37 Anggota DPRD Kota Kupang Didesak Kembalikan
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang melakukan aksi damai di depan Kantor DPRD Kota Kupang, Rabu (15/11). Karena tidak ada satu pun anggota DPRD yang ada di kantor maka massa aksi. pun bergerak menuju ke Balai Kota Kupang.
Di Balai Kota Kupang, mereka diterima oleh Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Kupang, Ade Manafe. Aksi damai oleh sejumlah mahasiswa ini sebagai bentuk pernyataan sikap GMNI Cabang Kupang atas kenaikan tunjangan anggota DPRD Kota Kupang.
Koordinator lapangan aksi damai GMNI Cabang Kupang, Ram Sarbity mengatakan, tunjangan bagi anggota DPRD merupakan hal wajib yang diterima oleh seluruh anggota DPRD yang ada di Indonesia, begitupun dengan anggota DPRD Kota Kupang periode 2019-2024.
"Anggota DPRD Kota Kupang yang berjumlah 40 orang dipastikan telah menerima tunjangan yang bersumber dari APBD Kota Kupang. Namun, belakangan ini penerimaan tunjangan transportasi dan perumahan oleh 37 anggota DPRD Kota Kupang menuai banyak penolakan. Sebab, kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan tahun 2022 tidak didasarkan dengan alasan rasional dan bertabrakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkapnya.
Menurutnya, berdasarkan peraturan Wali Kota Nomor 3 Tahun 2015, dijelaskan bahwa total besaran tunjangan transportasi dan perumahan bagi 37 anggota DPRD Kota Kupang, selama satu tahun, sebesar Rp 10. 212.000.000, dengan rincian tunjangan transportasi sebesar Rp 11,45 juta per orang perbulan dan tunjangan perumahan Rp 8,5 juta per orang per bulan.
Sedangkan dijelaskan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) yang baru Nomor 39 Tahun 2022 bahwa tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Kota Kupang mengalami peningkatan yang signifikan dengan total penerimaan per tahun sebesar Rp 16.872.000.000. Rincian tunjangan transportasi sebesar Rp 21 juta per orang per bulan dan tunjangan perumahan Rp 17 juta per orang dan ini berlaku setiap bulan.
"Jika dikaitkan Perwali Nomor 39 tahun 2022 dengan peraturan perundang-undangan yang ada di antaranya, Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD, pada pasal 17 ayat 123.4,5 menjelaskan bahwa penetapan besaran tunjangan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat yang berlaku dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan besaran tunjangan tidak boleh melebihi tunjangan anggota DPRD provinsi," ungkapnya.
Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 PMK.02.2021 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2021, tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2021. Pada lampiran 1 tabel 37.22 19 halaman 37, harga sewa kendaraan operasional Pejabat Eselon II di Nusa Tenggara Timur sebesar Rp14.850.000 per bulan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 tahun 2017 tentang pengelompokkan kemampuan keuangan daerah serta pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana operasional.
Terhadap kejanggalan tersebut maka GMNI Cabang Kupang yang merupakan organisasi perjuangan menyatakan sikap, mengecam anggota DPRD yang menari di atas penderitaan rakyat Kota kupang, dimana dengan kondisi keuangan daerah yang sedang tidak stabil namun masih menikmati tunjangan yang bernilai fantastis.
Mengecam anggota DPRD Kota Kupang yang menjadi budak eksekutif. Terhadap peryataan ini adapula yang menjadi tuntutan dari masa aksi adalah mendesak anggota DPRD Kota Kupang untuk mengembalikan anggaran tunjangan transportasi dan perumahan.
Mendesak DPRD membentuk pansus untuk menelusuri tunjangan anggota DPRD Kota Kupang.
Menanggapi aksi damai dan tuntutan massa aksi kemarin, Ketua Komisi I DPRD Kota Kupang, Juvensius Tukung mengatakan, sikap dari GMNI Cabang Kupang itu karena mengikuti dan mengawal proses pembangunan di Kota Kupang.
Namun demikian, mungkin anggota GMNI belum mengetahui secara menyeluruh tentang mekanisme penganggaran hingga lahirnya Peraturan Wali Kota (Perwali) tunjangan transportasi dan tunjangan rumah.
"Tunjangan itu dirasa masih dalam taraf wajar atau masih normal. Apalagi, Kota Kupang adalah ibu kota Provinsi NTT, masih ada beberapa kabupaten lain yang justru lebih besar, misalnya Manggarai dan Manggarai Barat," jelasnya.
Dia meminta agar GMNI mengkaji masalah tersebut secara komprehensif hingga kemudian tidak terjadi disinformasi. Tunjangan transportasi dan perumahan tidak terpisahkan dari gaji, dan ada rujukannya PP 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan pimpinan dan anggota DPRD.
"Kemudian dalam satu poin tidak melebih tunjangan dari anggota DPRD Provinsi NTT. Kalau dibilang wajar atau tidak, dirasa bahwa masih sangat wajar. Jadi tidak bisa mengandaikan kami harus naik angkot saat kunjungan ke basis, itu kan tidak sesuai dan ada pedoman hukumnya," jelasnya.
Dia mengatakan, dalam ruang dokumen APBD yang disusun dan dibahas di DPRD, tentu ada payung hukumnya, setelah itu dilakukan asisten ke pemerintah Provinsi NTT.
"Dan ranahnya pemerintah untuk melahirkan Perwali. Kalau tidak sesuai dengan regulasi tentu saat asistensi itu pasti dibatalkan oleh pemerintah Provinsi NTT. Jadi, tidak ada aturan yang dilanggar," jelas politisi Nasdem ini.
Dia mengatakan, ruang terbuka untuk diskusi pun terus dibuka selebar lebarnya. Bahkan harus dijelaskan secara transparan saja semuanya, termasuk tunjangan rumah, transportasi, makan dan minum pimpinan DPRD dan Penjabat Wali Kota Kupang.
"Mari kita buka semua agar masyarakat tahu, bahwa semua yang diputuskan ini tentu ada dasar hukumnya. Jangan sampai salah persepsi apa lagi menjelang Pemilu, jangan sampai ada permainan yang akhirnya menganggap bahwa kami ini seperti manusia paling berdosa di muka bumi ini," tegasnya.
Dia meminta agar Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Kupang untuk menjelaskan hal ini secara baik, jangan sampai salah persepsi dan memanfaatkan momen menjelang Pemilu ini. (thi/gat)