Pemilik Tanah Blokir Jalan, Bendungan Manikin Terancam Mangkrak

  • Bagikan
BLOKIR JALAN. Anggota Polisi Polsek Kupang Tengah tampak melakukan pemantauan terhadap aksi pemblokiran jalan masuk area pembangunan Bendungan Manikin, Sabtu (20/5). (FOTO: INTHO HERISON TIHU TIMEX).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan Bendungan Manikin yang terletak di Desa Kuaklalo, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam gagal dibangun.

Terancam mangkrak disebabkan karena pemilik tanah atau lahan kembali melakukan aksi pemblokiran jalan masuk-keluar ke area pembangunan Bendungan, Sabtu (20/5).

Pemblokiran jalan ini dilakukan lantaran, pemerintah hingga saat ini belum melakukan kewajiban pembebasan lahan. Bahkan aksi pemblokiran bukan baru pertama kali namun sudah ketiga kali.

Danial Baitanu, Tokoh Masyarakat usai pemblokiran mengaku pihaknya sangat kecewa dengan sikap pemerintah karena belum juga merealisasikan hak pemilik lahan.

"Aksi ini atas dasar inisiatif masyarakat pemilik lahan karena pemerintah tak kunjung menempati janji pembebasan lahan," katanya.

Dibeberkan, untuk pemilik tanah khusus di Desa Baumata Timur sebanyak 52 orang dengan 71 bidang tanah. Sedangkan di Desa Bokong kurang lebih 200 bidang tanah dengan jumlah pemilik lahan kurang lebih 90 orang.

"Jumlah ini belum termasuk Desa Oeletsala, Kuaklalo, Soba dan Desa Oelnasi dengan total luas lahan kurang lebih 400 hektar," ujarnya.

Ia menyebut, proses awal hingga mengijinkan pembangunan dilakukan karena ada sejumlah tahapan dilakukan pemerintah mulai dari sosialisasi hingga pengukuran dan kesepakatan pembebasan lahan.

"Dari 400 hektar lahan ini, dijanjikan proses merelokasi terhadap 62 kepala keluarga di Dusun 5, RT 17 Bokong yang berada langsung di genangan air. Selain itu, ada sejumlah fasilitas umum seperti gereja, posyandu dan lainnya," katanya.

"Pemerintah hanya janji tapi tidak menunjukkan lokasi relokasi. Ganti rugi saja mereka beralasan masih menunggu perhitungan tim appraisa tapi hingga ditutup namun tidak ada kejelasan," tambahnya.

Ia menegaskan bahwa masyarakat pemilik lahan telah menyatakan sikap untuk tidak memberikan ruang atau kesempatan melanjutkan pembangunan jika belum realisasikan anggaran ganti rugi.

"Penutupan pertama dan kedua sudah disepakat dan dituangkan dalam pernyataan tertulis untuk segeral melunasi hak pemilik lahan namun ternyata tidak terealisasikan," tegasnya. (r3)

  • Bagikan