Serah Terima Jabatan Ketua Majelis Sinode GMIT
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Seremonial perhadapan Majelis Sinode Ex-Officio periode pelayanan 2024-2027 dan serah terima Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) periode 2024/2027 akhirnya digelar di Gereja Getsemani, Babau, Klasis Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Rabu (10/1).
Serah terima jabatan dan perhadapan para Ketua Klasis ini diawali dengan ibadah, dipimpin Pdt. Emr. Mees Beeh. Tema kotbah yang diusung dalam kegiatan ini yakni Kemuliaan bagi Allah dan Damai Sejahtera di Bumi.
Untuk diketahui, Ketua Majelis Sinode GMIT terpilih saat persidangan Sinode di Kabupaten Sabu Raijua pada Oktober 2023 lalu, Pdt. Samuel B. Pandie, Wakil Ketua, Pdt. Sandi Blegur, Sekretaris Pdt. Lay Abdi Karya Wenyi, Wakil Sekretaris Pdt. Zimrad Karmany dan Bendahara Penatua Yefta Sanam.
Pdt. Merry Kolimon menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terus mendukung Majelis Sinode GMIT hingga akhir masa pelayanan dan akan terus melayani.
"Ada orang bijak berkata, jika ingin mengetahui karakter seseorang beri dia kekuasaan. Kami belajar banyak dalam perjalanan ini," ujarnya.
Dia mengatakan, bekerja secara berintegritas tegak lurus selama berproses sehingga hingga akhirnya tidak ada komplain yang berarti.
"Terima kasih kepada panitia pemilihan majelis Sinode GMIT," ungkapnya.
Dia mengatakan, tim nahkoda yang baru akan mulai bekerja melanjutkan perjalanan pelayanan.
"Kami mohon kita semua mendukung mereka, sejak mereka terpilih, mereka adalah pemimpin yang kita entah saudara suka atau tidak suka, entah saudara memilih mereka atau tidak pada sidang di Sabu Raijua, hari ini (kemarin, Red) mereka adalah pemimpin kita. Hormati dan taat secara kritis dan konstruktif. Jika ada yang tidak setuju dengan kebijakan mereka, bicaralah dengan mereka dan jangan bicara tentang mereka," tegasnya.
Dia meminta agar jangan duduk di kumpulan pencemooh atau bersahut-sahutan di media sosial. Mari bangun dan jaga koinonia dan marturia yang berintegritas.
"Jangan sedikit-sedikit status di medsos, sindiran di medsos, tidak masuk dalam mekanisme tata gereja untuk pengambilan keputusan dan pelayanan gereja," tegasnya.
Dia meminta agar maksimalkan mekanisme-mekanisme gerejawi untuk menguji bersama pilihan-pilihan sikap dan memutuskan yang terbaik.
"Di beberapa kesempatan, saya telah menyatakan ini dan saya ulangi sekali lagi dalam kesempatan yang baik ini. Salah satu tantangan kita di era ini adalah apa yang kita sebut tsunami digital dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat termasuk bagi gereja," jelasnya.
Dia mengaku, telah mencermati bahwa wacana yang tidak benar yang diedarkan begitu hebat, bisa membuat orang mempercayainya sebagai kebenaran dan menuduh membabi buta.
"Kita perlu terus belajar membedakan realitas fisik dan realitas digital. Artinya, kenyataan yang digambarkan di media sosial tidak selalu sama dengan apa yang terjadi di dunia nyata," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa tidak semua yang disampaikan di dunia maya adalah 100 persen benar. Karena itu, jangan terlalu cepat percaya dengan berita apapun. Ujilah semua berita sebelum menerimanya sebagai kebenaran, apalagi meneruskannya.
Dia melanjutkan termasuk di masa proses-proses politik sekarang ini. Menjelang serah terima terdengar ada postingan di medsos dan komentar yang ramai terkait individu dan lembaga GMIT.
"Pada periode 2020-2023 dan periode 2023- 2027, kami bersepakat tentang nilai-nilai bergereja kita. Kita gereja reformasi yang harus terus-menerus memperbaharui diri, kita tetap terbuka untuk dikoreksi kalau memang ada kesalahan dan kekeliruan, tapi tidak bisa narasi liar tanpa dasar," ungkapnya.
GMIT memiliki mekanisme tersendiri dalam penanganan dan penyelesaian masalah dan silahkan menempuh jalur-jalur yang tersedia.
"Kepada kawan-kawan yang hari ini mulai melayani. Kami juga belajar dari pengalaman kami untuk tidak terlalu memberi energi dan perhatian pada komentar negatif dan fitnah. Layanilah dengan tekun dengan teguh, dengan gembira, kreatif dan inovatif. Tuhan pasti menguatkanmu," tandasnya.
Ketua Majelis Sinode GMIT Periode 2023-2027, Pdt. Samuel Pandie mengatakan, dirinya mencoba bertanya tentang keadilan, kesetiaan dan kerendahan hati seperti apa yang Tuhan kehendaki bagi GMIT dan Tuhan menjawab itu.
"Satu minggu ini, saya dan keluarga merasakan perihnya suatu ketidakadilan, sakitnya sebuah cerita tentang kesetiaan yang dirobek dan merasakan hati berada pada titik kemarahan tertinggi. Di sini, saya berefleksi bahwa Tuhan menjawab dengan luar biasa hanya dengan kesetiaan yang diobok-obok, hanya dengan jalan ketidakadilan. Maka, kita akan belajar berjuang dan berlaku adil, bagaimana setia dalam pelayanan dan terus dan bagaimana terus menaklukan hati sampai titik kerendahan hati yang Tuhan inginkan," ungkapnya.
"Kami yang berdiri saat ini mau berkata bahwa, kami telah mengalami Bagaimana kesetiaan, kerendahan hati dan keadilan menurut apa yang Tuhan mau itu. Karena itu, kami akan tetap berdiri untuk berjuang bagi keadilan, dan memperjuangkan keadilan bagi mereka yang bergumul dengan kehidupan yang penuh dengan tantangan dan air mata," tambah Pdt. Samuel.
Dia mengatakan Majelis Sinode GMIT mau berjuang bersama dengan seluruh warga GMIT, yang berjuang untuk menemukan kesetiaan dan kerendahan hati.
"Kami ada dan akan terus berlaku adil, melayani dengan setia dan terus memberi diri dalam kerendahan hati, sebab ruang gereja yang terpakai dengan berbagai kepentingan harus dibersihkan," katanya.
Dia mengatakan, isu-isu primordial dan berbagai kompetisi dan persaingan, yang menempatkan kita dalam kotak-kotak relasi, mesti kita hentikan.
"Saatnya layar perahu GMIT harus terus dibentangkan menuju tujuan yang kita harapkan," ujarnya.
Persidangan di Sabu telah menitipkan sejumlah agenda, sebagai bekal perjalanan, suara dan harapan anak-anak GMIT telah dinyatakan di Sabu, untuk itu saatnya bergandengan tangan sama-sama bekerja melepas kebencian, menari bersama, menghentakkan tarian sukacita dalam perahu GMIT menuju tujuan.
"Waktu akan memberitahu kita dan menjadi jawaban, tentang kebenaran dan komitmen bergereja kita. Dunia ini kata Yufal Muharadi, telah melumpui suatu gelombang peperangan, hingga manusia menyebut dirinya homodeus, sebagai pemenang dalam peradaban," ujarnya.
Dia melanjutkan, pada saat yang sama manusia merasa dirinya sempurna justru menemukan kerapuhan ketika Covid-19 dan Seroja menghantam, tapi GMIT tetap tegar berdiri. Di sini kami yakin, itulah harapan kita bahwa gelombang sebesar apapun akan kita lewati karena kita datang dengan hati untuk siap melayani.
Tantangan saat ini, masih tentang sekolah-sekolah GMIT yang belum bangkit, tentang anak-anak yang meninggalkan negerinya dan mencari kehidupan sebagai pekerja migran, dan ada yang pulang dengan tinggal nama, masa depan anak-anak dibawah kendali surplus informasi, tentang aset-aset gereja yang perlu diberdayakan.
Selain itu juga tentang kolekte-kolekte yang terbatas untuk membiayai begitu banyak kebutuhan yang kompleks, tentang wilayah-wilayah demikian dipetakan dalam kantong-kantong kemiskinan, dan penyumbang angka kemiskinan.
"Kita tidak akan menyerah dan akan terus berlayar, dan bercermin pada Kristus, terus menyembuhkan meski terluka," Pungkasnya. (thi/gat)