BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Terhitung seminggu terakhir sejak 22 September 2023, pelayanan air minum di Unit Watungong, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), mengalami gangguan. Penyebabnya, selain karena penurunan debit, juga karena kerusakan pada jaringan transmisi.
"Gara-gara adanya penurunan debit mata air, dan ada kerusakan pada pipa transmisi, sehingga selama satu minggu tidak ada layanan sama sekali. Sekarang khusus untuk Watungong, desa Satar Nawang, sudah kembali bisa dilayani. Sementara ke wilayah Lengko Ajang, belum bisa," ujar Kepala UPTD SPAM Matim, Fransiskus Yun Aga, kepada TIMEX di Borong, Jumat (29/9).
Fransiskus yang akrab disapa Kevin menjelaskan, kerusakan yang terjadi pada pipa transmisi, karena ada material batu yang melintas dalam pipa distribusi. Pada titik tertentu, petugas sudah berhasil mengatasi. Konsentrasi petugas saat ini, menelusuri pipa jalur menuju wilayah Lengko Ajang. Sehingga kemungkinan dalam pekan ini sudah bisa diatasi.
"Kalau pelayanan di Watungong sendiri, tidak terjadwal. Sementara untuk wilayah desa Golo Ngawan, Buti, Golo Pari, dan seluruh Kelurahan Wangkung Raya, berjadwal berganti hari. Walau terjadi penurunan debit, masih bisa melayani dengan baik. Namun kita berharap, dalam waktu mendatang tidak lagi terjadi penurunan," kata Kevin.
Dikatakannya, akibat kemarau panjang secara keseluruhan mengalami penurunan semua debit air yang dikelola oleh UPTD SPAM. Dimana dari 13 unit yang tersebar di kabupaten Matim, sejak awal sebagian terjadwal, dan sebagiannya tidak terjadwal, seperti Unit Elar, Wukir, dan Satar Kampas. Karena di 3 unit ini, kapasitas produksi dan kebutuhan konsumsi, masih lebih besar produksinya.
"Tiga unit ini terjadi penurunan, hanya saja kapasitas produksi dan jumlah sambungan rumah (SR) masih terdapat kelebihan air. Sementara untuk 10 unit lain yang sejak awal berjadwal, pada kondisi kemarau berkepanjangan ada beberapa unit penurunan besar, dan total sama sekali belum bisa terlayani," bilang Kevin.
Sebut saja lanjut Kevin, unit Pota yang bersumber dari Wae Tabar. Disini kapasitas produksi tidak mencukupi. Selain itu unit Wae Lengga yang bersumber dari Wae Buang, karena terjadi longsor dan belum bisa diperbaiki. Juga tidak bisa layani sama sekali di unit Mukun dengan sumber Wae Naru. Menurut Kevin, Rana Poja juga saat ini hanya benar-benar memberikan pelayanan dengan kondisi air yang tersedia.
Awal Rana Poja gabung dengan dua sumber, yakni Rana Rawuk dan Rana Rawuk. Namun masuk musim kemarau, Rana Rawuk total kering. Sementara kondisi sekarang, produksi Rana Poja hanya berada dibawah 2 liter per detik. Kondisi itu, sulit bisa melayani sampai ke wilayah Bea Muring. Sementara pelanggan sebagian besar ada di wilayah tersebut.
Kemudian, untuk unit Borong dan Lawir, terjadi penurunan debit tetapi tidak begitu signifikan, sehingga masih diberi pelayanan sesuai jadwal. Sementara di Mano yang bersumber Wae Ros terjadi penurunan, dan mengganggu pelayanan. Awalnya berjadwal 4 kali dalam seminggu dengan durasi waktu 8 jam, kini 2 kali seminggu dengan durasi waktu 4 jam.
"Kemarau kali ini, membuat kita sebagai pengelola, cukup was-was. Sumber air yang besar saja seperti Wae Ros, mengalami penurunan. Belum lagi pipa yang berada di jalur melewati persawahan, sering terjadi kerusakan atau pengambilan air secara liar. Sehingga kami berharap, supaya jaringan yang ada harus dijaga bersama, karena air di dalam pipa itu dibutuhkan banyak orang di sisi hilir," pinta Kevin.
Dia menambah, kondisi kemarau menjadi peringatan dini bagi seluruh masyarakat, dan bukan saja pengguna air minum. Disini jika tidak memperhatikan cadangan air seperti hutan, maka bukan tidak mungkin satu atau dua tahun kedepan akan mengalami krisis air. Apalagi kebutuhan air, tidak saja untuk minum saja, namun juga untuk irigasi, sumber energi listrik, dan lainya. (kr1)
Editor: Intho Herison Tihu