Tren Kasus Kekerasan Anak Meningkat, Didominasi Kekerasan Seksual

  • Bagikan
RAKOR. Para peserta rakor yang digelar DP3A Kota Kupang pose bersama di sela pelaksanaan kegiatan tersebut di Hotel Kristal, Selasa (29/8). (FOTO: ISTIMEWA).

KUPANG, TIMEXKUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) tentang anak berhadapan dengan hukum. Kegiatan rakor yang diikuti sejumlah stakeholder terkait ini digelar di Hotel Kristal, Selasa (29/8).

Rakor yang mengusung tema pelaksanaan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual, dalam sistem peradilan pidana anak, lingkup Kota Kupang ini melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, Polres Kupang Kota, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang, Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) NTT dan stakeholder terkait lainnya.

Dalam sambutannya saat membuka kegiatan rakor tersebut, Penjabat (Pj) Wali Kota Kupang Fahrensi Funay mengatakan, dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), menjadi langkah positif pemerintah untuk memastikan perlindungan yang lebih baik, bagi anak-anak yang terlibat dalam proses peradilan pidana.

"Termasuk bagi anak-anak korban kekerasan seksual, UU TPKS mengakui adanya hak-hak khusus anak termasuk memperoleh akses ke proses yang adil, perlakuan manusiawi serta rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Meskipun perlu diakui bahwa dalam prakteknya pelaksanaan UU TPKS masih menemui tantangan," ujarnya.

Menurutnya, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjamin terlaksananya UU TPKS, antara lain pendidikan dan pelatihan yang memadai bagi para penegak hukum. Tidak hanya bagi penegak hukum, tapi juga untuk profesional penyelenggara sistem peradilan anak, sehingga mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip UU TPKS dengan benar.

Selain itu, sambung Fahrensi, diperlukan sinergitas dan kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder penegak hukum serta penyelenggara sistem peradilan anak. Hal ini agar komitmen pemerintah dalam menjamin perlindungan hak-hak anak benar-benar terwujud sesuai amanah undang-undang.

Dia menyambut baik dan mengapresiasi Rakor ini, karena mengisyaratkan komitmen negara untuk menjamin seluruh anak Indonesia mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya. Terkhususnya, dalam agenda penanganan anak berhadapan dengan hukum dan perlindungan anak dari kekerasan seksual.

"Dalam menjalankan agenda-agenda tersebut perlu diingat bahwa sebagai tunas, potensi dan generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa, anak memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus. Sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi, yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia," ucapnya.

Karena menurut dia, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, Clementina Soengkono, mengatakan, pelanggaran masih sering terjadi dan dialami oleh anak-anak di Kota Kupang.

Dari data Dinas P3A Kota Kupang, dia menyebut, terdapat kenaikan jumlah korban dan kasus kekerasan terhadap anak sebesar 2,1 persen dan tahun 2021 sebanyak 60 kasus dan pada tahun 2022 sebanyak 127 kasus.

"Sedangkan pada tahun 2023 dari bulan Januari sampai Juni terdapat 70 kasus. Jenis kekerasan seksual masih mendominasi sebagai jenis kekerasan yang sering dialami oleh anak-anak. Oleh karena itu, perlindungan perlu diberikan kepada anak mengingat masih banyak pelanggaran hak baik di ruang domestik maupun publik," ungkapnya.

Dia menyebutkan, dengan dirancangnya undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, adalah langkah positif untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak, yang terlibat dalam proses Peradilan Pidana.

Undang-undang ini mengakui hak-hak khusus anak, termasuk akses ke proses peradilan yang adil, dengan perlakuan yang manusiawi serta rehabilitasi dan reintegrasi sosial.

"Namun pada prakteknya pelaksanaan UU TPKS dalam sistem peradilan pidana anak masih menghadapi tantangan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya adalah, pendidikan dan pelatihan yang memadai bagi para profesional di sistem peradilan anak, termasuk hakim, jaksa dan advokat, agar mereka dapat mengerti dan mengimplementasikan prinsip-prinsip UU TPKS dengan benar," pungkasnya.

Kegiatan ini, kata Kepala Dinas P3A, bertujuan untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami oleh lembaga layanan dalam pelaksanaan undang-undang Nomor 12 Tahun 2022, tentang tindak pidana kekerasan seksual dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. (cr2/gat)

Editor: Intho Herison Tihu

  • Bagikan

Exit mobile version