JAKARTA,TIMEX.FAJAR.CO.ID - Fraksi PKB DPR RI tegas menolak wacana percepatan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Pasalnya, hal ini dinilai akan memicu kompleksitas masalah hukum dan politik yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
“Kami ingin mengklarifikasi kesimpulan dari pimpinan DPR yang menyatakan PKB menyetujui dengan catatan atas pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada. Kami tegas menyatakan pembahasan tersebut belum layak untuk ditindaklajuti,” ujar Juru Bicara Fraksi PKB Abdul Wahid, Jumat (1/12).
Untuk diketahui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota disepakati menjadi RUU Inisiatif DPR. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna (Rapur) DPR RI Masa Persidangan ke-IX Tahun Sidang 2022-2023 pada Selasa (21/11/2023).
Rapat dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani. Dari sembilan fraksi DPR, enam menyatakan menerima, satu menolak, dan dua menerima dengan catatan.
Wahid menyayangkan proses pengambilan keputusan dan kesimpulan atas pendapat masing-masing fraksi terhadap wacana pembahasan revisi RUU Pilkada yang dilakukan oleh pimpinan DPR. Sebab menurutnya, pimpinan DPR terkesan grusa-grusu sehingga tidak menangkap aspirasi dari masing-masing fraksi secara utuh.
“Bahkan kami tidak diberikan waktu untuk menyampaikan pandangan fraksi secara resmi di hadapan rapat paripurna. Sehingga publik tidak mengetahui secara komprehensif sikap dari fraksi PKB,” katanya.
Lebih lanjut, Wahid menegaskan, Fraksi PKB keberatan atas rencana pengubahan dan pemajuan jadwal Pilkada serentak menjadi September 2024. Menurutnya pelaksanaan Pilkada Serentak lebih baik sesuai jadwal awal yakni November 2024.
“Kesepakatan pelaksanaan di November 2024 itu telah diatur dalam Undang-undang yang dahulu diputuskan secara matang dan telah menjadi kesepakatan fraksi-fraksi di DPR dengan Pemerintah termasuk Presiden RI,” katanya.
Fraksi PKB, kata Wahid, menilai saat ini tidak ada kegentingan maupun urgensi sehingga harus ada percepatan pelaksanaan Pilkada 2024. Alasan agar kepala daerah bisa lebih cepat bekerja di Januari 2025 yang diajukan pemerintah terkesan dibuat-buat.
“Apalagi pemerintah telah berkonsultasi dengan Komisi II terkait opsi penerbitan Perppu untuk percepatan jadwal Pilkada. Kalau saat ini pembahasan RUU terkait isu yang sama maka bisa memunculkan kerancuan,” katanya.
Wahid juga mengungkapkan, ada beberapa kejanggalan terkait keinginan pemerintah untuk mempercepat waktu Pilkada 2024. Salah satunya percepatan melalui revisi RUU Pilkada tersebut tidak disertai dengan naskah akademis (N/A).
“Padahal salah satu syarat pembahasan RUU harusnya didasarkan pada naskah akademis yang mengisyaratkan jika RUU tersebut telah dikaji dengan matang oleh banyak kalangan termasuk akademisi, masyarakat sipil, hingga praktisi Pemilu,” katanya.
Fraksi PKB khawatir jika kengototan pemerintah dalam mempercepat Pilkada 2024 memicu berbagai dampak negatif. Termasuk anggapan jika ada kepentingan politik kekuasaan untuk mempengaruhi hasil Pilkada Serentak tahun 2024.
“Terus terang kami khawatir keputusan-keputusan besar termasuk percepatan atau pemunduran waktu Pilkada akan kian memanaskan situasi politik jelang Pemilu 2024,” pungkasnya.(jpc/rum)