SURABAYA,TIMEX.FAJAR.CO.ID – Tahun ini ekonomi global belum menghadirkan titik terang. Banyak faktor yang perlu diawasi investor maupun pelaku bisnis. Namun, beberapa strategi bisa dilakukan untuk bisa menekan risiko itu.
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Pahala Nugraha Mansury menjelaskan, ada tiga poin besar yang harus diperhatikan terkait dengan ekonomi global tahun ini. Pertama, isu friend-shoring dan de-risking yang terjadi akibat konflik dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Akibatnya, ekonomi dunia makin terpecah karena perdagangan terfragmentasi ke kubu masing-masing.
”Contoh saja, investasi AS di Tiongkok yang berkurang dari USD 55 miliar menjadi hanya USD 2 miliar,” jelasnya pada BTN Economic Outlook 2024 di Surabaya Selasa (30/1) malam.
Kedua, ada disrupsi jaringan distribusi yang disebabkan masalah di Timur Tengah. Dia mencontohkan, perdagangan yang melewati Terusan Suez turun 42 persen. Terakhir adalah perubahan iklim yang memaksa semua lini ekonomi harus memperhatikan aspek keberlanjutan. Namun, hal itu bisa menjadi kesempatan bagi pebisnis yang mau bergerak. ”Misalnya, kesempatan untuk menarik investasi AS yang sedang dialihkan dari Tiongkok,” ungkapnya.
Pria yang memiliki karier panjang sebagai bankir itu menyayangkan bahwa sebagian besar penyerapan investasi Negeri Paman Sam masih dilakukan di India, Vietnam, dan Malaysia.
Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu menyampaikan, tidak semua bisnis bakal terdampak besar oleh kondisi ekonomi global. Misalnya, sektor perumahan sederhana yang menjadi kontributor portofolio kredit terbesar perseroan. Sebab, 90 persen bahan baku untuk rumah sederhana diperoleh dari sumber lokal.
Apalagi, kinerja penjualan properti sedang cemerlang. Tahun lalu pertumbuhan properti mencapai 12 persen secara year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut mencetak rekor tertinggi pada masa pascapandemi yang biasanya berhenti di angka single-digit.
Tahun ini BTN menargetkan pertumbuhan kredit bisa mengimbangi pertumbuhan 2023. Apalagi, berbagai insentif yang diberikan pemerintah kepada industri properti masih berjalan.
Mulai kebijakan PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk harga rumah maksimal Rp5 miliar, insentif biaya administrasi pengurusan rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar Rp 4 juta, pelonggaran rasio LTV/FTV kredit/pembiayaan properti menjadi maksimal 100 persen untuk semua jenis properti, hingga KPR subsidi.
”Hal ini membuat sektor properti masih menjadi sektor yang dapat memberikan kontribusi banyak terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia,” tuturnya. (bil/c14/dio/thi)