Menag: Tak Perlu Perdebarkan Perbedaan Lebaran, Kedepankan Tolerensi
JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Prediksi bahwa perayaan hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah tak bersamaan oleh seluruh umat Islam di Indonesia tak terbantahkan. Hari ini, Jumat (21/4), umat muslim dari kalangan Muhammadiyah telah menggelar Salad Id menyambut 1 Syawal 1444 Hijriah di sejumlah lokasi di tanah air.
Sementara perayaan Idul Fitri versi pemerintah sesuai keputusan sidang Isbat pada Kamis (20/4), hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah ditetapkan pada Sabtu (22/4).
Sidang isbat dipimpin Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di kantor Kementerian Agama, Jakarta.
"Jadi, Jumat besok (hari ini, Red) umat Islam di Indonesia masih menjalani ibadah puasa Ramadan. Selanjutnya, malam Sabtu takbiran menyambut Idul Fitri," jelas Yaqut dalam keterangan pers setelah sidang Isbat.
Menag menjelaskan, sidang telah mendengar paparan Tim Hisab Rukyat Kemenag yang menyatakan posisi hilal di seluruh Indonesia berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 0 derajat 45 menit sampai 2 derajat 21,6 menit. ’’Dengan sudut elongasi antara 1 derajat 28,2 menit sampai 3 derajat 5,4 menit,’’ katanya.
Posisi tersebut pun diamini para pakar falak, pakar astronomi, MUI, dan ormas-ormas Islam yang ikut serta dalam sidang isbat kemarin.
Secara hisab, posisi hilal di Indonesia saat sidang isbat awal Syawal 1444 H belum memenuhi kriteria baru yang ditetapkan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Untuk diketahui, pada 2016 menteri agama anggota MABIMS menyepakati kriteria baru, yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Dengan posisi demikian, lanjut Menag, hilal tidak dimungkinkan untuk dilihat. Hal itu selanjutnya terkonfirmasi oleh pernyataan para perukyat yang diturunkan Kemenag.
Tahun ini rukyat dilaksanakan Kemenag di 123 titik di Indonesia. ’’Kita mendengar laporan dari sejumlah perukyat hilal yang bekerja di bawah sumpah, mulai Aceh hingga Papua. Di 123 titik tersebut, tidak ada satu pun perukyat yang dapat melihat hilal,’’ paparnya.
Karena itu, sidang isbat menyepakati untuk menggenapkan atau mengistikmalkan bulan Ramadan 1444 H menjadi 30 hari. Dengan penetapan tersebut, tahun ini kembali terjadi perbedaan waktu pelaksanaan Idul Fitri.
Sebelumnya, Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat (21/4) berdasar metode hisab yang dilakukan. Atas kondisi tersebut, Menag Yaqut meminta agar perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaan Idul Fitri tidak ditonjolkan menjadi sebuah permasalahan besar.
Dia mengimbau masyarakat justru mencari titik temu dari persamaan-persamaan yang ada. Selain itu, dia meminta masyarakat senantiasa mengedepankan toleransi. ”Kita harus saling menghargai dan toleransi satu dengan yang lain,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi VIII Ashabul Kahfi menilai, sidang isbat merupakan bentuk penghormatan pemerintah terhadap umat Islam di Indonesia.
Dia berharap hasil sidang isbat bisa dijadikan sarana untuk memperkokoh ukhuwah di kalangan umat Islam. Bukan malah dibawa ke mana-mana, termasuk ke ranah politik.
’’Atas nama ukhuwah Islamiah, perbedaan yang sudah sangat sering terjadi seperti ini dalam pandangan kami tidak perlu diperdebatkan. Apalagi, perdebatan tersebut mengarah pada debat kusir yang tidak perlu,” tegasnya.
Dia berharap masyarakat bisa saling menghormati. Yang menetapkan Lebaran lebih awal dari keputusan pemerintah diharapkan menghormati umat Islam yang masih menyempurnakan puasanya. Begitu pula sebaliknya. Mereka yang sudah berbuka diharapkan tidak makan dan minum di sembarang tempat secara vulgar.
’’Kepada pemerintah daerah, alhamdulillah Bapak Menteri Agama juga sudah mengimbau untuk tetap memberikan ruang bagi yang akan melaksanakan salat Id lebih awal dari ketetapan pemerintah,” tandasnya.
Tiga Pesan PP Muhammadiyah
Sementara itu, Muhammadiyah merayakan Idul Fitri 1444 Hijriah hari ini. Dalam momen Lebaran, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan tiga pesan kepada umat Islam dan warga bangsa.
Pertama, Haedar meminta seluruh pendisiplinan diri melalui berbagai ibadah di bulan Ramadan dapat teraktualisasi dalam kehidupan nyata setelah Ramadan. Kaum muslim khususnya diharapkan menjadi insan yang bertakwa secara otentik, terutama saat membawa misi rahmatan lil alamin.
Kedua, Haedar berharap Idul Fitri menjadi momentum menguatkan keadaban bangsa Indonesia yang berbasis pada agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa. Jika ada perbedaan dalam ber-Idul Fitri, misalnya, harus mengedepankan sikap tasamuh. ’’Saling toleran, menghargai dengan penuh kedewasaan,” pesannya.
Terakhir, Haedar berpesan agar Idul Fitri dijadikan kekuatan rohaniah bagi warga bangsa untuk membawa Indonesia menjadi negara berkemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. (mia/lyn/far/c7/fal/JPG)