Albertus Muda, S.Ag
Sosialisator Program Literasi Nasional 2022 Wilayah Lembata-NTT
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua istilah yang berbeda makna. Namun, keduanya tak bisa dipisahkan, ibarat dua sisi mata uang. Pemimpin adalah orang yang bergerak lebih awal, berjalan di depan, membimbing dan menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya (Mangunhardjana, 1986). Sedangkan, kepemimpinan adalah cara, pola, metode seorang pemimpin memaksimalkan peran dan fungsinya.
Pemimpin pelayan pertama kali diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970-an dan sejak saat itu menjadi dasar bagi banyak pemimpin sukses yang memandang peran kepemimpinan sebagai kesempatan untuk melayani dan memberdayakan orang lain (https://chat.openai.com/, akses 26 Juli 2023). Pandangan ini sejalan dengan kesaksian Kitab Suci tentang sikap sang tuan kebun anggur (bdk. Matius 20:1-16) yang sangat peduli dan murah hati kepada orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan dan hanya menganggur di jalan dan pasar.
Sebuah gambaran ketimpangan sosial ekonomi tampak di sana. Padahal suasana pasar, mestinya menampilkan aktivitas yang mendatangkan keuntungan dalam bentuk transaksi antara penjual dan pembeli bukan transaksi politik yang biasanya bayar putus. Pemandangan menjadi kurang elok karena ada orang yang hanya duduk-duduk tanpa aktivitas berbasis ekonomi, sosial dan kemanusiaan. Sang tuan kebun anggur datang menjumpai mereka di waktu yang berbeda dan mengajak untuk bekerja sehari di kebun anggurnya dengan upah yang sama.
Hari-hari belakangan ini, di rumah, tempat rekreasi bahkan forum-forum resmi, orang ramai berdiskusi tentang calon legislatif, Bupati/Walikota, Gubernur maupun calon Presiden. Di satu sisi, para calon sibuk bersosialisasi diri setelah mendaftar resmi ke Komisi Pemilihan Umum. Di sisi lain, dengan caranya sendiri mereka mensosialisasikan diri beserta partai pengusungnya. Semua itu, dilakukan dengan tujuan meraih kepercayaan publik, demi menduduki jabatan politik tertentu.
Para calon datang sembari memaparkan sejumlah masalah pokok yang belum terselesaikan. Sayangnya, orang-orang yang dijumpai pun sedang dihimpit masalah seperti pendidikan, kesehatan, perkawinan, pekerjaan, dan lain-lain. Pokoknya antara yang mendatangi dan yang didatangi sama-sama memiliki masalahnya sendiri. Tidak ada yang datang seperti sang tuan dalam kisah Kitab Suci di atas dan menawarkan jalan keluar. Jalan keluar merupakan gambaran kepekaan dan kepedulian seorang pemimpin pelayan.
Namun, kesejahteraan bagi rakyat kecil dan miskin semakin sulit didapatkan. Padahal setiap lima tahun rakyat memilih pemimpinnya dengan janji membawa perubahan. Harapan yang diletakkan di pundak dan hati para pemimpin seolah ditinggalkan dan tidak terwujud melalui aksi nyata. Para pemimpin terpilih cenderung lupa bahwa mereka adalah corong dan juru bicara rakyat yang wajib dan harus memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Sayangnya, mereka bungkam dan hidup puas sendiri. Rakyat yang diwakili berulang kali dikibuli. Rakyat pun semakin menderita dan sulit mendapatkan jalan keluar di tengah hingar bingar pencarian kekuasaan.
Pemimpin Pelayan
Dalam kondisi yang demikian, rakyat menghendaki pemimpin pelayan bukan penguasa. Pemimpin pelayan sejatinya figur yang berani keluar dari zona nyaman diri. Keluar dari jebakan elitisme kekuasaan agar dapat hidup merakyat. Pemimpin pelayan adalah pemimpin visioner yang berjiwa misioner. Ia layaknya memiliki filosofi hidup sebagai seorang hamba. Melayani rakyat layaknya melayani dirinya sendiri. Namun, bukan ingat diri atau cinta diri yang berlebihan.
Sebagai pemimpin visioner, ia mengetahui dengan pasti arah jabatan yang diemban. Ia pemimpin berjiwa misioner. Artinya, mengabdikan diri lewat kata dan tindakan. Hal paling urgen dalam tugas misionernya adalah meninggalkan rutinitasnya demi menjumpai rakyat di wilayah kerjanya. Pelayanannya bersumber dari panggilan nuraninya. Kehadirannya secara intens menandakan ia sungguh merasakan denyut nadi penderitaan orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin pelayan adalah homo viator. Ia seorang peziarah yang suka blusukan. Dalam ziarahnya, ia akan rutin berada di tengah pasar. Pasar menyimbolkan konteks yang penuh tantangan dan persaingan. Di sana, ada begitu banyak orang kecil yang terlindas. Di sana, hukum rimba berkuasa. Siapa kuat, dia menang. Sebaliknya, siapa lemah, akan kalah dan terdepak. Berhadapan dengan kondisi ini, kehadiran pemimpin pelayan sangat dibutuhkan. Sang tuan kebun tampil pada waktu yang tepat menyelamatkan orang-orang yang ketiadaan pekerjaan.
Ken Blanchard dan Mark Miller, dalam bukunya The Secret (2009) sebagaimana ditulis kembali Heru Basuki Purwanto dalam bukunya Selling Your Self (2012), mengatakan, pemimpin pelayan adalah orang hebat yang telah mewujudkan “serve” dalam hidupnya. Serve merupakan akronim dari see the future atau melihat masa depan; engage and develop others atau melibatkan dan mengembangkan orang lain; reinvent continuously atau temukan kembali secara terus menerus; value results and relationship atau menghargai hasil dan hubungan yang baik; embody the values atau wujudkan nilai-nilai.
Pertama, memandang ke masa yang akan datang. Pemimpin pelayan tidak hanya sibuk dengan rutinitas sehari-hari kini dan di sini, melainkan, melihat ke masa depan. Ia memiliki visi yang jelas tentang orang-orang yang dipimpinnya di masa depan, melalui program-program kerja yang dicanangkan dan ditindaklanjuti. Kedua, melibatkan dan mengembangkan orang yang dipimpin. Pemimpin pelayan akan mensejahterakan masyarakat yang dipimpin, bukan diri sendiri, keluarga atau golongannya.
Pemimpin pelayan tidak bekerja sendiri. Ia berkolaborasi melalui pelibatan dan pemberdayaan. Kaderisasi tetap dilakukannya, agar ia tidak melihat diri laksana mercusuar di tengah lautan. Meski demikian, banyak pemimpin saat ini, lupa bahwa tugasnya dibatasi usia dan masa jabatan. Mereka pun abai mengkaderkan bawahannya. Tugas pemimpin pelayan adalah memberdayakan seluruh staf dan menyiapkan kader-kader potensial, baik di lingkup institusi maupun daerah.
Ketiga, menemukan kembali secara terus menerus. Seorang pemimpin pelayan, mesti konsisten mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Ia tak henti memperluas dan memperdalam pengetahuannya. Ia terbuka terhadap berbagai kritik, saran dan masukan, walaupun itu datang dari seorang bawahan atau rakyat kecil. Ia menjadi inspirator yang terus mencari terobosan dan hal-hal baru untuk menyejahterakan rakyatnya. Penemuan akan potensi diri dan orang-orang yang dipimpin ada dalam setiap pergumulannya.
Pemimpin pelayan membuka kesempatan bagi staf atau bawahan yang kompeten, untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya melalui pengembangan sumber daya manusia secara berjenjang. Pemimpin pelayan tak segan-segan mendorong staf yang kompeten untuk studi atau belajar lebih lanjut, demi memperdalam kompetensi dan spesifikasinya, agar lebih kompeten di bidangnya. Pemimpin pelayan menjamin institusi maupun daerah, tidak kekurangan tenaga yang kompeten.
Keempat, menghargai hasil dan hubungan yang baik. Pemimpin pelayan selalu termotivasi untuk memaksimalkan kinerja, di setiap satuan dan unit kerja yang dipimpinnya. Ia juga tetap memelihara hubungan kerja yang harmonis, dengan bawahan atau rakyatnya. Ia selalu mendorong peningkatan kualitas kerja. Ia juga membuat evaluasi secara periodik. Tak lupa mengapresiasi staf atau rakyat yang memiliki orientasi dan capaian kinerja yang baik.
Kelima, mewujudkan nilai-nilai. Seorang pemimpin pelayan mengintegrasikan nilai-nilai untuk menopang tugasnya. Nilai-nilai yang dipandang sejalan dengan visi dan misi yang diemban, dipegang teguh. Nilai-nilai dasar seperti penghargaan, kejujuran, disiplin, militan, etos kerja yang tinggi dipegang teguh. Nilai-nilai itu, dirawat, dihidupi dalam tugas pengabdiannya. Sebab, tanpa nilai-nilai itu, pemimpin pelayan tidak akan terwujud secara maksimal.
Sebagaimana mimpi Cecilio (230/220-168 SM) bahwa manusia adalah berkah bagi manusia yang lain apabila mereka mengenali kewajibannya. Maka, seorang pemimpin, layaknya hadir sebagai pembawa berkah bagi orang-orang yang dipimpin. Ia mesti menyadari dan mengenali kebutuhan dasar mereka yang dipimpin. Dengan cara itu, akan mengantarnya kepada perwujudan solidaritas dan bekerja sama membangun daerah dan bangsa demi mensejahterakan rakyatnya.
Pemimpin pelayan hadir di tengah rakyatnya. Ia bukan hadir hanya saat reses atau kunjungan kerja, karena berbalut fulus. Ia hadir karena panggilan hati untuk membuat rakyat menemukan martabatnya. Ia selalu menanyakan apa yang dibutuhkan warganya. Ia berusaha memenuhi kebutuhan paling mendasar dari rakyatnya, bukan keinginannya sendiri. Maka, pilihlah sosok pemimpin yang rekam jejaknya dikenal luas dan mudah diakses masyarakat. Selamat memilih pemimpin pelayan. (*)