Lawan Radikalisme dengan Ideologi Pancasila
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Direktorat Intelkam Polda NTT menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Pancasila. Kegiatan FGD mengusung tema 'Optimalisasi peran milenial NTT guna memahami kontra radikalisme yang bertentangan dengan Pancasila dalam rangka terpeliharanya Sitkamtibmas yang kondusif menjelang Pemilu tahun 2024 di wilayah NTT'.
Hadir sebagai peserta dalam kegiatan ini, para pelajar SMA, mahasiswa, ormas Cipayung dan undangan lainnya. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Wadir Intelkam, AKBP Agustinus Christmas di aula Hotel Sylvia, Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, Kamis (7/12).
Pada kesempatan itu, AKBP Agustinus Christmas menjelaskan, FGD yang digelar itu bertujuan untuk mengoptimalkan peran kaum milenial terkait radikalisme dan terorisme untuk mewujudkan Sitkamtibmas yang kondusif. Selain itu, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mengantisipasi radikalisme.
"Radikalisme yang dilarang adalah yang bertentangan dengan Pancasila," ungkap AKBP Agustinus.
Dirinya berharap agar FGD tersebut bisa menghasilkan konsep gagasan untuk NTT bagaimana menentang paham demokrasi yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam FGD tersebut menghadirkan tiga pembicara yang berkompeten di bidangnya.
Masing-masing, Ahmad Atang, selaku Ketua Program Studi Magister Sosiologi Pasca Sarjana Universitas Muhammadyah Kupang, Yohanes Octavianus, selaku Kepala Badan Kesbangpol NTT yang juga ketua FKPT NTT dan AKBP Purnawirawan I Ketut Suwijana, selaku pengamat intoleransi, radikalisme dan terorisme.
FGD tersebut dipandu oleh Amir Kiwang yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK).
Pada kesempatan itu, Kepala Badan Kesbangpol NTT, Yohanes Octavianus, memaparkan materi tentang milenial cerdas memilih organisasi yang tidak berafiliasi dengan kelompok radikal anti Pancasila.
Dikatakan, ciri-ciri radikalisme yaitu kaku dan tekstualis dalam bersikap. Ekstrem, fundamentalis dan eksklusif. Selalu bersemangat mengoreksi orang lain. Menggunakan kekerasan, memiliki kesetiaan lintas negara, musuh yang tidak jelas identitasnya, senang memilih jalan peperangan, bersemangat pada isu penegakan negara agama dan mengkafirkan orang lain.
Ciri-ciri organisasi kelompok radikal, jelasnya, menentang ideologi negara Pancasila, penyelesaian perkara dengan kekerasan atau senjata.
"Faktor penyebab radikalisme yaitu, pemikiran, ekonomi, politik, sosial, psikologis dan pendidikan," ungkapnya.
Radikalisme bisa dengan mudah disisipkan dalam pengajaran.
"Apakah ada, saya sampaikan itu ada," ujarnya.
Jika radikalisme tidak bisa dicegah maka akan menjadi terorisme. Dan, ini tahapannya sudah nekat bahkan hingga bunuh diri. Karena itu, pentingnya keterlibatan aktif kaum muda yaitu memberdayakan pikiran-pikiran muda serta terus membangun ketahanan (optimis dan patriotis) serta bimbingan dan panduan.
"Upaya pemerintah mencegah radikalisme hingga terorisme. Kita perlu bekerja sama semua pihak untuk menjaga perdamaian," jelasnya.
Sementara pemateri selanjutnya, AKBP Purnawirawan I Ketut Suwijana, selaku pengamat intoleransi, radikalisme dan terorisme membawakan materi tentang keberadaan intoleransi dan radikalisme di Provinsi NTT dan peran masyarakat dalam mencegahnya untuk menciptakan situasi kondusif pada Pemilu 2024.
"Pendiri bangsa ini menginginkan agar seluruh rakyat tetap satu yaitu Bangsa Indonesia. Mari, kita jadikan perbedaan ini sebagai kekayaan dan kekuatan Indonesia," jelasnya.
Menurutnya, Nusa Tenggara Timur ini memiliki kekayaan budaya yang sangat banyak. Seperti tarian tradisional ditingkatkan, dan hal lainnya.
"Pancasila paling cocok untuk menyatukan kita semua, jangan tinggalkan Pancasila," tandasnya.
Bagaimana agar tidak terpengaruh paham radikalisme, kata Suwijana, yaitu tingkatkan imunitas supaya tidak terpengaruh dengan paham radikal.
"Ideologi tidak bisa mati, ideologi hanya bisa dilawan dengan ideologi," tegasnya.
Dirinya juga mengajak agar seluruh masyarakat menguatkan bangsa Indonesia dengan Bhineka Tunggal Ika. Ia berharap, generasi penerus bangsa menjadi generasi patuh hukum, menjadi agent of change, menjadi generasi pembelajar , tumbuhkan pemikiran yang solutif.
"Taat beribadah rendah hati dan empati," ujarnya.
Sementara Ahmad Atang mengatakan, fenomena radikalisme dan intoleran. Praktik demokrasi 2024 nanti akan berbeda dengan Pemilu tahun sebelumnya. Prediksi isu tidak akan muncul soal sara dan hoax tapi isu yang muncul adalah berbasis dinasti.
Dikatakan, radikalisme adalah ancaman di semua negara. Radikalisme sering menggunakan aksi kekerasan sehingga terjadi terorisme. Radikalisme membawa virus baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk.
"NTT memiliki toleransi yang kuat karena orang NTT bersaudara bukan karena agama tetapi karena budaya," pungkasnya
Diakhir acara ada deklarasi cegah paham Radikalisme di Provinsi NTT. (r1/gat)