KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali terjadi. Kejadian nahas ini dialami warga Kota Kupang berinisial G, 15. Anak di bawah umur ini hendak dijual keperawanannya oleh IL dan GH (mucikari) ke pria hidung belang di negara Timor Leste dengan harga Rp 100 juta.
Beruntung, aksi tersebut digagalkan ibu kandung korban berinisial ST, 44 dan pihak kepolisian di pantai Ketapang 1 Kelurahan Tode Kisar Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, Rabu (21/2) sekira pukul 19.30.
Tak terima perbuatan pelaku, ST mengadukan sindikat perdagangan orang itu ke Polda NTT berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor: LP/B/50/II/2024/SPKT/Polda Nusa Tenggara Timur, Kamis (22/2).
Korban G ketika ditemui usai pemeriksaan oleh penyidik membeberkan bahwa kedua terduga pelaku sudah dikenal sejak lama dan sudah menganggap sebagai keluarga.
Awalnya G dijemput menggunakan mobil pada malam hari pada tanggal 15 Februari dengan tujuan untuk menginap di rumah kedua terduga pelaku di Kota Atambua Kabupaten Belu. Namun ternyata ia dibawa ke kantor eks Madika Radio yang beralamat di Kelurahan Kelapa Lima. Selama berada di tempat tersebut, dirinya dilarang keluar dan setiap malam mereka mengonsumsi minuman keras (miras).
“Mereka jemput pake mobil. Di dalam mobil itu ada enam orang. Ada dua laki-laki. Kita di Madika itu tidak keluar-keluar selama satu minggu dan setiap malam mereka minum miras,” katanya.
Saat itu, kata G, ia hendak menjual handphone miliknya karena tidak ada uang. Terduga pelaku GH yang juga temannya itu lalu menjual secara online dan dibeli dengan harga 500 ribu.
Selanjutnya, para pelaku mengajak korban ke Atambua lalu ke Timor Leste dengan tujuan menjual perawan korban. Ia sempat menolak, namun diiming-imingi uang Rp 100 juta dan ditakut-takuti jika pulang keluarga memukulnya sampai mati.
“Mereka bilang kalau pulang, keluarga pukul b (saya) sampai mati. Saya takut jadi terpaksa ikut mereka dan rencananya berangkat ke Atambua Jumat itu langsung masuk Timor Leste,” ungkapnya.
“Mereka bilang ke Timor Leste selama empat hari. Jadi masih di Kupang ini karena mau urus paspor dan itu saya dengan salah satu nona dari Kefa,” ujar G.
Dari pelaku, diceritakan bahwa mereka pernah menjual salah satu korban berinisial W, anak oknum anggota polisi lalu ketahuan sehingga pelaku yang membawa korban ke Timor Leste itu di penjara.
G mengaku saat diamankan dan diinterogasi polisi, terlapor GH mengaku perawannya di jual oleh ibu kandungnya yang juga terlapor IL. “Dia (GH, red) mengaku di polisi kalau mamanya (IL, red) jual dia dengan kakaknya berinisial AH,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, ibu kandung korban, ST mengaku mendapat informasi anaknya kabur dari rumah, dirinya sementara berada di luar kota. Sehingga ia langsung kembali ke Kupang dan membuat laporan anak hilang ke Polresta Kupang Kota pada tanggal 17 Februari 2024.
“Senin itu saya di BAP dan nomor G dilacak oleh polisi dan keberadaannya saat itu di Malaka, sehingga dilakukan koordinasi dengan Polres Malaka untuk mengecek keberadaan korban. Polisi juga meminta agar mempersiapkan mobil agar jika ditemukan langsung di jemput. Beberapa jam kemudian menerima informasi dari Malaka bahwa anggota yang mengecek lokasi terlambat beberapa menit sehingga korban sudah dibawa dengan menggunakan mobil Avanza hitam tanpa plat nomor dan tidak diketahui kemana korban dibawa,” kisahnya.
Ditengah kebingungan dan harus mencari cari kemana anak semata wayangnya itu, ia mendapat pesan WhatsApp dari seseorang yang tidak dikenal dan mengaku kalau keluarganya melihat korban berada di penginapan Amelia di Betun Kabupaten Malaka. Orang itu juga menginformasikan bahwa mereka berencana cek out pukul 09.00. Dari informasi itu, dirinya langsung bergerak dari Kupang ke Malaka sekira pukul 00.00 dan tiba sekira pukul 09.00, langsung menggeledah penginap tersebut, namun hasilnya nihil.
“Di penginapan itu hanya menemukan sejumlah perempuan dan laki-laki bertato tapi anak saya tidak ada. Mereka juga mengaku pernah melihat anak saya di SoE,” ujarnya.
“Orang-orang yang kita temui juga mengaku pernah bertemu anak saya. Tapi ternyata itu adalah upaya pemerasan dengan alasan anak saya sudah aman di Malaka, namun untuk menemukan G, harus memberikan sejumlah uang,” katanya.
Tiba-tiba pelaku GH live Instagram dan korban ada bersama-sama dengannya. Dari situ, ia meminta nomor pelaku untuk dilacak dan memilih kembali ke Kota Kupang. Sesampainya di Kota Kupang, mereka ke lokasi maps hasil pelacakan, namun ternyata itu lokasi proyek. Tak hilang akal, bersama keluarga menginisiatif untuk menjebak GH dan akhirnya ditangkap bersama anaknya di pantai Ketapang 1.
“Jadi kita pake salah satu keluarga inisial C yang juga mengenal terlapor GH untuk mencoba berkomunikasi dan ternyata dia menanyakan perawan C untuk dijual. C setuju dan janjian ketemu lalu kami tangkap. Mereka lalu dibawa ke Polresta untuk diinterogasi,” kisahnya.
Meski demikian, ST sangat menyayangkan sikap kepolisian yang melepas GH bersama alat bukti berupa handphone. Padahal saat itu, terlapor sudah mengakui jika ibunya menjual mereka. Lalu membawa korban ke selter juga diketahui terduga pelaku hingga membuat korban tidak aman.
“Ini sedikit aneh. Sudah ada korban, pelaku dan barang bukti HP tapi di lepas. Malah korban saat dibawa ke selter yang seharusnya menjadi tempat rahasia bagi orang lain tapi terduga pelaku GH juga dibawa ke selter lalu dikembalikan,” ujarnya dengan nada kecewa.
“Saya sebagai orang tua, khawatir para terlapor ini melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Kami mendesak agar kasus ini bisa diungkap agar pelaku mendapatkan hukuman karena ini adalah kejahatan kemanusiaan. Tadi korban sudah diperiksa. Besok (hari ini) lanjut pemeriksaan saksi-saksi,” pungkasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy ketika dikonfirmasi membenarkan adanya laporan dugaan tindak pidana kejahatan perdagangan manusia yang dilakukan oleh para terlapor.
Terhadap laporan tersebut, pihaknya telah melakukan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan awal terhadap korban. (cr6/ays)