BORONG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Sungguh miris gedung Gereja Stasi Teber Desa Compang Teber Kecamatan Rana Mese. Rumah ibadah umat Katolik dengan ukuran sekira 13×30 meter itu, kondisinya sangat memprihatinkan.
Tampak dinding gereja dari papan, mulai rapuh dan dimakan rayap. Kerangka bangunan dan atap berbahan seng, sudah rusak. Sehingga saat hujan, dalam gereja berlantai semen itu penuh dengan genangan air. Belum lagi, fasilitas dalam gereja sangat kurang memadai. Apalagi wilayah tersebut belum ada jaringan listrik PLN. Selain itu, belum ada MCK.
Namun kekuatan iman dari umat setempat yang membuat aktivitas ibadah di gereja tidak berhenti. Gereja itu dibangun sekira tahun 1970-an. Kondisinya reot karena termakan usia dan belum bisa dibangun bukan karena alasan lahan, juga bukan karena warga masa bodoh.
Jumlah masyarakat di desa itu terbilang seluruhnya 100 persen beragama Katolik. Karena itu, tidaklah sulit untuk bisa merenovasi. Umat sudah berupaya keras dengan mengumpulkan sumbangan, namun apa daya upayanya tidak cukup karena kondisi ekonomi.
Sehingga semangat umat sementara hanya mampu pada pekerjaan pembangunan fondasi dan sejumlah tiang bangunan. Di mana, bangunan yang direncanakan untuk gereja baru itu, jaraknya tidak jauh dan lokasinya berada disamping dari gereja lama. Artinya, masih dalam satu lokasi lokasi lahan milik gereja.
Tentu untuk melanjutkan pembangunanya, masih kekurangan biaya. Sebab realitanya kehidupan ekonomi masyarakat di sana masih tergolong di bawah. Harapanya, kiranya ada orang atau dermawan, lembaga pemerintah, BUMN atau lembaga swasta yang tersentuh hatinya. Bergandeng tangan untuk bisa ikut membantu mengubah tumah Tuhan tersebut.
"Kami umat di Teber sesuai data di Desa Compang Teber ada sejumlah 316 kepala keluarga. Kami sudah lama rencana bangun atau renovasi, tapi sumbangan dari umat masih kurang," ujar Kepala Desa Compang Teber, Kristoforus Mecang kepada Timor Express, Senin (22/1).
Kristoforus menjelaskan, material yang sudah ada saat ini yakni seng sebanyak 500 lembar, material kayu 600 batang dan material batu sekira puluhan ret. Tentu untuk material yang ada saja masih sangat belum cukup. Sehingga masih butuh banyak biaya lagi.
Kata Kristoforus, selama ini umat sudah mengumpulkan sumbangan, namun belum bisa untuk melanjutkan hingga tuntas. Kemampuan sumbangan umat hanya pada kegiatan pembangunan fondasi dan tiang dengan ukuran sekira 16x34 meter. Sementara kondisi gereja lama sudah reot.
"Ibadah hari Minggu dan perayaan misa lainnya masih tetap berlangsung di gereja yang kondisinya sudah memprihatinkan itu. Ketika musim hujan, sudah pasti dalam gereja itu penuh genangan air. Sebab, kondisi atapnya sudah rusak dan berlubang," kata Kristoforus. (kr1/ays)