KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Kekerasan terhadap anak saat ini sangat tinggi. Untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah, pihak sekolah dasar negeri (SDN) Palsatu Kota Kupang membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
TPPK SDN Palsatu Kupang dikoordinatori oleh Marjuki Hasan melibatkan empat orang guru, orang tua siswa, kepolisian dan akan melibatkan pihak medis
“Kemdikbud RI, TPPK singkatan dari Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan. Tim ini dibentuk satu pendidikan untuk melaksanakan upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan pendidikannya. Anggota TPPK berjumlah ganjil dan paling sedikit terdiri dari 3 orang,” ujarnya saat sosialisasi kepada orang tua di Aula SDN Palsatu, Sabtu (24/2).
Mengutip dari Buku Saku Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang diterbitkan Kemdikbud RI, disebutkan bahwa saat ini Indonesia berada dalam kondisi darurat kekerasan terhadap anak.
Menurut hasil Asesmen Nasional tahun 2022, 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,316 peserta didik berpotensi mengalami perundungan.
Temuan yang sama juga diungkap dari hasil Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (2021) yang menunjukkan sebanyak 34 persen anak laki-laki dan 41,05 persen anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu atau lebih jenis kekerasan sepanjang hidupnya.
“Untuk menangani masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan Permendikbud No 46 Tahun 2023 tentang PPKSP. Salah satu yang dimuat dalam adalah pembentukan TPPK dan Satgas,” katanya.
Ia juga membeberkan bentuk kekerasan seperti, kekerasan fisik, kekerasan psikis perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, secara fisik verbal non verbal, kebijakan yang mengandung kekerasan dan bentuk kekerasannya.
Dikatakan, kewenangan Anggota TPPK dalam melaksanakan tugasnya, memanggil dan meminta keterangan pelapor korban saksi terlapor orang tua atau wali pendamping dan atau ahli, berkoordinasi dengan satuan pendidikan lain yang melibatkan korban saksi pelapor dan atau terlapor dari satuan pendidikan yang bersangkutan jika kekerasan yang terjadi melibatkan satuan pendidikan lain.
Selain itu, berkoordinasi dengan pihak lain untuk pemulihan dan identifikasi dampak kekerasan seperti psikolog tenaga medis, tenaga kesehatan, pekerja sosial rohaniawan dan atau profesi lainnya sesuai kebutuhan.
Para orang tua yang hadir memberikan respon positif terkait pembentukan TPPK tersebut karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini sangat tinggi. Mereka berharap penanganan dari tim tidak saja berfokus kepada kekerasan fisik tetapi juga kekerasan psikis karena kekerasan psikis sangat berdampak kepada masa depan anak. (cr6/thi)