KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur mengadakan Sosialisasi Kampanye Anti Korupsi dengan materi "Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)" di Aula SMKN 1 Kupang, Selasa (20/2).
Sosialisasi tersebut dihadiri oleh Kepala Sekolah, Bendahara BOS, Bendahara Barang, dan Guru Bimbingan Konseling (BK) tingkat SMA/K se-NTT.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi menyampaikan, kemitraan dunia pendidikan dengan kejaksaan diharapkan dapat menjadi poin utama dalam pencegahan praktik terlarang dalam penggunaan dana bos berupa administrasi maupun keuangan.
"Dana bos disalurkan setahun Rp 500 miliar lebih, selain untuk kebutuhan siswa, para guru sesuai juknis juga dapat atasi kemiskinan ekstrim dan cegah angka putus sekolah," ujar Linus.
Linus juga meminta agar pihak kejaksaan apabila menemukan ada kesalahan administrasi, cukup menghubungi dirinya untuk segera dibenahi bersama para kepala sekolah.
"Itu lah kemitraan. Karena sekolah tugasnya mendidik siswa untuk berkarakter yang baik. Sekolah juga sebagai penyuplai SDM di bidang penegakkan hukum dikemudian hari," katanya.
Dirinya berharap, dengan Dana BOS yang diberikan, pihak sekolah dapat mengelolanya dengan hati-hati dan amanah.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT, Agung Raka menjelaskan, pengelolaan Dana BOS dilakukan secara khusus oleh Kepala Satuan Pendidikan.
"Bisa bentuk tim, kepala sekolah (kepsek) sebagai penanggung jawab, bendahara sekolah, komite dan wali murid yang bukan termasuk dalam komite sekolah," jelasnya.
Dana BOS pun dilarang untuk digunakan demi kepentingan pribadi, dipinjamkan, dan tidak digunakan untuk hal yang bukan prioritas.
"Tidak untuk membiayai kebutuhan pribadi pendidik, membangun gedung atau ruangan baru, maupun membiayai kegiatan yang dibiayai sepenuhnya oleh pusat dll," ujarnya.
Raka menjelaskan, ada pun larangan yang tidak boleh dilakukan oleh Dinas Pendidikan adalah melakukan pungutan dalam bentuk apapun.
"Jangan. Dilarang melakukan pemaksaan pembelian barang dan jasa, menjadi distributor atau pengecer melalui dana BOS. Ini hal yang tidak boleh dilakukan oleh dinas, jangan dilakukan," tegasnya.
Sementara itu, penggunaan dana BOS pun untuk membiayai operasional penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai dengan komponen penggunaan dana BOS.
Raka menjelaskan, ada berbagai modus penyimpangan dana BOS, diantaranya, Kepsek diminta menyetor sejumlah uang kepada pengelola dana BOS di Diknas dengan dalih mempercepat proses pencairan dana.
Kedua, kepsek menyetor sejumlah uang kepada oknum pejabat diknas dengan dalih untuk uang administrasi.
"Kasus ini pernah terjadi. Para kepsek menghimpun dana BOS untuk menyuap pegawai BPKP. Pengelolaan dana bos tidak sesuai dengan juknis. Makanya susun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) liat prinsip dan komponen agar tidak melanggar juknis," tekannya.
Modus selanjutnya, dana BOS hanya dikelola oleh kepsek dan bendahara. Raka menjelaskan, hal itu dapat membuat pengelolaan dan BOS tidak transparan.
"Pihak sekolah hampir selalu berdalih bahwa dana BOS kurang, ini menjadi dalih untuk menarik dana sumbangan dari para orang tua siswa, itu tidak boleh," katanya.
Adapun modus lainnya yang disebutkan berupa kepsek membuat laporan palsu, honor guru yang dibayar dengan dana BOS diambil kepsek dengan tanda tangan palsu. Pengadaan alat fiktif atau pembelian alat prasarana sekolah dengan kuitansi palsu.
"Kasus ini banyak terjadi. Kepsek menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi," jelasnya.
Raka menyebut, sanksi atas penyimpangan yang dilakukan dapat dikenai sanksi pidana telah melanggar KUHP atau pun UU Tindak Pidana Korupsi. (cr1/thi)