KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Sebagai penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituntut untuk harus terbuka apabila memiliki hubungan kekeluargaan dengan peserta pemilu atau pun tim kampanye.
Berkenan dengan itu, Ketua Divisi Teknis Penyelenggara KPU Provinsi NTT, Lodowyk Fredrik secara terang-terangan menyampaikan, dirinya memiliki hubungan kekerabatan dengan salah satu calon legislatif (caleg) anggota DPR RI dari Dapil 2 NTT, Nomor Urut 5, Partai Gerindra atas nama Oktobius Wiritana Ringu.
"Benar, hubungannya sebagai adik kandung saya," singkatnya ketika dikonfirmasi, Senin (20/11).
Ia menjelaskan, sejak jauh hari sebelum tahapan pemilu dimulai pada tahun 2022, Oktobius telah menyampaikan keinginannya untuk maju Caleg DPR RI. Hal itu menimbulkan proses diskusi yang alot di internal keluarga.
"Saya awalnya keberatan karena saya sebagai penyelenggara pemilu tingkat provinsi, meskipun dia maju di DPR RI," ungkap Lodowyk.
Namun, dirinya paham bahwa setiap orang memiliki hak berpolitik, termasuk adiknya. Karena itu, dirinya tidak dapat mengekang hak sang adik untuk maju caleg DPR RI.
"Prosesnya berlangsung di KPU RI, bukan di provinsi. Kami (KPU Provinsi) hanya menangani khusus caleg DPR Provinsi, Kabupaten/Kota pun kami tidak tahu," tambahnya.
Sehingga, pasca penetapan daftar calon tetap (DCT) pada 3 November lalu, adiknya resmi maju sebagai calon DPR RI. Berdasarkan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Perilaku Penyelenggara Pemilu, pada Pasal 8 poin k, yang mengatakan bahwa penyelenggara pemilu yang memiliki hubungan keluarga dengan peserta pemilu atau tim kampanye wajib menyatakan secara terbuka dalam rapat pleno.
"Saya baru sampaikan sekarang karena ada kepastian dia menjadi calon tetap. Terkait penyampaian terbuka di pleno, saya sudah lakukan setelah penetapan kemarin di rapat pleno resmi KPU Provinsi," sebutnya.
Menindaklanjuti pleno tersebut, pada pasal 14 poin a, Lodowyk pun terbuka menyampaikan ke publik bahwa ia memiliki hubungan kekeluargaan dengan caleg DPR RI tersebut.
"Harapan saya dapat publik dapat mengontrol saya, apabila ada sikap saya yang tidak profesional, saya bersedia ditegur dan menerima masukkan," sebutnya.
Lodowyk menyampaikan, ia sangat terbuka menerima masukkan maupun koreksi apabila didapati kerja-kerjanya yang tidak profesional akibat hubungan kekerabatan tersebut.
"Saya kembalikan ke publik apabila ada hal sikap kerja saya yang tidak profesional, saya siap dikoreksi. Prinsipnya saya melayani semua peserta pemilu secara adil dan setara," tuturnya.
Disamping itu, Pengamat Politik dari Undana, Yeftha Sabaat menyampaikan, pada dasarnya penyelenggara pemilu seharusnya mampu menjaga dan mempertahankan eksistensinya melalui sifat profesionalisme, independensi dan integritas.
"Tapi tidak juga bisa jadi jaminan apabila pihak penyelenggara punya hubungan keluarga dengan kontestan, justru inilah terbuka peluang kecurangan akan terjadi," ucap Yeftha.
Karena itu, Yeftha berharap, pemilu yang adalah momentum warga negara untuk menentukan arah bangsa dengan memberikan hak suara. Maka, tiap warga negara diharapkan dapat bersama-sama mengawal segala proses pemilu dengan baik, agar dapat berjalan dengan profesionalitas, netralitas dan akuntabilitas. (cr1/rum)