KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang menggelar Kuliah Umum bersama Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma.
Kuliah umum tersebut membahas tentang "Peran kepolisian dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Aula Gedung Rektorat UNWIRA Kupang.
Kapolda NTT Irjen Pol Johni Asadoma menyebut tingginya angka kemiskinan menjadi faktor utama terjadi kasus TPPO di NTT. Demikian pula terbatasnya lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan yang rendah membuat masyarakat terdesak oleh tuntutan ekonomi dan menyebabkan masyarakat berupaya meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan mencari kerja secara ilegal.
"Pilihan terakhir dengan menjadi pekerja migran non-prosedural dengan iming-iming janji mendapatkan gaji yang besar oleh sang perekrut," katanya.
Kapolda Johni menjelaskan, sesuai ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dalam Pasal 1 angka 1 mendefinisikan sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan.
Ia menambahkan jenis kasus TPPO yang ditangani oleh Polda NTT dan Polres jajaran antara lain kasus pekerja migran non-prosedural tanpa izin orangtua karena anak dibawah umur.
"Para perekrutan memanfaatkan ketidaktahunan korban dan membantu memanipulasi dukumen," katanya.
Para korban sering diamankan di pintu keberangkatan seperti bandara dan pelabuhan. Petugas mencurigai penumpang lalu mengintrogasi dan diketahui mereka berusaha dikirim ke luar negeri melalui sejumlah pintu keberangkatan.
Akibatnya, para PMI yang dikirim disekap di penampungan dan diperdagangkan sesuai permintaan dari luar negeri. Sehingga tak sedikit PMI yang pulang dan terungkap adanya penyiksaan karena PMI tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bekerja.
Terkait modus operandi TPPO yang ditemukan oleh penyidik diantaranya penipuan dengan rayuan kata bohong kepada orangtua, RT/RW, korban (akan dapat gaji besar), memalsukan dokumen kependudukan.
Modus lainnya yakni dengan penjeratan hutang dengan cara memberikan uang sirih pinang kepada orangtua sekaligus iming-iming janji bahwa anaknya akan mendapatkan gaji yang besar setelah bekerja di luar negeri.
Terhadap penanganan, ia menyebut harus mencegah tindakan pidana ini mulai dari keluarga, pemerintah RT, RW, Desa/Kelurahan yang harus memberikan penyadaran dan pemahaman akan bahaya dari TPPO atau bekerja di luar negeri tanpa jalur resmi dan tidak mempunyai bekal keterampilan yang berpotensi membuat pekerja migran bersangkutan menjadi korban TPPO.
Polda NTT membutuhkan kerja kolaborasi dari semua unsur pemangku kepentingan melalui tindakan preemtif, preventif, dan tindakan penanganan kasus TPPO.
Rektor Unwira Kupang, Pater Dr. Philipus Tule, SVD menilai isu TPPO /Trafficking harus menjadi pengetahuan para mahasiswa untuk menyebarluaskan informasi kepada keluarga, kerabat, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya akan bahaya menjadi pekerja migran secara non-prosedural di luar negeri.
Menurutnya, ada banyak alasan yang menjadikan seseorang menjadi korban TPPO seperti faktor kemiskinan, keterbatasan informasi, dan akses lapangan pekerjaan terbatas menjadikan bekerja ke luar negeri menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan penghasilan besar demi merubah nasib ekonomi keluarganya.
Tidak menutup kemungkinan para mahasiswa di perguruan tinggi juga menjadi sasaran empuk TPPO, sehingga Unwira melakukan berbagai upaya dan inovasi untuk menghasilkan lulusan akademik yang berkualitas dan siap bekerja ataupun membuka lapangan kerja baru.
"Unwira Kupang bukan sekedar menghasilkan lulusan akademik, namun mengasah dan mengembangkan potensi setiap lulusan sehingga selain terserap pada lapangan kerja, juga dapat berjuang secara mandiri dengan kualitas dan daya saing," pungkasnya. (r3)