KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) melakukan kegiatan On The Job Training Kader di wilayah implementasi pilot project wolbachia tingkat kecamatan. Kegiatan ini digelar di Hotel On The Rock selama dua hari yakni Kamis-Jumat (7-8/12).
Entomolog Ahli Pertama Kemenkes selaku pemateri, Burhanuddin Tohir dalam kegiatan ini mengatakan, kegiatan yang digelar itu merupakan pertemuan lintas sektor di Dinas Kesehatan Kota Kupang dan membahas tentang kebijakan pemerintah dalam penanganan kasus DBD yaitu dengan metode Aedes Wolbachia.
"Jadi, yang kita sampaikan ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kasus dan angka kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) di Kota Kupang. Kota Kupang dipilih karena pada tahun 2021 silam, kasus DBD sangat tinggi. Selain itu, Kota Kupang juga sebagai perwakilan daerah di wilayah Indonesia Timur," jelasnya.
Dia mengatakan, untuk nyamuk wolbachia memang tidak mungkin sekarang langsung dilihat hasilnya. Jadi, ada standarisasinya yakni minimal dua tahun sampai 10 tahun.
Dia mengatakan, untuk fogging dan larvasidasi masih tetap diperlukan. Larvasida ini digunakan apabila di luar rumah titik penampungan air masih banyak maka harus digunakan. Kalau untuk fogging sendiri digunakan apabila ada konfirmasi kasus positif dan itu dilakukan setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi.
"Fogging merupakan penanganan terakhir pada kasus DBD. Kalau keseringan menggunakan fogging maka dikhawatirkan nyamuk akan resisten," jelasnya.
Karena itu, ia berharap agat pro dan kontra yang ada di masyarakat tentang penerapan teknologi wolbachia ini bisa diberikan pemahaman yang lebih baik. Sebab, faktanya memang teknologi ini sudah melalui riset yang mendalam dan faktanya dapat menurunkan angka kasus DBD.
Sementara itu, peneliti riset wolbachia pusat kedokteran tropis FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Citra Indriani. MPH mengatakan, yang harus diketahui masyarakat adalah nyamuk berwolbachia tidak menginfeksi manusia karena hanya bisa hidup pada serangga.
"Kami juga melihat di riset kami, apakah orang-orang yang tinggal di daerah yang ada nyamuk wolbachia, apakah memiliki antibodi terhadap wolbachia atau tidak? Dan ternyata tidak ditemukan antibodi wolbavhia. Ini artinya wolbachia tidak bisa menginfeksi manusia," jelasnya.
Menurut dr. Citra, nyamuk wolbachia tidak meningkatkan jumlah populasi nyamuk. Saat melepas nyamuk wolbachia memang akan naik tetapi jumlahnya akan turun kembali seperti sebelumnya.
Dia menjelaskan, berbicara nyamuk aedes aegypti yang berwolbachia, ada seorang peneliti yakni Prof. Scott O'Neill yang meneliti tentang wolbachia sejak tahun 90-an yang meneliti di Amerika dan mengembangkan karir di Australia dan lanjut meneliti tentang nyamuk wolbachia ini.
Prof. Scott, katanya, mendapatkan bahwa wolbachia yang ada di lalat buah merupakan bakteri yang secara alami menginfeksi serangga sebanyak 60 sampai 70 persen. Ketika meneliti, dia menemukan bahwa bakteri ini bisa mengurangi hidup lalat buah. Kemudian, ada potensi kalau nyamuknya diberikan infeksi bakteri wolbachia maka dapat menurunkan aedes aegepty terutama yang bisa menularkan ke orang lain.
Penelitian itu pun berlanjut dan akhirnya menemukan bahwa wolbachia yang dimasukan dalam nyamuk aedes aegepty bisa menekan jumlah virus dalam tubuh nyamuk.
"Jadi, ketika nyamuk aedes aegepty menggigit orang, dia akan menularkan dengue kemudian menularkan ke orang lain. Ini dilakukan dengan cara replikasi dan membelah diri berjuta-juta kali. Kemudian, prosesnya ini yang kemudian diblok okeh wolbachia. Dengan temuan itu, maka ini menjadi kemudian potensi untuk diterapkan dalam mengendalikan kasus DBD," ungkapnya. (thi/gat)