Tuntut Klarifikasi, Massa Kembali Demo

  • Bagikan
INTHO HERISON TIHU/TIMEX DEMO. Massa aksi berusaha menerobos pihak kepolisian untuk masuk menemui hakim Florence Katarina di depan pintu masuk PN Kelas 1A Kupang, Senin (26/2)

Kasus Pembunuhan Roy Herman Bolle

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Buntut dari pernyataan ketua majelis hakim, Florentina Katerina SH.MH yang menyebut korban Roy Herman Bolle sebagai preman dan pengadilan sebagai tempat balas dendam, keluarga korban dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Kemanusiaan kembali menggelar demonstrasi. Demonstrasi kali ini dilakukan di depan pintu masuk Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang, Senin (26/2).

Aksi aliansi ini merupakan yang ke-11 kalinya sejak bergulirnya perkara pembunuhan dengan melibatkan terdakwa Marthen Soleman Konay alias Teni Konay Cs. Aksi yang dilakukan sekira pukul 11.00 Wita ini sempat membuat akses masuk keluar pengadilan terhambat sebab pintu utama ditutup pihak keamanan.

Massa aksi menyampaikan aspirasi mereka di pintu gerbang dan meminta agar menemui langsung ketua majelis hakim. Namun, upaya mereka tidak bisa dijawab karena ketua majelis hakim sedang memimpin sidang. Mereka dijanjikan untuk bisa menemui Florentina Katarina usai sidang sehingga massa aksi istirahat dan baru melanjutkan aksi mereka di sore hari.

Sekira pukul 15.00, puluhan massa aksi itu melanjutkan aksi mereka. Massa aksi yang nekat menerobos masuk pengadilan sempat dihalangi pihak kepolisian sehingga dorong-mendorong di depan pintu masuk pengadilan tak dapat dihindarkan.

Pagar betis yang dibentuk anggota polisi tidak bisa diterobos. Massa aksi dipimpin Ketua BEM Nusantara, Hemax Rihi Herewila selaku koordinator sempat berusaha masuk dari dua pintu samping namun upaya itu terus digagalkan petugas.polisi, pagar betis,

Pihak pengadilan baru bersedia menerima masa aksi sekitar pukul 16.00 Wita. Pertemuan tersebut, diterima Wakil Ketua Pengadilan. Perwakilan massa aksi lalu menyampaikan tuntutannya.

Korlap, Hemax Rihi Herewila mengatakan pihaknya telah menyampaikan semua tuntutan aliansi dan pihak menerima dengan baik namun pihak PN beralasan kode etik sehingga korban maupun pelaku tidak boleh bertemu langsung dengan hakim ketua.

Namun ia berjanji akan menelusuri lebih lanjut sesuai dengan tuntunan aliansi peduli kemanusiaan sekaligus menyampaikan apa yang menjadi persoalan kepada ketua majelis hakim.

“Mereka beralasan kode etik sehingga kita tidak bisa menemui langsung,” katanya usai audiensi dengan wakil ketua pengadilan.

Terhadap jawaban tersebut, pihaknya tetap menunggu dan berharap agar persoalan itu dibuka secara terang benderang kepada publik atas pernyataan majelis hakim yang dinilai telah melukai keluarga korban.

“Kami ingin memastikan alasan yang bersangkutan mengeluarkan statement tersebut,” tandasnya.

Kuasa hukum korban, Paul Hariwijaya Bethan menyampaikan apresiasi atas upaya dari aliansi untuk menemui dan mendesak ketua majelis hakim agar mengklarifikasi pernyataannya.

Ia mengaku, dirinya mengikuti perkara tersebut dan terkesan adanya “keberpihakan dan kejanggalan” sehingga melukai hati keluarga korban.

“Kami berharap agar majelis hakim bisa menjaga tutur kata, sikapnya ketika memimpin sidang agar tidak menghilangkan garansi kepercayaan dari keluarga terhadap pengadilan sebagai lembaga keadilan,” katanya.

Ia juga mengaku, pernyataan hakim tersebut telah diadukan ke mahkamah agung agar bisa memberikan teguran kepada yang bersangkutan.

Ia juga mengingatkan kepada para pengacara dalam perkara tersebut untuk bersama-sama memegang teguh kepada nilai-nilai dan moral kemanusiaan sehingga kita fokus kepada materi perkara.

“Substansinya adalah masalah pembunuhan. Kalau terpaksa keluar dan masuk ke masalah kepemilikan lahan sudah kami jelaskan bahwa tanah tersebut milik Mira Singgih dan yang di somasi adalah pemilik kios pada lahan tersebut. Tidak berurusan dengan pihak lain,” tegasnya.

Ketua tim kuasa hukum terdakwa, Fransisco Bernando Bessi ketika dimintai tanggapannya enggan berkomentar.

“Untuk saat ini kami no coment,” ungkapnya singkat.

Untuk diketahui, masa aksi menuntut Ketua Majelis Florentina Katerina agar mengklarifikasi pernyataan yang secara terang dan jelas pada persidangan tanggal 5 Februari lalu yang telah mengeluarkan pernyataan dalam sidang yang terhormat bahwa Roy Herman Bolle adalah seorang preman dan jangan menjadikan pengadilan sebagai tempat balas dendam.

Meminta Ketua Majelis Hakim Florentina Katerina agar meminta maaf dan berjanji agar tidak mengeluarkan kata-kata yang melukai perasaan keluarga korban dan patut diduga Ketua Majelis Hakim Florentina Katerina berpihak kepada terdakwa.

Pantauan Timor Express, di ruang sidang Cakra PN Kupang tengah dilangsungkan sidang lanjutan perkara pembunuhan tersebut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Sidang kali ini, jaksa menghadirkan saksi Adrianus Nong untuk enam terdakwa. Para terdakwa didampingi penasehat hukumnya. (cr6/gat)

  • Bagikan