KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita yang diterapkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi NTT untuk tingkat SMA/SMK juga mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat (Pempus). Karena itu, Ombudsman NTT menerima kunjungan kerja anggota Komnas HAM RI, Putu Elvina dari sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan, Kamis (16/3).
Kunjungan tersebut untuk membahas kebijakan Gubernur NTT terkait jam mulai sekolah di 10 SMA dan SMK Negeri di Kota Kupang dari pukul 07.00 ke pukul 05.30 Wita. Sebelumnya, tim Komnas HAM juga telah mengunjungi SMKN 6 Kupang untuk mendengar langsung informasi dari para guru.
Selanjutnya, hari ini (17/3), tim akan mengunjungi Dinas Pendidikan Provinsi NTT untuk mendengar langsung tujuan penerapan kebijakan tersebut.
Kepada tim Komnas HAM RI, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton menyampaikan bahwa terhadap pertanyaan, konsultasi, keluhan dari para orangtua siswa dan guru terkait pemberlakuan jam masuk sekolah SMA/SMK Negeri dari pukul 07.15 ke pukul 05.30 wita, beberapa upaya yang sudah dilakukan Ombudsman.
Diantaranya, telah berkoordinasi langsung melalui pesan Whatsapp, dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi dan menyampaikan beberapa substansi keberatan orangtua dan guru.
"Kami telah sampaikam bahwa jika pada jam tersebut anak-anak sudah berada di sekolah maka anak-anak harus bangun minimal pada pukul 04.00 wita dan orangtua serta guru harus bangun pada pukul 03.00 wita. Hal ini memberatkan orangtua, guru dan siswa-siswi itu sendiri," tandasnya.
Selain itu, kata Darius, kebijakan tersebut tidak semua siswa-siswi berasal dari kalangan orangtua mampu sehingga menggunakan kendaraan sendiri ke sekolah. Sementara moda transportasi umum pada pukul 04.30 belum beroperasi.
Dikatakan, keamanan dan keselamatan anak-anak selama di jalan karena pada dini hari tersebut, aparat keamanan juga belum bertugas di jalan raya.
"Untuk itu saran yang saya sampaikan ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta para guru melalui Whatsapp grup, bagi guru SMA-SMK se-NTT adalah agar mengkaji kembali secara komprehensif dengan stakeholders pendidikan dan mendiskusikan bersama komite sekolah dan orangtua siswa-siswi jika akan diterapkan," ujar Darius.
Selain itu, kata Darius, keamanan dan kenyamanan siswa-siswi selama perjalanan menuju sekolah agar disiskusikan bersama kepolisian, dinas perhubungan dan organda terkait kesiapan angkutan umum dalam kota dan kesiapan petugas kepolisian di jalan raya.
Dia mengaku, pada tanggal 2 Maret 2023, Ombudsman NTT telah diundang untuk rapat bersama lintas kementerian antara lain, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek RI, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Indraza Marzuki Rais Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Direktur Sinkronisasi Urusan Pembangunan Daerah IV, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Juga Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek dan Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT.
Dalam rapat tersebut, telah disepakati bersama bahwa selanjutnya Kementerian Pendidikan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak akan menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur NTT agar mengkaji kembali kebijakan tersebut karena harus disesuaikan dan diharmonisasi peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak sebagaimana diatur undang-undang tentang perlindungan anak.
Sebab, berdasarkan Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, maka untuk model keputusan ini, harus merujuk pada minimal dua PRINSIP HAK ANAK, yaitu: (a) kepentingan terbaik bagi anak, dan (b) partisipasi anak. Belum ada studi yang menjustifikasi jika sekolah dimulai lebih pagi dan menambah lama jam sekolah memiliki signifikansi terhadap etos belajar, kedisiplinan dan prestasi siswa.
"Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi justru menimbulkan dampak buruk jika tetap dijalankan dan tidak segera dilakukan mitigasi. Kebijakan sekolah masuk lebih pagi bisa berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi siswa," ujarnya.
Dari sisi fisik, kata dia, masuk sekolah lebih pagi akan memengaruhi kualitas tidur sehingga berpengaruh pada kondisi fisik anak. Sementara itu, penambahan jam sekolah akan mengakibatkan kelelahan kronis pada anak yang bisa menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih rentan terserang penyakit.
Selain itu, sambung Darius, telah disepakati bersama dalam rapat tersebut bahwa selanjutnya Kementrian Pendidikan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak akan menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur NTT agar mengkaji lebih konprehensif kebijakan tersebut. Masa uji coba di 10 SMA dan SMK akan berlangsung hingga tanggal 27 Maret nanti.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM dari Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan, Putu Elvina mengatakan, kunjungan Komnas HAM ke NTT bertujuan untuk mengadvokasi arah sekolah ramah HAM. Kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita akan berpengaruh pada pembangunan sekolah ramah HAM.
Sekolah ramah HAM, kata dia, mempunyai orientasi untuk memajukan dan memromosikan hak asasi manusia, baik itu siswa maupun guru.
"Kami tentu berharap sekolah di NTT memiliki, atau menjadi bagian dari sekolah ramah HAM tersebut. Jadi ini kunjungan atau audiensi untuk bisa mengadvokasi kebijakan yang lebih ramah bagi HAM," kata Putu Elvina.
Menurutnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov NTT, merupakan sebuah imbauan dan instruksi yang bersifat parsial, Komnas HAM belum mendapat instruksi tertulis.
Untuk itu, kata dia, perlu ada kajian yang matang. Hal itu agar bisa berkorelasi dengan harapan bahwa bisa mewujudkan sekolah unggulan dan peningkatan disiplin.
Dia mengaku, telah melakukan kunjungan Komnas HAM ke beberapa sekolah didapati laporan bahwa penerapan kebijakan itu memang ada yang berimbas baik, namun ada lainnya yang justru menyulitkan, terutama pada keterbatasan angkutan.
Dia melanjutkan, Kondisi ini menjadi perhatian orangtua terkait dengan faktor keamanan selama menuju ke sekolah. Jadi ada beberapa hal yang selama dua pekan ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah.
Dia bilang kunjungan ini tidak dalam rangka investigasi mengenai kebijakan tersebut. Karena pihaknya hanya melakukan penyuluhan dan memberikan informasi terkait dengan sekolah ramah HAM. Sehingga kebijakan itu menjadi bahan advokasi dalam menilai tetap atau tidak dilaksanakan kebijakan tersebut.
Putu mempertanyakan, kebijakan ini berimplikasi pada kedisplinan atau mendorong anak sekolah ke universitas unggul. Karena kebijakan ini tidak searah dengan kualitas SDM guru, hingga proses belajar mengajar.
"Berkaca pada di provinsi lain yang punya pelajar lebih banyak masuk ke universitas unggul, justru tidak menerapkan kebijakan seperti di NTT. Jadi hal ini, satu sisi mungkin berdampak pada kebiasaan baru yang ingin diterapkan tapi tidak serta merta menjadi kunci terhadap target yang ingin dicapai. Jadi itu alasan yang mungkin bisa dikaji kembali. Apalagi infrastruktur belum siap," ujarnya.
Di sisi lain, ia mendorong agar sekolah memastikan sekolah itu memenuhi hak anak di lingkungan sekolah. Akan tidak baik, jika hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik. Putu tidak menjawab secara pasti, apakah kebijakan ini melanggar HAM atau tidak, karena perlu pendalaman yang lebih jauh. (r2/gat/ito)