KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Tim seleksi (timsel) calon anggota KPU NTT Zona I wilayah Kabupaten Kupang, TTU, Malaka dan Flores Timur, menegaskan telah melaksanakan seluruh tahapan seleksi dengan benar dan seadil-adilnya. Tidak sama seperti dinamika yang berkembang di publik yang dinarasikan oleh sekretaris timsel, Sri Chatun.
Ketua Timsel KPU NTT Zona I, Eusabius Separera Niron dalam konferensi Pers di hotel Amaris Kupang, Senin (18/12) mengatakan, polemik yang berkembang di media sosial dan menyudutkan pihak timsel tidaklah benar.
Menurutnya, terkait informasi tanda tangan Sri Chatun yang dipalsukan, hal itu tidak benar. Sebab dari awal, timsel telah bersepakat menyerahkan spesimen tanda tangan masing-masing secara ikhlas, sadar dan sukarela untuk digunakan sebagaimana mestinya dalam proses seleksi.
"Perihal penggunaan spesimen ini telah dipraktikkan sejak awal hingga akhir proses seleksi. Di tahapan terakhir baru dia permasalahkan," tegasnya.
Meskipun begitu, penggunaan spesimen tanda tangan Sri Chatun pada tahapan terakhir pun sebelumnya telah dikomunikasikan oleh ketua timsel hingga pada batas akhir jadwal pengumuman.
Namun, tidak direspons, maka Eusabius selaku ketua mengambil langkah berdasarkan diskresinya untuk menyematkan spesimen tanda tangan sekretaris dan segera mempublikasikan pengumuman terkait untuk kepentingan peserta dan publik.
Dalam tahapan terakhir seleksi tersebut, timsel telah menghasilkan 10 nama calon yang diserahkan ke KPU RI untuk mengikuti fit and proper test.
Eusabius mengatakan, Sri Chatun menyebut 10 nama tersebut tidak sah dan tidak menerima hasilnya.
Keberatan Sri dijelaskan oleh Eusabius bahwa Sri memiliki kepentingan pribadi yang tidak diakomodir oleh empat timsel, yakni Eusabius sendiri, Frans W Muskanan, Hamza W Wulakada dan Kumala Sari.
Selain itu pun, informasi terkait belum berakhirnya rapat pleno adalah tidak benar. Eusabius menerangkan, timsel telah melaksanakan rapat pleno penetapan hasil tes kesehatan dan wawancara calon anggota KPU Provinsi NTT zona I pada 12 Desember 2023 pukul 19.47 hingga pukul 22.14 Wita di ruang Amaris 7 hotel Amaris Kupang dan disaksikan oleh beberapa timsel dari zona lainnya di sekitar ruang rapat pleno karena sempat menyapa sehingga informasi terkait belum tuntasnya rapat pleno adalah tidak benar.
"Rapat pleno telah dilaksanakan dan ditutup oleh ketua timsel dan diterima hasilnya oleh ketiga anggota timsel lainnya untuk ditindaklanjuti," katanya.
Eusabius melanjutkan, rapat pleno tersebut dihadiri oleh kelima anggota timsel secara tertutup, demokratis dan memperhatikan berbagai unsur dalam pakta integritas. Namun, Sri memiliki kepentingan pribadi.
Sri memaksa, memohon-mohon sambil menangis untuk diakomodir salah satu peserta pada urutan rangking 18 kedalam 10 besar nama peserta yang dinyatakan lulus tes kesehatan dan wawancara.
"Dia menangis dan meronta-ronta minta kami akomodir peserta tersebut. Padahal rangking 18 itu sudah jelas tidak sesuai standar kelulusan yang kami tetapkan," jelas Eusabius.
Hal itu dilakukan oleh Sri sebab dirinya sudah melakukan kesepakatan dengan peserta rangking 18 untuk membiayai kelanjutan studi S3 Sri hingga selesai.
"Perilaku Sri itu terekam dalam video tersembunyi selama 33,53 menit, kami punya bukti sebagai pertanggungjawaban kami untuk menjunjung demokrasi. Namun paksaan tersebut tidak diterima oleh kami empat anggota timsel karena hasil penilaian wawancaranya tidak memenuhi standar penilaian wawancara," tegasnya.
Usai rapat pleno tersebut, timsel melanjutkan tugasnya untuk peng-input-an nilai di SIAKBA, pembuatan berita acara, naskah pengumuman, laporan kegiatan dan berbagai kelengkapan administrasi pendukung lainnya hingga pukul 04.30 Wita di Amaris Hotel-Kupang.
Namun, sekira pukul 02.00 dini hari, Sri Chatun yang tidak ikut dalam tugas-tugas timsel pascarapat pleno ditutup, kemudian hadir kembali ke ruang rapat dan memaksa diakomodir nama lainnya pada rangking atau urutan 17 karena desakan oknum dari ormas tertentu dan tak lagi peduli dengan nama peserta urut 18 sebelumnya untuk masuk kedalam 10 besar peserta lulus tes kesehatan dan wawancara.
"Sri Chatun bukannya berusaha membantu pekerjaan bersama, namun terus memaksa-maksa dan meronta-ronta. Timsel lainnya tidak mempedulikan permintaannya dan tetap melanjutkan pekerjaan hingga pukul 04.30 Wita yang disaksikan oleh Sri Chatun di ruang rapat dan terpantau tim sekretariat serta beberapa anggota timsel dari zona lainnya," ungkapnya.
Timsel pun tidak sepakat terhadap desakan Sri Chatun untuk meluluskan satu orang kandidat yang tidak memenuhi kualifikasi layak lulus.
"Perbuatan Sri Chatun tersebut telah terdokumentasi dalam rekaman peristiwa yang pada saatnya akan kami serahkan kepada pihak berwajib penegak hukum agar berlaku sebagai salah satu bukti dugaan pidana tipikor," tambahnya.
Hasil seleksi 10 nama calon anggota KPU itu pun telah diserahkan kepada KPU RI untuk ditindaklanjuti tahapan selanjutnya dan berbagai bentuk pemberitaan terkait masalah ini sebagai pangkal dari pernyataan Sri Chatun tidak berdampak apapun atas keputusan administrasi negara dari KPU dan tidak mengganggu keberlangsungan pemilu 2024 di NTT.
"Dimohon kepada Sri Chatun untuk menghapus status FB-nya terkait pengumuman hasil tes kesehatan dan wawancara, meralat dan mengklarifikasi pemberitaan media yang memuat pernyataan tidak benar darinya, membuat pernyataan permohonan maaf bermaterai atas kegaduhan yang ditimbulkannya dan dipublikasikan ke media, memulihkan nama baik para timsel lainnya dan menghentikan segala bentuk upaya intimidasi verbal kepada para timsel lainnya terkait hasil seleksi di ruang publik," katanya.
Lebih lanjut, jika Sri Chatun tidak segera melakukan poin-poin dimaksud, maka timsel lainnya akan mempublikasikan rekaman dan melaporkan indikasi gratifikasi olehnya kepada para pihak berkompeten.
Atas kegaduhan yang disebabkan oleh status FB Sri Chatun dan pemberitaan media yang mengikutinya telah menimbulkan misspersepsi publik hingga memberikan komentar negatif atas proses seleksi tanpa ada konfirmasi dan pembuktian.
"Kepada para pihak secara kelembagaan maupun oknum yang misspersepsi dimaksud kami memohon untuk tidak lagi mempersoalkan permasalahan ini tanpa ada bukti dan tidak melakukan intimidasi verbal di ruang publik demi kenyamanan bersama," katanya.
Bilamana diharapkan harus dilakukan audit proses seleksi wawancara oleh KPU RI sesuai kewenangannya dan ketentuan perundang-undangan mengizinkan, maka para timsel yang menyetujuinya.
Sementara itu, Sri Chatun ketika ditemui di Polresta Kupang Kota, Senin malam menjelaskan, pada malam 12 Desember ketika rapat pleno dilakukan, pada Kabupaten Kupang, Malaka dan TTU tidak terjadi dinamika. Namun, dinamika alot terjadi ketika membahas hasil seleksi di Kabupaten Flores Timur.
Sri menyebut, hal itu dipicu anggota timsel lainnya juga memiliki kepentingan masing-masing untuk memasukan "titipan" mereka kedalam 10 besar.
"Karena titipan (timsel) lainnya sudah ada, titipan saya yang tidak ada, saya pasti berjuang. Saya berjuang setengah mati. Sampai menangis-menangis, itu betul. Tapi celah itu tidak ada," ucap Sri.
Ia pun mengakui bahwa semua titipan timsel lainnya sudah diakomodir, namun titipannya saja yang tidak. Karena itu, Sri pun memohon untuk bisa meloloskan titipannya.
Terkait kepentingannya untuk bisa dibiayai studi S3-nya, Sri mengaku alasan itu hanya bualan semata untuk membujuk timsel lainnya. Ia pun menegaskan, tidak ada transaksi yang terjadi. Lebih lanjut, ia pun menyesalkan mengapa ada rekaman video yang direkam secara diam-diam.
"Saya memang sebut sudah deal, tapi itu tidak benar. Kapan ada bukti transaksi? Di mana? Jika tidak bisa dibuktikan, maka saya menuntut lagi bahwa saya dicemarkan nama baik, karena melakukan perekaman tanpa sepengetahuan dan seizin saya," tegasnya.
Ia menyebut salah satu peserta titipan yang berhasil lolos adalah Dahlya Reda Ola. Menurutnya, Dahlia memiliki catatan buruk, yakni pernah mendapat teguran dari DKPP.
"Dahlya Reda Ola waktu komisioner Bawaslu Flotim, pernah punya kasus ditegur DKPP harusnya secara moral sudah tidak tepat, tapi dimasukan dalam 10 besar. Itu satu contoh. Saya langsung menyebut," sebutnya.
Disamping itu, Sri menjelaskan terkait dugaan pemalsuan tanda tangan miliknya, ia mengaku tidak dilibatkan ketika penutupan rapat pleno.
"Malam itu terjadi alot, HP tinggal tiga persen. Saya bawa ke kamar anak berumur tiga tahun. Saya juga ada bayi yang bangun jadi masih susui. Saya izin ke kamar. Saat kembali ke ruangan, tidak ada satu orang timsel pun yang berada di ruangan itu. Padahal sebelumnya saya izin," terangnya.
Menurutnya, karena tidak ada orang di ruangan, maka ia berpendapat pleno ditunda ke besok tanggal 13 Desember. Namun, menjelang pukul 01.00 dini hari, salah satu timsel, Kumala Sari melaporkan sudah menginput nilai di SIAKBA.
"Berarti pleno itu sudah berakhir. Saya bertanya di grup kenapa akhiri pleno tanpa saya? Paling tidak ada pemberitahuan, saya masih menunggu jawaban dan tidak ada yang merespon pertanyaan saya," katanya.
Setelah itu, salah satu timsel, Hamza W Wulakada membagikan laporan hasil wawancara. Padahal, Sri merasa pleno tersebut belum berakhir.
"Saya menunggu, di siang tanggal 13 tidak ada panggilan untuk rapat. Menjelang maghrib, pak ketua timsel meminta bolehkah tim sekretariat menyematkan tanda tangan saya untuk berita acara dan pengumuman kenapa tidak panggil saya? Kenapa harus disematkan? Jadwal pengumuman 13 dan 14. Kalau buru-buru di tanggal 14 pagi karena berangkat ke Jakarta ya kita bisa pleno lanjutan di Jakarta karena penyerahan berkas ke KPU RI tanggal 15," jelasnya.
Sri mengatakan, dengan alasan menggunakan hak diskresi ketua untuk menyematkan tanda tangannya. Padahal, dirinya tidak pernah mengizinkan.
"Penyematan tanda tangan hanya berlaku untuk pengumuman, bukan untuk asli. Asli kita tetap tanda tangan asli. Dari tahapan pertama kami scan tanda tangan, tapi laporan aslinya kami tanda tangan asli. Namun, di tahap akhir ini saya tidak pernah menandatangani. Jadi berkas yang mereka bawa ke KPU RI bukan tanda tangan saya," katanya.
Untuk itu, Sri meminta agar KPU RI mengambil alih proses seleksi. Dirinya pun telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan. (cr1/ays)