KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Pegawai honorer di instansi pemerintah resmi dihapus. Hal itu tercatat dalam revisi Undang-undang Nomor 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diteken Presiden Jokowi, 31 Oktober 2023 lalu.
Selain dihapus, pemerintah juga dilarang merekrut tenaga honorer baru untuk mengisi jabatan ASN.
Larangan tersebut diatur dalam Pasal 65 ayat (1) yang menyatakan pejabat pembina kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Untuk itu, pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024. Adapun penjelasan Pasal 66 mengatakan, penataan yang dimaksud adalah verifikasi, validasi dan pengangkatan oleh lembaga yang berwenang.
Sejak UU itu mulai berlaku, instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN. Bagi pemerintah yang mengangkat tenaga honorer akan dikenai sanksi sesuai UU yang berlaku.
Kepala Badan Kepegawaian Provinsi NTT, Henderina Laiskodat kepada Timor Express, Rabu (8/11) lalu menjelaskan, belum ada arahan detail dari pusat. Sebab, UU tersebut belum memiliki aturan turunannya.
"Belum ada aturan turunannya, jadi kita tunggu saja aturannya baru kita laksanakan," ucapnya.
Dirinya menyebut, di Pemerintah Provinsi NTT sendiri memiliki lebih dari lima ribu pegawai honorer yang tersebar merata di tiap OPD. Selama ini pengangkatan tenaga honorer dilakukan berdasarkan kebutuhan pemerintah daerah.
"Tergantung kebutuhan daerah, bukan saja di NTT tapi di semua daerah juga sama," ucapnya.
Ia mengatakan, masih menunggu arahan lebih lanjut dari pemerintah pusat terkait UU ASN tersebut.
Sementara, Kepala Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT, Zakarias Moruk mengatakan, selama ini gaji tenaga honorer diambil dari pendapatan asli daerah (PAD). Di tahun 2024 pun juga tetap dialokasikan. Dengan total anggaran gaji tenaga honorer tahun 2024 sebesar Rp 156 miliar.
"Alokasi per bulan sekitar Rp 13 miliar. Tapi tahun depan pasti berkurang kalau UU ASN terbaru sudah dijalankan," ungkap Zakarias.
Pakar Hukum Tata Negara dari Undana, John Tuba Helan menyampaikan, sebenarnya tenaga honorer/kontrak sudah berakhir sejak berlakunya UU Nomor 5/2014 tentang ASN. Sebab dalam UU tersebut hanya dikenal dua jenis ASN, yakni pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Menurutnya, penataan yang dimaksud dalam UU ASN terbaru, memberikan kesempatan bagi tenaga honorer untuk diangkat menjadi CPNS atau bahkan PPPK. Meskipun begitu, menurut John, tidak ada dasar hukum pengangkatan tenaga honorer.
"Tidak ada dasar hukum pengangkatan tenaga honorer/kontrak. Maka sekarang ada kebijakan pemutihan dalam tenggat satu tahun itu tidak benar, seolah-olah pegawai kontrak sah menurut hukum dan diakhiri berdasarkan UU ASN yang baru," tegas John.
Lanjutnya, tidak ada landasan hukum, tidak ada prosedur pengangkatan dan tidak ada dasar penggajian. Hal ini bukan saja di provinsi, tetapi juga pemerintah pusat dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
"Kalau ada pihak mengatakan ada dasar hukum, maka tunjukan dasar hukumnya supaya kita bisa diskusikan. Bukan melanggar hukum, tapi tanpa dasar hukum," pungkasnya.
John melanjutkan, meskipun atas dasar kebutuhan daerah, tetapi harus memiliki dasar hukum terlebih dahulu. Hukum yang mengatur siapa pejabat yang mengangkat tenaga kontrak/honorer, prosedur pengangkatan, besar dan dari mana sumber penggajian.
"Tanpa dasar hukum, maka disebut ilegal," katanya.
Dikatakan, dahulu pernah dilarang perekrutan tenaga honorer dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48/2005, tetapi dilanggar sehingga menjadi masalah sampai saat ini.
Untuk itu, menurut John, adanya UU ASN terbaru pun tidak memberikan dampak yang berarti, karena materinya tidak jauh berbeda dengan UU ASN lama.
"Hanya diutak-atik sana sini sehingga menjadi UU baru. Tidak ada nilai kebaruan," tambahnya.
Ia menyebut, dalam UU ASN terbaru, untuk pengangkatan pun ada kriteria tertentu, sehingga tidak semua honorer bisa diangkat.
Disamping itu, anggota Komisi I DPRD Provinsi NTT, Ana Waha Kolin menegaskan, seluruh proses apapun terkait UU ASN terbaru harus berlangsung sesuai proses dan mekanismenya serta sesuai peruntukan formasi yang ada di tiap OPD.
Ia berharap dalam mekanisme pengangkatan honorer ke depan, tidak ada istilah "titipan orang dalam". Pemerintah harus menjalankan tugasnya dengan bersih dan transparan.
"Bila perlu pemprov harus punya data yang valid tentang tahun kerja honorer tersebut sehingga bisa mengajukan dan mengadvokasi dengan argumen yang kuat ke pemerintah pusat tentang formasi sesuai tenaga yang ada," tuturnya. (cr1/ays)