KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi NTT menjalin kerja sama dengan pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskopnakertrans) Provinsi NTT. Apindo NTT menilai bahwa masih banyak regulasi yang belum dipahami oleh para pengusaha di NTT.
Ketua Umum Apindo NTT, Bobby Pitoby mengatakan, masih banyak regulasi-regulasi yang belum dipahami oleh pengusaha dan hal teknis lainnya yang perlu didalami lagi.
"Jadi kerjasama Apindo NTT dan Diskopnakertrans NTT ini tujuannya untuk mempelajari regulasi-regulasi pemerintah, undang-undang dan aturan lainnya, yang nantinya akan disosialisasikan kepada pengusaha," jelasnya saat berdiskusi dengan Kepala Dinas Diskopnakertrans NTT, Silvy Peku Djawang.
Menurut Bobby Pitoby, kebanyakan pengusaha di NTT ini masih UMKM bahkan mikro, pemahaman akan aturan tenaga kerja masih sangat minim, misalnya pertokoan, rumah makan dan kios.
"Jadi pengusaha tidak paham tentang Upah Minimum Provinsi atau UMP, sehingga Apindo harus mensosialisasikan ini, karena pintu merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah," tambahnya.
Dikatakan, Apindo perlu mensosialisasikan berbagai aturan ini, agar lebih sinkron supaya masalah tenaga kerja dengan pemerintahan tidak terjadi lagi.
Karena Apindo juga adalah Tripatrit, yaitu asosiasi apindo yang mewakili pengusaha, ada pemerintahan dan buruh. Jadi perlu kolaborasi yang sinkron dan bersama-sama berjalan untuk menciptakan suasana dan perekonomian yang baik dan meningkatkan taraf hidup masyarakat NTT.
"Kita cari jalan keluar dan menguraikan benang Kusutnya, dan yang saya lihat pemahaman akan aturan ini yang menjadi kendala, karena belum dipahami betul oleh para pengusaha," ungkapnya.
Oleh sebab itu, ke depannya, Apindo NTT berencana akan membuat Diklat dari Diskopnakertrans NTT dan Apindo, dan akan mengundang semua pengusaha, agar pengusaha mengetahui dan mematuhi aturan-aturan yang ada.
Sementara itu, Kepala Dinas Diskopnakertrans NTT, Silvy Peku Djawang, mengatakan, pertemuan Apindo NTT dengan Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT, bertujuan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman terkait support dari pengusaha-pengusaha untuk urusan ketenagakerjaan dan juga sebaliknya, support dari ketenagakerjaan untuk pengembangan investasi di daerah.
"Diskusi ini diinisiasi oleh apindo NTT karena Apindo merasa bahwa di dalam menyusun program-program ke depan mereka perlu mengetahui persoalan- persoalan apa yang menjadi prioritas untuk diurus," jelasnya.
Dia mengatakan, ada berbagai persoalan yang didiskusikan diantaranya tentang aturan, keanggotaan karena ternyata belum semua pengusaha menjadi anggota Apindo.
"Persoalannya adalah, apabila pengusaha itu berdiri sendiri atau tidak masuk dalam asosiasi, nantinya Jika ada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pekerja, maka tidak ada asosiasi yang melindungi," ungkapnya.
Dia menjelaskan, bahwa Apindo NTT memiliki keinginan yang kuat agar semua pengusaha harus ada asosiasi yang mengayomi. "Jadi dari pemerintah kita bisa menjembatani, karena kita punya data-datanya, sehingga mereka bisa melihat mana pengusaha yang sudah masuk dan mana yang belum," ungkapnya.
Terkait regulasi, kata Silvy, pengusaha di NTT ini sebenarnya lebih banyak yang masuk dalam skala UKM, karena dengan Undang-undang Cipta Kerja dengan turunannya PP 7, memastikan bahwa batasan bawah tentang usaha kecil mikro, omsetnya Rp 1 Miliar.
"Sementara yang namanya pengusaha yang masuk dalam Apindo masih ada yang ada dalam batasan itu. Diskusi ini membahas tentang rencana ke depan, program apa saja yang menjadi prioritas," jelasnya.
Silvy mengakui bahwa dari Diskopnakertrans akan terus mendukung program kerja Apindo, untuk kebaikan bersama dan terutama untuk masyarakat.
"Fakta bahwa belum semua kabupaten di NTT miliki Apindo, sehingga kalau pemerintah masuk dari aspek ketenagakerjaan juga sulit, sehingga diharapkan hal ini bisa dicarikan solusi," tandasnya. (thi)