Ada Parade Multi Etnis di Paskah Bahari K3T
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Ribuan jemaat di Klasis Kota Kupang Timur (K3T) memeriahkan perayaan Paskah Bahari di Taman Muara Abu, Hutan Mangrove Oesapa Barat, Jumat (21/4).
Perayaan Paskah Bahari ini dikemas dengan meriah diawali dengan pawai dengan semua jemaat dari 35 gereja, dengan parade multi etnis, Rote, Sabu, Flores bahkan Papua, Bali dan lainnya.
Pawai dimulai dari Gereja Betlehem Oesapa Barat sampai ke Pantai Mangrove Taman Muara Abu. Pawai juga diikuti oleh Ketua Majelis Jemaat masing-masing gereja, para pendeta berbaur dengan jemaat dalam rombongan-rombongan pawai.
Acara Paskah Bahari ini juga dimeriahkan dengan penampilan Gio Idol, paduan suara dan penampilan dari anak-anak PPA.
Ketua Majelis Klasis Kota Kupang, Pdt Samuel Pandie mengatakan, kebangkitan Kristus melewati batas dan persaudaraan itu untuk melewati semua ikatan-ikatan, K3T selalu terbuka untuk segala perbedaan.
"Kami siap hidup bersama dengan semua saudara dari berbagai perbedaan, karena yang paling utama adalah menjadi satu untuk damai sejahtera di bumi ini. Kami berharap semua peserta menunjukan diri sebagai anak-anak Tuhan, hindari hal-hal yang merugikan," kata Pdt Samuel.
Peserta dari 35 jemaat hari ini, dengan keterlibatan dari semua unsur keagamaan, PHDI, WKRI dan lainnya, menjadikan keberagaman menjadi sebuah kekuatan keberagaman.
Bertepatan dengan Hari Kartini, Ketua Klasis Kota Kupang Timur, Pdt Samuel Pandie mengatakan, harus akui keberanian para perempuan yang menerobos waktu sekaligus melawan ikatan budaya yang selalu melemahkan kaum perempuan.
Rasa sayang pada Yesus membuat mereka tidak peduli bahwa pagi-pagi benar pergi ke kubur itu beresiko. Itulah perjuangan. Hidup tidak bisa berpangku tangan apalagi dalam kondisi yang sulit.
Dengan tingkat inflasi yang tinggi saat ini di Kota Kupang, dengan kenaikan beras sampai 15 ribu per Kilogram, "kita mesti memiliki mental ‘para perempuan penerobos waktu," tegasnya.
Berjuang, tak kenal lelah. Sama seperti para nelayan yang harus berangkat sore, bertarung di tengah samudera lalu pulang pagi membawa hasil ikan.
"Catatan pertama bagi kita adalah, meski manusia itu adalah pejuang yang selalu berupaya menerobos waktu. Tuhan itu pemilik waktu. Sehingga Paskah mendahului manusia. Kita tidak bisa menerobos waktu Tuhan. Kita hanya bisa meminta dan berserah karena waktu Tuhan itu misteri dan pasti yang terbaik," jelasnya.
Pdt Samuel menjelaskan, mengapa dikatakan waktu Tuhan pasti yang terbaik? Tuhan itu tidak mau kita habiskan waktu untuk sesuatu yang tidak berdampak bagi kehidupan. Bisa saja kubur terbuka menjadi salah satu alat pembuktian Paskah bahwa Yesus telah bangkit.
Tetapi tanpa pembuktian Paskah pun, Tuhan sudah bangkit. Tuhan hanya mau arah kehidupan kita tidak lagi ke kubur kosong, ke dunia orang mati. Jika kita ingin menerobos waktu, teroboslah waktu untuk kehidupan.
"Galilea itu adalah arah kehidupan. Jika menelusuri ke Galilea maka kita akan temukan berbagai arah kehidupan yang komplit. Yesus besar di Galilea, para murid kebanyakan berasal dari Galilea. Mereka berjumpa pertama kali dengan Yesus di Galilea (cinta pertama). Para murid menyaksikan mujizat pertama di Galilea. Di Galilea mereka berjumpa, membangun komitmen, berjalan bersama, berjuang bersama sehingga para teolog kadang menyebut Injil itu sebagai Injil dari Galilea. Galilea adalah habitus yang mengarah pada kehidupan," Katanya.
Karena itu, kata Pdt Samuel, Tuhan sebagai pemilik waktu meminta kita ke Galilea, meminta kita berpaling pada kehidupan di tengah perjuangan hidup yang berat ini. Dimana kehidupan kita sekarang ini?. Penelitian membuktikan bahwa laut menghasilkan 50 persen oksigen bagi manusia. Di laut itu ada ruakh, nafas Allah. Sayangnya manusia sering membelakangi laut.
"Rumah-rumah kita bisa menyamping atau membelakangi laut. Itu filosofi yang salah, karena menghadap laut berarti kita sedang menghadap pada nafas Allah, pada kehidupan itu sendiri. Anda boleh bergaya pakai jas, lipstik, parfum, tapi kalau tidak ada nafas, mayat kan," jelasnya.
Doktor teolog muda, Elia Magang dalam tulisannya tentang laut mengatakan bahwa laut itu adalah diakonos. Karena laut menyediakan segalanya bagi kita, selain oksigen, laut menyediakan ikan, latu, nafi, kerang, keindahan pantai, sunset. Semuanya di berikan kepada manusia dengan Cuma-Cuma. Tetapi manusia memilih membelakangi kehidupan. Manusia salah arah, manusia berjalan pada kematian (kuburan).
"Jika kita salah arah maka yang ada pada kita hanya kegagalan, kecemasan, kecurigaan dan ketakutan. Jika kita salah arah maka kita hanya menjadi orang yang suka membawa agenda pesimis akan kehidupan," ujarnya.
"Jika Paskah meminta kita ke Galilea maka sesungguhnya Galilea itu berarti melihat Tuhan yang hidup. Dan hari ini lewat kegiatan Paskah bahari, kita diajak melihat kehidupan yang sering kita lupa, sering kita membelakanginya yaitu laut dengan segala potensinya. Kehidupan tidak boleh dihancurkan. Sampah, bom ikan, adalah cara-cara membelakangi kehidupan yang harus dibayar mahal oleh anak cucu kita," tambahnya.
Perlu gerakan bersama untuk berpaling pada kehidupan, perlu kemauan untuk melangkah ke Galilea. Paskah bahari adalah perayaan akan pentingnya gerakan bersama menuju kehidupan. Semua jemaat tidak bisa egois dengan hanya memikirkan diri sendiri. Setiap jemaat tidak boleh menjadi penyanyi solo karena dia akan menari sendiri dan hidup tidak lagi mengarah ke Galilea.
Perlu nyanyian dan tarian kolaborasi. Pergi dan katakan kepada saudara-saudaraKu supaya mereka pergi ke Galilea. Karena di sana mereka akan melihat Aku.
Kata melihat dipakai kata ‘aptonomai’ (pasti melihat) namun ada terjemahan lain ‘akoilatheo’ itu terjemahan khas bagi mereka yang mau menjadi murid Yesus, lihatlah Aku, Akulah Tuhan.
"Dimana kita melihat Tuhan, disitu kita melihat harapan, dimana kita melihat Tuhan, disitu kita melihat betapa luasnya kehidupan ini, dimana kita melihat Tuhan, kita melihat betapa berharganya kita dimataNya, dimana kita melihat Tuhan yang besar, kita tersenyum karena ternyata persoalan sebesar apapun, tidak bisa meremehkan Tuhan kita yang besar, dimana kita melihat Tuhan, kita melihat pengampunan dan kesembuhan. Dimana kita melihat Tuhan, kita melihat diri dan masa depan, kita bisa kembali dan menari bersama yang lain, menghentakkan tarian sukacita dan bernyanyi bersama semua yang hidup," tutupnya.
Hadir dalam acara ini, Penjabat Wali Kota Kupang, George Hadjoh, Eston Funay, Ketua PHDI Kota Kupang, FKUB dan jajaran lainnya. (r2)
Editor: Intho Herison Tihu