KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur, menyikapi kasus perkara yang tengah dihadapi Bank NTT.
Kuasa Hukum Bank NTT, Apolos Djara Bonga, mengatakan, yang dicermati dari amar putusan yang menyatakan untuk menempatkan penggugat Izhak Eduard sebagai Direktur Utama Bank NTT. Oleh karenanya persepsi yang sesat atas putusan tersebut hanya bertujuan untuk merongrong bank NTT.
"Sekali lagi kami tegaskan bahwa pengertian tersebut hanya merupakan pembohongan publik," kata Apolos, saat melakukan konferensi pers di Hiu Resto, Kamis (23/11).
Dikatakan, bank NTT telah menyatakan banding atas putusan Pengadilan Negeri Kupang dalam perkara nomor 309/pdt.G/2022/PN.Kpg, yang dimaksud dengan banding adalah pengajuan keberatan atas keputusan Pengadilan Negeri untuk diadakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi.
Menurutnya, banding mempunyai landasan hukum untuk tidak menerima putusan pengadilan negeri, karena merasa hak-hak sebagai pembanding terserang atau diabaikan oleh majelis hakim, tanpa alasan hukum atau merasa putusan pengadilan negeri tidak benar dan tidak adil.
Dia mengatakan, banding adalah permintaan ke Pengadilan Tinggi untuk dilakukan pemeriksaan ulang atas perkara tersebut, sesuai dengan ketentuan pasal 199 sampai dengan pasal 205 RBg, Pasal 6 dan pasal 7 undang-undang Nomor 20 Tahun 1947, dan pasal 26 ayat 1 undang-undang nomor 48 Tahun 2009, pasal 21 undang-undang nomor 4 Tahun 2004 pasal 9 undang-undang nomor 20 Tahun 1947 mencabut ketentuan pasal 188 s.d pasal 194 HIR.
Dia mengatakan, upaya banding yang dilakukan oleh para penggugat adalah upaya untuk mencari keadilan pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
"Jadi kalau ada oknum yang coba-coba menghalangi dengan cara membuat informasi bohong atau Putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka perbuatan tersebut berindikasi melalui hukum dan melawan hak orang lain," ujarnya.
Dikatakan, alasan banding atas putusan majelis hakim dalam perkara nomor 309/pdt.G/2022/PN.Kpg, karena dalam putusan tersebut majelis hakim tidak memeriksa seluruh bagian dalil gugatan maupun tuntutannya, majelis hakim tidak diperkenankan untuk mempertimbangkan hanya sebagian kecil saja dari dalil gugatan tersebut, yang seharusnya majelis hakim mempertimbangkan seluruh dalil gugatannya dan dengan alasan hukum apa majelis hakim menolak atau menerima pasal 178 ayat 2 HIR, pasal 189 ayat 2 RBg.
"Putusan majelis hakim bertentangan dengan asas hukum perdata yang menyatakan actors incumbit probation, yang artinya siapa yang menggugat dialah yang membuktikan. Secara eksplisit diatur dalam pasal 163 HIT/Pasal 283 RBg dan pasal 1863 KUHP perdata, di mana penggugat tidak mampu membuktikan dalil gugatannya dalam persidangan.
Apolos melanjutkan, putusan majelis hakim melebihi kewenangan atau Ultra Vires, di mana majelis hakim menyatakan keputusan 160/KEP/HK/2020 tanggal 6 Mei 2020 adalah tidak sah. Putusan majelis hakim tersebut melampaui kewenangannya atau Beyond The Power of his Authority, karena untuk menyatakan tidak sahnya suatu surat keputusan pejabat tata usaha negara bukan kewenangan majelis hakim dalam perkara nomor nomor 309/pdt.G/2022/PN.Kpg.
Tetapi, kata Apolos, adalah kewenangan pengadilan tata usaha negara sesuai undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara, undang-undang nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.
"Formulasi putusan yang tidak sistematis dan tidak ada dasar hukum seperti mengabulkan kerugian moril sebesar Rp 1 Miliar tanpa dasar hukum, argumentasi hukum dan analisis hukum untuk menentukan nilai tersebut, hanya berdasarkan perasaan majelis hakim saja, hal ini tidak sesuai ketentuan pasal 184 ayat 1 HIT dan pasal 196 RBg," ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Apolos, tidak ada alasan hukum dan dasar hukum untuk melaporkan proses banding ini ke pihak manapun, itu semata-mata hanya upaya oknum tertentu untuk mendapatkan uang negara dengan cara menghalang-halangi pihak tergugat untuk melakukan banding.
Konferensi pers ini juga dihadiri oleh Direktur Kepatuhan Bank NTT, Christofel Adoe, Komisaris Independen, Sam Djo, dan Pit Jamdu, Pakar Hukum Koperasi dan Perbankan. (*)