KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Korban pembakaran dan pengrusakan rumah di Dusun V Desa Oelnasi Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang meminta polisi jangan diskriminasi dalam melakukan penegakan hukum.
Sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, maka aparat Polsek Kupang Tengah harus bisa mengusut tuntas kasus pembakaran dan pengrusakan tiga unit rumah warga di Dusun V Desa Oelnasi Kecamatan Kupang Tengah.
Tiga rumah yang dibakar dan dirusak serta hewan dijarah adalah milik Yeni Oriana Amabi, Soleman Amabi dan Melkisedek Amabi, Minggu (13/8) lalu.
Ada dua laporan polisi yakni oleh Yeni Oriana Amabi dengan laporan polisi nomor: LP/B/70/VIII/2023/Sek Kuteng tertanggal 14 Agustus 2023 dan Soleman Amabi dengan laporan polisi nomor: LP/B/71/VIII/2023/Sek Kuteng tertangal 14 Agustus 2023.
Hingga, Selasa (12/12) atau empat bulan sejak peristiwa itu, polisi belum menetapkan satupun tersangka. Padahal, korban dan warga Desa Oelnasi sudah memberikan keterangan yang diperlukan.
"Kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Kupang Tengah dan kita juga sudah di BAP. Tim forensik juga sudah turun melakukan olah TKP. Sampai sekarang kasusnya belum tuntas," tegas juru bicara ketiga korban, Jhon Amabi kepada wartawan di Kupang, Selasa (12/12).
Dikatakan, kasus pembakaran dan pengrusakan rumah milik ketiga saudaranya, merupakan perbuatan yang tidak boleh ditelorir.
Jhon mempertanyakan mengapa polisi terkesan membiarkan praktik kekerasan dari sejumlah oknum tidak dikenal yang masuk ke Desa Oelnasi kemudian membuat kamp hingga melakukan tindakan anarkis.
Satu korban lainnya yakni Melkisedek Amabi jelas Jhon, tidak melaporkan kasus pengrusakan rumah miliknya ke Polsek Kupang Tengah karena mengalami trauma yang mendalam hingga saat ini.
"Beliau (Melkisedek Amabi) tidak berani melaporkan karena masih trauma. Psikologinya masih terganggu sampai sekarang," ujarnya.
Permintaan senada diungkapkan Marthen Amabi, selaku sesepuh keluarga Amabi yang meminta polisi segera mengungkap sampai tuntas kasus itu dan pelaku mendapat hukuman yang setimpal.
Baik Marten Amabi dan Jhon Amabi mengaku sejak awal tak membayangkan akan terjadi peristiwa seperti itu. Pasalnya, mereka menganggap apa yang terjadi merupakan masalah internal di keluarga Amabi.
Namun kata Marthen dan Jhon, kasus itu kemudian dimanfaatkan oleh pihak ketiga hingga terjadi tindakan anarkis berupa pembakaran dan pengrusakan rumah.
"Kita awalnya mau ukur tanah milik keluarga Amabi di Desa Oelnasi. Tanah ini kita ukur dan buat kapling agar dibagikan kepada saudara (garis keturunan Fetor Amabi). Oleh saudara-saudara kita, mereka mengira kita ukur untuk mau jual," jelas Jhon Amabi yang dibenarkan Marthen Amabi.
Karena itulah, lanjut Jhon dan Marthen, persoalan itu dilaporkan ke Pemerintah Desa Oelnasi dan Pemerintah Kecamatan Kupang Tengah. Sayangnya, laporan itu tak ditanggapi karena mereka menganggap merupakan masalah internal keluarga Amabi.
Karena tak ditanggapi itulah sebut Jhon, oknum-oknum tak bertanggung jawab di Desa Oelanasi kemudian menggunakan jasa preman dari luar. Mereka membuat kamp di Desa Oelnasi dan melakukan teror kepada warga hingga akhirnya melakukan pembakaran dan pengrusakan serta penjarahan ternak milik saudaranya.
"Kita berharap, proses hukum kasus ini bisa diungkap sehingga bisa kita ketahuai siapa dalang dibalik kasus ini. Kita sebenarnya sangat bisa melawan mereka, tapi kami tidak mau terpancing. Ini tanah warisan kami dan buktinya lengkap," jelasnya. (ays)