Jokowi Bicara dengan AHY dan Sultan Jogja
JAKARTA, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Pernyataan Jokowi terkait dukungan dalam pilpres terus menjadi polemik. Terbaru, sikap keras disampaikan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mendesak presiden menarik pernyataannya.
Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Trisno Raharjo mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan.
"Terlebih soal pernyataan bahwa presiden boleh kampanye dan boleh berpihak," terangnya, Minggu (28/1).
Trisno mengatakan, presiden harus menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara. Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan pemilu yang tensinya semakin meninggi.
PP Muhammadiyah juga meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara. "Baik langsung maupun tidak langsung untuk mendukung salah satu kontestan pemilu," paparnya.
Trisno mengatakan, pihaknya menuntut kepada DPR RI untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.
Muhammadiyah juga meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan atau referensi memutus perselisihan hasil pemilu.
Sikap itu penting dilakukan oleh MK agar putusannya kelak yang bukan sekadar mengkalkulasi suara, tetapi lebih jauh dari itu untuk memastikan penyelenggaraan pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya. "Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara," jelasnya.
Muhammadiyah mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pemilu dan utamanya penyelenggara negara. Pengawasan semesta ini diperlukan untuk memastikan pemilu berlangsung secara jujur, adil dan berintegritas.
"Agar diperoleh pimpinan yang legitimated dan berintegritas serta memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara oleh penyelenggara negara," tegas Trisno.
Jokowi sendiri, belakangan telah memberikan klarifikasi. Bahkan, dia membuat video khusus yang menampilkan sejumlah ketentuan dalam UU Pemilu. Terkait hal itu, pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, ada beberapa hal yang perlu dipahami Jokowi dalam menginterpretasikan ketentuan kampanye bagi presiden yang diatur di UU Pemilu.
Pertama, terkait konteks pasal yang mengatur bahwa presiden boleh ikut berkampanye. ”Yang perlu dipahami, presiden dan wakil presiden tentu boleh kampanye kalau dia adalah presiden dan wakil presiden petahana,” kata Feri saat dihubungi Jawa Pos (grup Timex), kemarin.
Feri menegaskan, pemahaman terkait konteks tersebut bisa diperoleh ketika membaca secara utuh ketentuan yang tercantum di Pasal 281, 282, 283, 299 hingga 301.
Kemudian yang kedua, lanjut Feri, adalah ketentuan tentang cuti dan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 281. Jika dipahami, ketentuan tugas penyelenggaraan negara itu bisa dibaca sebagai larangan kepada presiden yang ingin berkampanye pada pilpres kali ini.
Tugas penyelenggara negara itu secara jelas diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Di poin 6 pasal tersebut mewajibkan penyelenggara negara agar tidak melaksanakan tugas untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni maupun kelompok.
”Di konteks ini, tentu Jokowi tidak bisa (berkampanye) karena yang dia mau kampanyekan berkaitan dengan keluarga,” ujarnya.
Tidak hanya untuk Gibran, kata Feri, Jokowi sebagai presiden juga sejatinya tidak boleh berkampanye untuk partai yang diketuai anaknya. ”Karena ada kepentingan relasi keluarga di sana,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja memastikan, akan melakukan pengawasan terhadap presiden maupun menteri yang ikut kampanye. Bagja menegaskan, pejabat diperbolehkan kampanye sepanjang mengajukan cuti.
"Kami akan mengawasi jika pak presiden melakukan hal-hal yang dilarang," ujarnya.
Keberpihakan Jokowi, lanjut dia, hanya bisa dilakukan sebagai pribadi. Sementara dalam kapasitas sebagai presiden, maka wajib netral. Oleh karenanya, semua fasilitas dan program dilarang disalahgunakan. "Kami sudah ngirim surat ke pak presiden untuk kemudian dalam melakukan hal apapun juga yang berkaitan dengan sekarang masa tahapan kampanye, maka ada beberapa larangan," tegasnya.
Dari istana, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan sampai saat ini tidak ada agenda Presiden Jokowi melakukan kampanye politik. "Meskipun diperbolehkan UU Pemilu, sampai saat ini, Presiden Jokowi belum ada rencana berkampanye," katanya.
Dia mengatakan agenda Jokowi di Jogjakarta untuk menghadiri kegiatan Universitas NU Jogjakarta. Selain itu juga akan menghadiri kegiatan di Akmil Magelang. Jadi meskipun sebelumnya Jokowi mengunggah video bahwa presiden punya hak politik dan boleh kampanye, tidak ada agenda kampanye yang akan dia lakukan.
Di tengah situasi politik yang menghangat dan isu mundurnya sejumlah menteri, Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan elit politik di Jogjakarta, kemarin. Teranyar, Jokowi bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Gubernur Jogjakarta Sri Sultan Hamengkubowono X.
Pertemuan Jokowi dengan AHY, dikemas secara santai. Mereka mengawalinya dengan bersepeda pagi bersama di sekitar alun-alun Yogyakarta. Usai ngegowes, keduanya mampir di gudeg Yu Djum Wijilan, untuk sarapan pagi dengan menu spesialnya.
Di gudeg Yu Djum, selain sarapan, AHY dan Jokowi berdiskusi empat mata. Dalam kesempatan itu, AHY mengaku berbicara soal isu-isu politik kebangsaan. "Kami banyak berdiskusi membahas isu-isu kebangsaan dan tentu terkait kesiapan pemilu agar berjalan dengan aman, damai dan demokratis,” kata AHY.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menambahkan, pertemuan memang terjadwal dengan suasana santai. "Obrolan santai pagi hari," ujarnya saat dikonfirmasi.
Hanya saja, karena yang bertemu presiden dan ketua umum partai, yang dibahas tetap persoalan kebangsaan. "Kelasnya presiden dan ketum partai besar, obrolan santai pun bahas isu-isu kebangsaan dan kerakyatan," imbuhnya.
Politisi asal Kalimantan Barat itu enggan membeberkan terkait detail apa saja yang dibahas. Yang jelas, dia menegaskan posisi AHY dalam diskusi sebagai ketua umum partai di luar pemerintahan.
Terpisah, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, mengatakan pertemuan Jokowi dengan tokoh-tokoh politik adalah hal yang biasa.
"Apalagi itu dilakukan di hari libur," katanya.
Ari mengatakan, kegiatan menjalin komunikasi dan silaturahmi antartokoh politik, antartokoh bangsa sangat penting. Kegiatan seperti itu perlu didukung. Apalagi tujuannya untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. Dia menegaskan persoalan bangsa tidak bisa diselesaikan sendiri. "Perlu semangat kolaborasi, kerja sama dan sinergi," jelasnya.
Soal isu yang dibicarakan, Ari tidak menjelaskan secara detail. Dia hanya menyebutkan bahwa materi perbincangan mulai dari hal-hal yang ringan. Selain itu juga berbicara persoalan kebangsaan. Serta situasi perpolitikan di Tanah Air. Pertemuan tokoh lintas generasi itu berlangsung sekitar 45 menit. Keduanya kembali menuju arah Gedung Agung.
Sementara terkait pertemuan dengan Sultan Jogja, Ari mengatakan pertemuan di Keraton Kilen itu untuk kunjungan silaturahmi. "Pertemuan (presiden) dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X berlangsung empat mata," katanya.
Pertemuan itu berlangsung selama kurang lebih satu jam. Mulai sekitar pukul 10.30 sampai 11.35 WIB. Ari mengatakan pertemuan presiden dengan Sri Sultan sering dilakukan. Setiap kali Jokowi menginap di istana kepresidenan, Gedung Agung, Jogjakarta sering bersilaturahmi dengan Sri Sultan. Sebelumnya pertemuan silaturahmi Jokowi dengan Sri Sultan dilakukan di Keraton Jogjakarta pada 2 Mei 2022 di momen Lebaran. (far/wan/lum/tyo/jpg/ays)