ketidaktaatan pada sabda Tuhan dipandang sebagai dosa atau kesalahan dengan konsekuensi berhadapan pada keadilan ilahi. Hukuman kepada yang tidak taat pada sabda Tuhan berada dalam kewenangan ilahi.
Kisah Abram dalam kitab Kejadian 12:1-4a menyuguhkan sebuah pembelajaran mengenai sikap taat pada sabda Tuhan. Abram dipanggil Tuhan dan diperintahkan untuk meninggalkan keluarga dan negerinya menuju negeri lain yang tidak diketahuinya. Dia taat pada sabda Tuhan. Dia mendengarkan apa yang dikatakan Tuhan. Dia percaya dan melaksanakannya. Sikap ketaatan Abram ini memberikan inspirasi tentang pentingnya mendengarkan suara Tuhan yang memanggil dan memberikan perintah.
Suara Tuhan berisi rencana ilahi untuk keselamatan manusia. PanggilanNya adalah ajakan untuk masuk pada lingkungan keselamatan. Rencana itu adalah kasih karunia yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap orang yang percaya. Maka rasul Paulus kepada Timotius (2Tim 1:8b-10) memberikan penegasan bahwa mendengarkan panggilan Allah itu berarti ikut masuk pada rencana keselamatan Allah. Dan panggilan kepada keselamatan itu diwujudkan dalam Kristus Yesus yang mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup kekal. Timotius diajak Paulus untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan karena Injil Yesus. Kesediaan untuk menderita karena Injil Yesus adalah bentuk ketaatan pada kehendak Allah demi keselamatan manusia. Bagi Paulus, itulah panggilan Tuhan dan perutusan kudus yang diterima oleh seorang murid Kristus dalam sikap iman dan ketaatan.Yesus Kristus sebagai Putra Allah menunjukkan ketaatan kepada Bapa Allah dengan kesediaan menuntaskan perutusanNya di atas kayu salib. Maka kemuliaan di gunung Tabor (Mat 17:1-9) yang disaksikan ketiga murid adalah antisipasi mengalami penderitaan salib yang mengerikan. Para murid itu, Petrus, Yakobus dan Yohanes, diminta oleh suara Bapa supaya mendengarkan Yesus yang taat. Mendengarkan Yesus yang taat pada Bapa adalah ciri kemuridan di jalan salib menuju kemuliaan paska. Maka turun gunung menuju Yerusalem dan mengalami peristiwa salib adalah pilihan bebas Yesus untuk taat pada rencana Bapa menyelamatkan manusia. Petrus dan kawan-kawan yang bahagia dan ingin tinggal di atas gunung diminta supaya taat pada Yesus dengan mendengarkan Dia. Maka merekapun taat pada Yesus dan bersama Dia turun gunung menuju Yerusalem. Ketaatan Yesus pada kehendak Bapa menjadi basis dan model ketaatan para murid pada Yesus. Inti ketaatan adalah mendengarkan dengan rendah hati, kebenaran sabda Tuhan dan melaksanakannya dalam hidup. Abram mendengarkan apa yang difirmankan Tuhan dan melaksanakannya. Ketaatan itu membawa dia pada pemenuhan janji Allah kepadanya. Paulus mendengarkan sabda Kristus padanya dan melaksanakannya dalam perutusan Injil. Diajaknya Timotius untuk juga taat dan melaksanakan amanat Kristus. Ketaatan mereka berbuah keselamatan, tidak saja bagi mereka berdua, tetapi bagi jemaat yang dilayani dan bagi Gereja segala zaman.
Ketaatan Paulus dan Timotius pada dasarnya bersumber dari ketaatan Kristus pada Bapa. Ketaatan Yesus menjadi model bagi ketaatan para murid. Sebagaimana Yesus selalu setia mendengarkan suara Bapa, demikian juga para murid hendaknya setia mendengarkan suara Yesus.
Di masa prapaska ini, suara Tuhan terus bergema memanggil manusia beriman kepada pertobatan. Mendengarkan suara Tuhan berarti mengikuti kehendakNya untuk bertobat dari segala kejahatan dan berbalik kepada kehendak Tuhan. Taat berarti siap melaksanakan amanat kasih yaitu mengasihi Tuhan, sesama dan alam. Taat berarti setia melaksanakan kebenaran dan kebaikan. Taat berarti berani meninggalkan segala bentuk kejahatan dalam diri dan masyarakat. Dengan kata lain, taat berarti bertobat. Muara dari tobat adalah keselamatan, yaitu transformasi hidup injili.Unsur hakiki ketaatan adalah mendengarkan suara Tuhan. Bagi Gereja masa kini, suara Tuhan tetap bergaung melalui kitab suci. Maka, marilah kita mendengarkan suara Tuhan melalui membaca kitab suci, sebagaimana dikatakan oleh Santo Ambrosius, "ketika kita berdoa, kita berbicara dan Tuhan mendengarkan; ketika kita membaca kitab suci, Tuhan berbicara dan kita mendengarkan.
"Semoga kita selalu mendengarkan suara Tuhan, agar kita digerakkan untuk membaharui diri dan menghayati amanat kasih, sehingga terwujudlah keselamatan kini dan sini berupa damai sejahtera, sukacita Injil, kebahagiaan sejati, kemuliaan kemanusiaan dan persaudaraan universal.
Rm. Siprianus S. Senda Pr
Dosen Kitab Suci Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang