KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Menyikapi kebijakan Pemerintah Provinsi NTT tentang penerapan sekolah pukul 5:30 WITA, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan kunjungan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) NTT.
Kunjungan yang dilakukan bertujuan untuk mengadvokasi sekolah ramah HAM yang bertentangan dengan kebijakan Pemprov.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Komnas HAM RI, Putu Elvina dari Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan usai pertemuan dengan Ombudsman RI Perwakilan NTT, Kamis (16/3).
Putu Elvina mengatakan sekolah ramah HAM, kata dia, mempunyai orientasi untuk memajukan dan mempromosikan hak asasi manusia, baik itu siswa maupun guru.
"Kami tentu berharap sekolah di NTT memiliki, atau menjadi bagian dari sekolah ramah HAM tersebut. Jadi ini kunjungan atau audiensi untuk bisa mengadvokasi kebijakan yang lebih ramah bagi HAM," kata Putu Elvina.
Menurutnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov NTT, merupakan sebuah imbauan dan instruksi yang bersifat parsial, Komnas HAM belum mendapat instruksi tertulis.
Untuk itu, kata dia, perlu ada kajian yang matang agar bisa berkorelasi dengan harapan bahwa bisa mewujudkan sekolah unggulan dan peningkatan disiplin.
Dari kunjungannya di beberapa sekolah didapati laporan bahwa penerapan kebijakan itu memang ada yang berimbas baik, namun ada lainnya yang justru menyulitkan, terutama pada keterbatasan angkutan.
Kondisi ini menjadi perhatian orangtua terkait dengan faktor keamanan selama menuju ke sekolah. Jadi ada beberapa hal yang selama dua pekan ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah.
Disebutkan bahwa kunjungan tersebut tidak dalam rangka investigasi mengenai kebijakan tersebut sebab pihaknya hanya melakukan penyuluhan dan memberikan informasi terkait dengan sekolah ramah HAM.
"Kebijakan itu menjadi bahan advokasi dalam menilai tetap atau tidak dilaksanakan kebijakan tersebut," katanya.
Putu mempertanyakan, kebijakan yang berimplikasi pada kedisplinan atau mendorong anak sekolah ke universitas unggul. Karena kebijakan ini tidak searah dengan kualitas SDM guru, hingga proses belajar mengajar.
"Berkaca pada di Provinsi lain yang punya pelajar lebih banyak masuk ke universitas unggul, justru tidak menerapkan kebijakan seperti di NTT. Jadi hal ini, satu sisi mungkin berdampak pada kebiasaan baru yang ingin diterapkan tapi tidak serta merta menjadi kunci terhadap target yang ingin dicapai. Jadi itu alasan yang mungkin bisa dikaji kembali. Apalagi infrastruktur belum siap," ujarnya.
Di sisi lain, ia mendorong agar sekolah memastikan sekolah itu memenuhi hak anak di lingkungan sekolah. Akan tidak baik, jika hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik. Putu tidak menjawab secara pasti, apakah kebijakan ini melanggar HAM atau tidak, karena perlu pendalaman yang lebih jauh. (r2)
Editor: Intho Herison Tihu