KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) mayoritas berprofesi sebagai petani. Beragam persoalan sering dialami, mulai dari ancaman kekeringan, hama dan kelangkaan pupuk. Pupuk sendiri digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian. Namun masalah ini tak kunjung dipecahkan oleh pemerintah.
Melihat masalah yang dialami masyarakat setiap tahun ini, dosen Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) dan Universitas Widya Mandira (UNWIRA) Kupang berkolaborasi melakukan penelitian dan pengabdian guna mengatasi kelangkaan pupuk dengan berbahan dasar limbah tempurung lontar menjadi arang (biochar).
Didukung melalui program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) 2023 Kemdikbudristekdikti, tim pengabdian menyasar kelompok muda dan ibu-ibu di GMIT Ebenhaezer Bilamun, Desa Baumata Timur, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang.
Gereja ini memiliki jemaat sebanyak 105 Kepala Keluarga (KK). Dan mata pencaharian jemaat pada umumnya sebagai petani (sekitar 85%). Dalam perkembangan gereja memiliki 4 kelompok (kategorial) yaitu Bapak, Ibu, Pemuda dan Anak-Remaja.
Permasalahan mitra yang biasanya terjadi adalah kelangkaan pupuk, produktivitas pertanian tidak stabil, serangan hama, dan peningkatan kesejahteraan jemaat. Selain itu, perlu adanya motivasi kepada kelompok di jemaat ini khususnya kepada ibu dan pemuda dalam menyikapi masalah yang ada.
PKM yang dilakukan merupakan dana hibah Pemberdayaan Berbasis Masyarakat (PBM) oleh DRTPM Kemdikbudristekdikti dilakukan oleh tim pengabdi yang diketuai Merpiseldin Nitsae, M.Si, dan Dr. Jonathan E. Koehuan, MP serta Hildegardis Missa, M.Sc selaku anggota tim.
Ketua Tim, Merpiseldin Nitsae mengatakan bahwa kegiatan tersebut juga melibatkan tiga orang mahasiswa yaitu Erik Sandy Banu dan Arniati Ina Kii dari UKAW serta Patrisia M. Dae Lolonrian dari UNWIRA Kupang.
"Bentuk keterlibatan mahasiswa sebagai wujud implementasi MBKM untuk pencapaian indikator kinerja utama (IKU). Capaian IKU dimaksud adalah mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus (IKU 2) dan dosen menerapkan hasil penelitian dengan cara berkegiatan di luar kampus (IKU 5)," katanya.
Disebutkan, bentuk kegiatan yaitu sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan. Sosialisasi dan pelatihan telah dilaksanakan di gedung kebaktian GMIT Ebenhaezer Bilamun, pada tanggal 17-18 September 2023.
Merpiseldin menjelaskan, bentuk pemberdayaan yang dilakukan adalah pemanfaatan tempurung lontar menjadi produk arang (biochar). Biochar digunakan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanaman, menyimpan atau menyimpan hara dan air, meningkatkan pH dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, menciptakan habitat yang baik untuk perkembangan mikroorganisme, mengurangi laju emisi, mengakumulasi karbon dalam jumlah besar, serta meningkatkan produksi tanaman pangan.
"Biochar yang dihasilkan digunakan oleh kelompok muda dan Ibu jemaat GMIT Ebenhaezer Bilamun untuk menerapkan konsep pertanian ramah lingkungan (eco farming) menggunakan sistem tanam tumpang sari. Lahan yang digunakan sebesar 30mx10m," katanya.
"Bedengan yang dibuat berukuran 4mx1m tiap sisi kiri dan kanan lahan. Dengan ukuran lahan dan bedengan seperti ini membutuhkan perbandingan biochar bokashi tanah yaitu 1: 2: 4. Biochar dapat digunakan dengan cara ditabur, dicampur, atau dilarutkan," tambahnya.
Disebutkan, sosialisasi dilakukan oleh dua orang pemateri yaitu tenaga ahli bidang pertanian, Dr.T., Jonathan E. Koehuan, MP. (materi eco farming dan sistem tanam tumpang sari) dan Praktisi, Musa Manao (pembuatan bokashi), dengan dimoderatori Hartini R.L. Solle, M.Sc. (Dosen Prodi Pendidikan Biologi, UKAW).
"Tahapan pendampingan dilakukan selama 3 bulan kegiatan September-Desember 2023," sebutnya.
Ketua Majelis Jemaat GMIT Ebenhaezer Bilamun, Pdt. Elfrantin J. De Haan, M.Th mengatakan PKM ini merupakan kegiatan yang membangun baik sebagai jemaat di gereja maupun masyarakat umumnya.
Ia berharap, melalui PKM ini, dapat menolong jemaat agar lebih berdaya, berguna dan mandiri kedepannya. "Kegiatan ini menolong kami untuk mengembangkan diri khususnya jemaat. Kami memiliki pengetahuan-pengetahuan yang baru dan lebih luas untuk melakukan praktek-praktek kerja di lapangan," katanya.
Sedangkan, Jechmus Nautu, perwakilan kelompok muda mengaku menyambut baik kegiatan PKM tersebut sebab memberikan dampak yang positif dalam mengembangkan potensi pertanian di wilayahnya itu.
"Ini memberikan pengetahuan dan memotivasi bagi kami pemuda untuk bekerja sebagai petani profesional dengan memanfaatkan potensi lokal dalam mengembangkan pertanian," ungkapnya.
Selfince Costa-Tubulau, perwakilan kelompok Ibu-ibu menyampaikan terima kasih kepada tim PKM karena sudah memilih gereja dan melibatkan ibu-ibu rumah tangga dalam kegiatan tersebut.
Dikatakan pemahaman masyarakat terhadap potensi alam di wilayah tersebut masih sangat minim sehingga belum bisa dikelola secara maksimal. Dan seringkali mengharapkan bahan kimia lalu dijadikan sebagai persoalan.
"Pemahaman kami sangat kurang. Banyak potensi lokal yang seharusnya bisa dijadikan sebagai pupuk. Dan berkat tim PKM UKAW dan UNWIRA ini, kami baru mengetahui hal ini. Dengan ilmu baru ini, kami sebagai ibu rumah tangga dapat membantu usaha pertanian di lingkungan kami," tandasnya. (*/r3)