KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Berbagai persoalan entah itu bersifat nasional maupun internasional terus menghantui kehidupan bangsa dan negara. Polemik yang kian terjadi dalam berbagai bidang berpeluang memecah belah bangsa.
Karena itu, diperlukan kekritisan dari generasi penerus bangsa, yakni mahasiswa untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman sebanyak mungkin. Mahasiswa dinilai harus kritis sebab, setiap hari manusia selalu dihadapkan dengan berbagai permasalahan, isu-isu dan narasi yang mempengaruhi kehidupan.
Mahasiswa sebagai agen perubahan harus membawa perubahan yang penting ditengah masyarakat, yakni salah satunya dengan berpikir kritis.
Untuk itu, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira), menggelar seminar internasional bertema “International Conference on Philosophy and Civilization”, Sabtu, (3/11), di Aula St. Hendrikus, Gedung Rektorat Unwira.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Filsafat, Fr. Faldi menyampaikan, seminar internasional tersebut berguna untuk mengasah kemampuan berpikir kritis mahasiswa terkait berbagai masalah.
"Dapat membuat mahasiswa mengasah kemampuan analisis terkait masalah yang tengah dihadapi dunia saat ini, terkhususnya di negara kita sendiri,” jelas Fr. Faldi.
Dalam seminar tersebut dibahas berbagai persoalan, diantaranya perkembangan informasi dan teknologi, demokrasi yang dihantui populisme dan politik identitas, krisis ekologis serta terorisme peperangan yang marak terjadi dan produksi hoaks yang merajalela.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 4 pemateri, 3 pemateri berasal dari luar negeri, 1 pemateri dari Indonesia, yakni dan Dr. Watu Yohanes Vianey (Indonesia).
Disamping itu, seminar tersebut juga menggunakan bahasa inggris dengan mengundang tiga narasumber dari luar negeri, yakni Wojciech Lewandowski dari Polandia, Winibaldus Stefanus Mere dari Jepang, Fransisco da Costa dari Timor Leste dan Watu Yohanes Vianey dari Indonesia.
“Karena seminar ini menggunakan bahasa inggris, para peserta juga dapat mengembangkan kemampuan listening, reading, dan speaking dalam bahasa inggris," ungkapnya.
Sementara itu, Fransisco da Costa sesudah memaparkan materinya, berterima kasih kepada Unwira yang telah memberikannya kesempatan untuk menjadi pemateri. Ia berharap, materi yang telah disampaikan dapat berguna dan bermanfaat bagi mahasiswa.
“Saya sangat gembira ketika diundang, tetapi juga ada rasa takut karena Bahasa Indonesia saya masih jatuh bangun, tapi saya tetap bersyukur bisa datang ke Unwira," pungkasnya. (cr1/thi)