KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan Australian Fisheries Management Authority (AFMA) menggelar kampanye pencegahan penangkapan ikan secara ilegal lintas negara bagi para nelayan di Kota Kupang, di PPI Tenau Kupang, Selasa (27/6).
Pelaksanaan kampanye tersebut berlangsung di Pelabuhan Pendaratan Ikan Tenau, Kota Kupang dengan dihadiri ratusan nelayan yang ada di Kota Kupang yang sering menangkap ikan hingga ke wilayah perbatasan Indonesia dan Australia.
Sebagai narasumber dari KKP RI adalah Koordinator Ketenagaan PPNS Perikanan dan Kerjasama Penegakan Hukum Ditjen Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan Sahono Budianto. Sedangkan dari Pemerintah Australia diwakili Manager International Compliance Operations Australian Fisheries Management Authority (AFMA) , Lydia Woodhouse dan stafnya Conor Mcleod.
"Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para nelayan di Kupang agar tahu mengenai larangan berlayar hingga perairan Australia untuk mencari ikan," kata Sahono Budianto.
Dalam kampanye tersebut KKP RI dan AFMA Australia melalukan sosialisasi terhadap nelayan tradisional di Kupang tentang UNCLOS yang adalah Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982.
Yang mana di dalam UNCLOS tersebut mengatur tentang kesepakatan batas wilayah laut antar negara. Dan UNCLOS telah diratifikasi oleh 168 negara termasuk Indonesia dan Australia.
Sahono Budianto mengatakan masih ada beberapa nelayan Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal. Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) membuat upaya pencegahan melalui upaya kampanye publik.
Di tingkat kementrian menjadi sebuah tantangan atas semua permasalahan. Salah satunya masih ada upaya penangkapan ikan secara ilegal.
Dia mengatakan, perlu dukungan dari semua pihak agar perlu dilakukan pencegahan. Kendala tersebut terkait dengan kerap kali identitas dari nelayan. Sehingga ketika mendapat informasi dari KJRI atau Australia, pihaknya perlu menelusuri lebih jauh untuk melihat kembali alamat nelayan.
"Ini proses yang memerlukan waktu bagi nelayan yang berproses di Australia. Dari aspek hukum di Indonesia, ilegal fishing itu secara hukum internasional belum di lakukan penerapan lebih detail. Sehingga untuk saat ini masih dilakukan peringatan dan pembinaan juga belum bisa melakukan hukum pidana," ungkapnya.
Dalam kampanye tersebut juga perwakilan dari AFMA, Lydia menjelaskan juga soal MoU Box yang merupakan perjanjian antara Indonesia dan Australia pada tahun 1982 lalu.
Lydia juga menjelaskan bahwa kampanye yang dilakukan bagi nelayan di Kupang tersebut bertujuan memberi pemahaman bagi para nelayan dalam melakukan penangkapan ikan harus tetap berada dalam wilayah masing-masing dan jangan sampai melanggar batas laut dengan Australia.
"Kita ada satu titik yang bernama MoU Box dan sesuai perjanjian nelayan Indonesia bisa menangkap ikan di titik MoU Box tersebut," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut pihak AFMA juga meminta nelayan untuk tetap menjaga konservasi laut selama beraktifitas di laut sehingga ekosistem laut tetap terjaga dengan baik.
"Jika ada penangkapan dari Australia maka harus ada izin. Pemerintah Australia saat ini sudah tidak izinkan penangkapan selain warga setempat. Penangkapan ilegal karena menyebabkan pengurangan ikan bahkan praktek penangkapan yang tidak ramah lingkungan," katanya.
Sekian itu, kata Lidia, semakin banyak aktivitas penangkapan ilegal maka populasi akan turun lebih drastis bahkan menimbulkan kepunahan.
Sebetulnya tiap biota laut punya tugas masing-masing. Seperti tripang yang bertugas membersihkan pasir kotor. Suatu ekosistem akan saling berkaitan antar satu sama lain. Hal ini perlu dijaga agar jangan sampai memangkas suatu ekosistem.
Alternatifnya adalah dengan tidak melakukan penangkapan secara sporadis apalagi dengan menggunakan alat penangkap yang merusak. Tanggungjawab untuk melindungi ini merupakan semua orang yang hidup di bumi.
Di Australia, ada manajemen perikanan yang melihat dan menjaga ekosistem, terutama ikan. Australia memberi izin bagi pelaku penangkap ikan. Bagi nelayan yang melanggar akan mendapat denda. Bahkan ada area khusus yang dilarang untuk dilakukan penangkapan ikan.
Sejumlah aturan itu diterapkan agar memberi kesempatan dan kenikmatan bagi generasi selanjutnya di Australia terutama bagi warga pesisir.
Jika ada kapal yang ditemukan masuk dalam area Australia, akan dilakukan penahanan dan penyitaan. Hal itu akan dideteksi oleh otoritas setempat dan selanjutnya kapal patroli untuk melakukan pemeriksaan ke kapal yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
"Ini karena Australia punya hak penuh terhadap wilayah laut mereka. Saya tahu orang Kupang itu tidak melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Tapi saya mau berbagi informasi ini," sebutnya.
Biasanya, kata Lidia, penyitaan itu diarahkan pada hasil tangkapan tanpa peduli dengan harga dari hasil laut yang ditangkap. Hasil tangkapan itu akan di buang kembali ke dalam laut, bahkan terkadang juga kapal nelayan itu dihancurkan agar mencegah kejadian serupa berulang kembali. Selain itu, mencegah terjadinya penularan virus ke daratan Australia seperti penyakit mulut dan kaki.
"Semakin dekat suatu perahu ke Australia, semakin besar denda. Mungkin ini artinya keluarga di rumah tidak akan ketemu dengan nelayan itu berbulan-bulan," katanya.
Australia sangat menjaga mengenai reputasi dari sebuah negara seperti Indonesia. Australia dan Indonesia memang sangat menjunjung tinggi penangkapan ikan secara prosedural resmi. Kedua negara, kata Lidia, punya berbagai kerja sama sehingga kalau aturan diterapkan secara tegas, kemungkinan berdampak pada hubungan dua negara.
Australia dan Indonesia juga sering bekerja sama dalam melakukan patroli bersama dalam mencegah terjadinya penangkapan ikan secara ilegal, banyak kejadian yang sering terjadi akibat penangkapan ikan secara ilegal.
Ia mengklaim Australia peduli keselamatan para pelaut. Seringkali petugas menemukan bahwa ada kapal nelayan yang tidak layak dilengkapi dengan kelengkapan agar memudahkan pencarian jika terjadi sesuatu. Hal itu sangat disayangkan oleh Australia.
Dia mengatakan, cuaca buruk sering terjadi ditengah laut. Australia pernah menyelematkan belasan nelayan asal Kabupaten Rote Ndao di sebuah pulau tanpa penghuni. Dia menyebut nelayan itu sebelum ditolong sudah terdampar enam hari.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Stefania Tunga Boro, mengatakan, pihaknya juga terus mensosialisasikan ke pelayanan, khususnya Rote Ndao, agar tidak menangkap ikan sampai ke wilayah Australia.
Dia mengaku, sejauh ini, selama Tahun 2023 ada 42 nelayan yang dipulangkan ke NTT dari pemerintah Australia.
Ilegal fishing lintas negara, sebenarnya nelayan mengetahui batas wilayah, karena mereka memiliki Gps, tetapi yang perlu diwaspadai adalah ketika melaut di kondisi cuaca yang tidak baik yang akhirnya beresiko untuk harus membawa kapal nelayan sampai ke wilayah Australia. "Semua nelayan itu dari Rote Ndao," tandasnya. (r2/gat).
Editor: Intho Herison Tihu