KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Sifat dari perjanjian kerja sama (PKS) yakni mengikat kedua belah pihak. Karena itu, kedua belah pihak harus tunduk dalam isi PKS tersebut. Ini suatu ketentuan yang tidak boleh langgar oleh kedua belah pihak.
"Pasal 1338 KUHPerdata adalah berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak. Artinya, pihak-pihak harus mentaati perjanjian itu sama dengan mentaati Undang-Undang," kata Ahli Hukum Perdata, Husni Kusuma Dinata dalam persidangan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pemanfaatan aset tanah Pemerintah Provinsi NTT di Labuan Bajo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Jumat (1/3).
Mengenai perjanjian kemitraan itu, ahli berpendapat bahwa kedua belah pihak sama-sama saling menguntungkan. Disinggung mengenai tanggung jawab dalam PKS tersebut, Husni mengaku yang bertanggung jawab adalah para pihak menandatangani PKS tersebut.
"Tanggung jawab secara bersama-sama," ujarnya.
Terkait dengan perjanjian kontrak itu cirinya tertulis. Hal ini bertujuan sebagai fungsi kontrol mengenai isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Selain itu, untuk mempermudah fungsi kontrol hak dan kewajiban para pihak.
Husni juga menekankan bahwa harus menguasai hukum perjanjian secara komprehensif. Jika ada hukum publik, maka siapapun tidak boleh melanggar, walaupun pihak pemerintah sekalipun.
Di samping itu, perjanjian bisnis juga ada Undang Undang yang mengaturnya. Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Ada perjanjian-perjanjian yang dilarang disitu," tandasnya.
Apakah kwitansi memiliki kekuatan hukum pembuktian untuk transaksi jual beli tanah jika keberadaannya hanya sendiri saja tanpa didukung oleh bukti lainnya? Ahli Hukum Perdata, Husni menjelaskan bahwa kwitansi ini merupakan ada penyerahan sejumlah uang.
"Kwitansi bukan sebagai alat bukti," tegasnya.
Untuk diketahui, sidang perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pemanfaatan aset tanah Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di Pantai Pede Labuan Bajo itu dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT.
Hadir juga para Terdakwa Heri Pranyoto, selaku Direktur PT SIM). Terdakwa Lydia Chrisanty Sunaryo, selaku Direktur PT Sarana Wisata Internusa (SWI) dan Terdakwa Bahasili Papan, selaku Pemegang Saham Tidak Langsung PT. SIM dan Pemegang Saham PT. SWI.
Para terdakwa didampingi kuasa hukumnya Khresna Guntarto beserta rekannya.
Jalannya sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, Sarlota Marselina Suek, didampingi dua hakim anggota Lizbet Adelina dan Mike Priyatini.
Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek, menyampaikan sidang dilanjutkan pada Selasa mendatang masih dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli yang dihadirkan oleh JPU. (r1/gat)