Tekan Kasus Kematian Bayi dengan MTBS
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT menggandeng Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi NTT dan Unicef Perwakilan NTT dan NTB melakukan pertemuan teknis Forum Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kegiatan ini digelar di Hotel Neo Aston, Jumat (15/12). Terlaksananya kegiatan ini juga melalui hybrid (daring) dan luring.
Peserta dalam kegiatan ini yaitu para fasilitator MTBS dari seluruh kabupaten/ kota di provinsi NTT, Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Dukcapil Provinsi NTT, dan pengelola MTBS di 22 kabupaten/ kota.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Iwan Martino Pellokila pada kesempatan kegiatan itu menyampaikan, Forum MTBS yang sudah ada sebelumnya dan perlu dihidupkan kembali.
"Inilah momen untuk kita hidupkan kembali karena tantangan ke depan di sektor kesehatan semakin hari semakin besar. Ini juga memberikan gambaran kepada kita bagaimana menghadapi tantangan itu," ungkapnya.
Dikatakan Iwan, dengan didukung oleh teknologi yang ada, Dinas Kesehatan bersama Unicef dan IBI NTT bisa saling berkomunikasi dan berkoordinasi terkait dengan MTBS. Sehingga, ke depan persoalan kematian bayi dan balita semakin hari semakin menurun di NTT.
Iwan menyebut, dari total Puskesmas pada tahun 2022, dengan jumlah 428 Puskesmas terdapat 320 Puskesmas atau 74,8 persen yang sudah melaksanakan MTBS, sementara 108 Puskesmas masih belum melakukan pelayanan MTBS.
"Kita mau melihat korelasi bagaimana MTBS bisa dilaksanakan dengan baik dan melihat angka kematian bayi di NTT bisa menurun. Karena MTBS ini bisa menurunkan angka kematian bayi, balita dan stunting di NTT," terangnya.
Iwan menyebut pada tahun 2023 kasus kematian bayi sebanyak 924, walaupun mengalami penurunan 212 kasus dari 1139 kasus, namun angka tersebut terbilang banyak.
"924 kasus ini cukup tinggi untuk ukuran kematian manusia apalagi kematian balita.
Sehingga forum ini sangat strategis untuk menekan angka kematian bayi di NTT," ujarnya.
Iwan menambahkan, jika forum itu bisa menjalankan tugas dan fungsinya, maka angka kematian bayi dan balita di NTT pasti berkurang.
Health Specialist Univef Perwakilan NTTdan NTB, dr. Vama Chrisna Taolin, MPH mengatakan, MTBS adalah pendekatan pelayanan terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang berfokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di layanan rawat jalan fasilitas kesehatan dasar.
Hal ini, kata dr. Vama, sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 25 tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak. Setiap tenaga kesehatan terutama pada layanan di Puskesmas dan jejaringnya diwajibkan untuk memakai pendekatan MTBS.
Forum MTBS di NTT adalah Forum komunikasi para fasilitator MTBS yang terakreditasi, yang mempunyai peran meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dan bersama Dinas Kesehatan memastikan kualitas pelayanan kesehatan anak di Puskesmas dan jejaringnya dilakukan sesuai standar yang berlaku.
"Metode MTBS telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1997 dan pedoman MTBS diperbaharui sesuai dengan perkembangan penyakit-penyakit pada anak. Melalui momentum ini, diharapkan forum ini dapat dihidupkan kembali, karena semua nakes sampai ke tingkat desa pun harus terlibat aktif dalam forum ini," jelasnya.
Dia berharap, pelatihan-pelatihan perlu terus dilakukan agar para fasilitator ini saling sharing dan mencapai standar pelayanan yang sama dan ditindaklanjuti dengan evaluasi untuk semakin baik lagi ke depan.
dr. Vama berharap dengan hal ini diharapkan kesehatan anak NTT semakin baik, dan indikator-indikator pemenuhan kesehatan dan hak anak lainnya bisa terpenuhi.
Ketua Pengurus Daerah IBI NTT, melalui Wakil Ketua 1, Gilda Saina AMd Keb, SKM, menyampaikan MTBS merupakan pendekatan terbaik untuk menurunkan angka kematian bayi, balit dan stunting. Sehingga, sangat diharapkan pelaksanaan MTBS di semua Puskesmas berjalan baik.
"Pastinya selama ini, Puskesmas yang melaksanakan MTBS terjadi penurunan angka kematian bayi dan balita," katanya.
Gilda menyampaikan terima kasih kepada Unicef memberikan sosialisasi terkait MTBS tersebut kepada kota kupang, Kabupaten TTS dan Kabupaten Belu dengan menggunakan panduan terbaru yaitu tahun 2022.
"Kami mengharapkan Unicef bersama Dinas Kesehatan Dukcapil NTT memperluas MTBS minimal seluruh puskesmas NTT," katanya.
Gilda menyebut, terdapat 108 puskesmas yang belum menjalankan MTBS. Sehingga, diharapkan melalui forum tersebut bisa dibentuk dengan baik dan dikawal baik ditingkat pustu maupun puskesmas.
Dikatakan Gilda, pelatihan standarisasi itu juga tidak hanya fasilitator tetapi juga tingkat paling bawah seperti puskesmas dan pustu.
"Kita harapkan pertemuan ini bisa mengawal kegiatan MTBS di seluruh Puskesmas yang ada di NTT," pungkasnya.
Dalam pertemuan teknis forum MTBS ini dihadirkan juga oleh narasumber dokter anak, dr. Woro Indri Sp.A dengan materi perlunya skrining bayi baru lahir antara lain untuk mengetahui kelainan sedini mungkin sebelum gejala klinis muncul.
Secepatnya memberikan intervensi untuk mencegah kecacatan atau kematian bayi dan Mengoptimalkan potensi tumbuh kembang ana.
Sedang dr. Frans Taolin Sp.A memaparkan isu-isu kesehatan anak. Antara lain TBC pada Anak, Pneumonia, penyakit saluran nafas/ peradangan pada paru- paru yang merupakan penyebab kedua terbesar kematian pada anak dan balita.
Kepala Bidang SDM Kesehatan Dinas Kesehatan, kependudukan, dan pencatatan sipil Provinsi NTT, Joyce Tibuludji, SKM. MKes dalam pemaparan menyampaikan peran organisasi profesi dalam pembinaan teknis anggotanya. Terkait Forum MTBS, Joyce berharap organisasi profesi dan bidang -bidang terkait dalam dinas kesehatan dapat ikut mengawal agar Forum komunikasi para fasilitator MTBS dapat bekerja secara optimal dan memberi kontribusi yang signifikans dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak. (thi/gat)