BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Selama stahun terakhir (Periode 2022-2023), kinerja pelayanan air bersih dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Sistem Penyediaan Air Minum (UPTD SPAM) Kabupaten Manggarai Timur (Matim), terus meningkat. Salah satu buktinya adalah jumlah pelanggan yang mengalami peningkatan positif. Untuk semester satu tahun ini, pertumbuhan pelanggan tercatat naik 11 persen.
"Saat ini pertumbuhan pelanggan air bersih di Kabupaten Matim naik 11 persen, dari sebelumnya 7.081 Sambungan Rumah (SR) pada 2022 lalu, dan sekarang masuk semester satu tahun 2023, jumlah pelanggan menjadi 7.884 SR. Terjadi penambahan sebanyak 803 SR," jelas Kepala UPTD SPAM Matim, Fransiskus Yun Aga kepada media ini di Borong, Kamis (27/7) petang.
Selain itu, kata Fransiskus, terjadi penambahan satu unit pelayanan, yakni dari sebelumnya 12 unit menjadi 13 unit pelayanan di tahun 2023. Penambahan itu terjadi di wilayah Dampek, Kecamatan Lamba Leda Utara. Dari total 12 wilayah kecamatan di Matim, saat ini hanya wilayah Kecamatan Lamba Leda yang belum ada unit pelayanannya.
"Pertumbuhan pelanggan paling tinggi ada di wilayah Kota Borong, ibukota Kabupaten Matim. Lebih tepatnya penambahan pelanggan di wilayah Desa Gurung Liwut. Selanjutnya di wilayah Mano, Kecamatan Lamba Leda Selatan, dan di Elar, Kecamatan Elar," kata sosok yang akrab disapa Kevin itu.
Menurut Kevin, pertumbuhan itu terjadi karena terus dibangunnya program air bersih dari Pemkab Matim melalui Dinas PUPR dengan pola SR. "Selama ini sudah banyak program pembangunan air bersih dari Pemerintah Matim dengan pola SR. Ada banyak juga penambahan SR secara mandiri, seperti di Watu Ngong, Kecamatan Congkar. Dalam wilayah Kota Borong juga ada 50 persen penambahan SR mandiri. Tentu di sini kita melihat cakupan pelayanan rumah tangga berakses air minum bersih khusus SR meningkat signifikan," tutur Kevin.
Kevin mengatakan, antusias atau harapan dari masyarakat untuk memiliki SR pribadi juga makin tinggi. Bahkan pihaknya sudah menyampaikan bahwa pelayanan dilakukan secara berjadwal atau bergilir. Dan hal itu tidak dipersoalkan masyarakat.
"Bagi masyarakat, asal ada air. Sehingga setiap orang yang mengajukan SR mandiri, kami minta buat pernyataan bersedia untuk mengikuti jadwal pelayanan secara begilir. Hal itu karena kondisi air tidak mencukupi lagi," sebut Kevin.
Kevin menyatakan, ketika ada permintaan penambahan SR, konsekuensinya adalah risiko terhadap pelayanan bergilir atau berjadwal. Saat ini saja, demikian Kevin, ada banyak calon pelanggan masuk daftar tunggu. Pihaknya belum berani memproses permohonan itu lantaran ada beberapa titik yang belum punya cabang jaringan distribusi. Bahkan risiko tingkat kehilangan air itu juga lebih tinggi.
"Daftar tunggu ini belum bisa kami layani karena rumahnya cukup jauh dari jaringan distribusi utama. Kita butuh pengembangan jaringan distribusi, namun rencana itu harus didahului dengan ketersedian produksi. Ketika membuka jaringan cabang itu, biaya pemasangan lebih besar," beber Kevin.
Dikatakan, manakala pipa nantinya bercabang ke pelanggan, dan ketika pelanggan berjadwal, maka langkah pertama harus mengisi pipa sepanjang jalur itu sebelum terlayani. Disini lebih banyak air yang hilang untuk mengisi pipa. Sedangkan calon pelanggan yang dekat dengan jaringan distribusi, air langsung masuk ke rumah dan tidak ada celah air hilang.
Agar bisa melayani calon pelanggan yang jauh dari jaringan distribusi utama, butuh pengembangan jaringan distribusi. Rencana pengembangan itu juga harus didahului ketersedian produksi. Sehingga bukan soal kemampuan masyarakat untuk menyediakan sendiri pipanya, tapi bagaimana air yang tersedia itu belum mencukupi. Semakin jauh cabang distribusinya, semakin banyak risiko kehilangan fisik air.
Meski demikian, kata Kevin, semua permohonan tetap diterima. Sementara dalam wilayah Kota Borong, ada beberapa titik yang masih bisa untuk penambahan pelanggan. Seperti di wilayah Peot dan Kembur, tapi khusus titik yang dekat dengan pipa distribusi utama. Selain itu daerah Gurung Liwut sampai Kampung Warat, masih sangat potensial, dan air yang tersedia juga masih cukup.
Artinya, sambung Kevin, pembangunan itu berjalan, pengembangan berjalan, dan pengelolaan itu berjalan. Jadi ada korelasinya. Pembangunan tidak putus, dan juga tetap berpikir keberlanjutanya.
Tugas UPTD SPAM sebagai operator itu, yakni operasi dan pemeliharaan. Disitu tidak saja berpikir soal jaringan terbangun dan rumah tangga berakses, tapi lebih dari itu, memastikan keberlanjutanya.
"Kami sebagai operator dibawah Dinas PUPR, tidak hanya berpikir output saja, tapi kami juga berpikir sustainable atau keberlanjutan. Artinya dari rumah tangga yang ada, bisa terus menerus bisa akses air minum bersih," pungkas Kevin. (*)
Penulis: Fansi Runggat