JAKARTA, TIMEX.FAJAR.CO.ID – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengamini adanya kenaikan harga sejumlah bahan pokok (bapok). Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengaku akan menelusuri penyebabnya.
Selain beras, harga bahan pokok seperti cabai hingga telur memang terpantau melonjak tajam.
”Nanti kita lihat apa sebabnya (harga telur naik, red), memang harga pakan jagung naik. Kalau itu terus berlanjut, seperti yang lalu, harga jagung disubsidi Rp 1.000 per kilogram sehingga dia bisa mendapat pakannya, sehingga bisa kembali lagi harganya,” ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Jumat (1/2) lalu.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim sempat mengatakan bahwa kenaikan harga cabai terjadi lantaran adanya gangguan produksi di beberapa wilayah akibat perubahan iklim.
”Kenaikan harga disinyalir karena adanya gangguan produksi di beberapa wilayah sentra produksi,” ujar Isy.
Isy berharap gangguan produksi tidak berlangsung lama sehingga pasokan cabai akan kembali terpenuhi dan terkendali memasuki periode Ramadhan hingga Lebaran 2024.
”Apabila tidak terjadi gangguan panen, maka diprediksi pasokan akan dapat terpenuhi dan harga dapat terkendali pada periode puasa sampai Lebaran,” bebernya.
Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengamini bahwa kondisi di lapangan, kenaikan harga bahan pokok tidak hanya terkonsentrasi pada komoditas beras, tapi juga cabai merah hingga minyak goreng.
Reynaldi juga mencatat kenaikan harga ayam ras juga sudah mulai terjadi di sejumlah daerah karena tingginya permintaan pasar.
”Hal ini sejalan dengan situasi Indonesia yang akan memasuki bulan suci Ramadan,” ujar Reynaldi.
Reynaldi menambahkan, ketidakstabilan pasokan ditambah dengan harga yang tinggi membuat pedagang mengalami penurunan omzet.
”Perhitungan kami keuntungan pedagang sudah turun 45 sampai 50 persen dampak kenaikan harga,” imbuhnya.
Sebetulnya, dari data Early Warning System (EWS) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) ketersediaan aneka cabai di bulan Februari ini dinilai aman. Produksi cabai rawit utama yang berasal dari Kabupaten Malang diprediksi sebanyak 15.233 ton, di Temanggung sebanyak 7.200 ton dan di Garut sebanyak 6.950 ton.
Kemudian, untuk komoditas cabai besar, produksi utamanya berasal dari Kabupaten Sleman sebanyak 17.028 ton, Garut sebanyak 9.466 ton dan Bandung sebanyak 3.795 ton. Karenanya, Direktorat Jenderal Hortikultura optimis pasokan cabai untuk tahun 2024 bakal tercukupi dan pasokan aman menjelang Hari Besar Keagamaan Negara (HBKN) kali ini.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Andi Muhammad Idil Fitri mengungkapkan, pihaknya bersama dengan petani champion memastikan telah mengamankan pasokan cabai, khususnya menjelang bulan Ramadan. Menurutnya, dengan kondisi pertanaman cabai mulai banyak di wilayah sentra, masyarakat tidak perlu khawatir tentang ketersediaan cabai.
”Karena banyak petani yang sudah mulai menanam cabai, tentunya kebutuhan cabai di masa Ramadhan dan Idul Fitri kita prediksikan aman. Kami juga memiliki champion cabai yang selalu siap siaga dengan stok di lapangan dan tentunya siap terlibat aktif untuk penanganan stok cabai,” tuturnya.
Meski begitu, pihaknya tetap menyiapkan sejumlah langkah antisipasi menghadapi kenaikan harga yang biasa terjadi jelang Ramadan dan Idul Fitri. Salah satunya, melalui kebijakan pengamanan buffer stok atau penggunaan skema dengan tujuan untuk menstabilkan harga di pasar yang fluktuatif.
”Pengamanan buffer stock dilakukan melalui pengamanan panen di sentra produksi melalui skema kemitraan dengan petani champion,” ujarnya.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Malang Heri Suntoro menambahkan, saat ini hasil panen cabai di Malang berasal dari berbagai kecamatan yang menjadi sentra produksi. Seperti Kecamatan Dampit, Poncokusumo, Tumpang, Karangploso dan Pujon seluas 5.784 hektare.
Selain itu, terdapat pula pertanaman cabai usia dua bulan yang ditanam pada Desember 2023 sampai dengan Februari 2024 seluas 3.408 hektare yang berada di Kecamatan Poncokusumo, Wajak, Tumpang, Karangploso, Pujon, Ngantang dan Dampit. ”Ini untuk pengamanan masa Ramadan dan Idul Fitri,” katanya.
Diakuinya, meski kondisi pertanaman cabai rawit tidak maksimal terkena imbas El Nino serta serangan thrips dan virus kuning, namun hasil produksi cabai di Malang masih cukup melimpah. Sehingga bisa memenuhi permintaan pasar lokal serta dikirim juga ke pasar Induk Pare.
Sementara itu, Ketua Champion Cabai Indonesia Tunov Mondro Atmojo mengungkapkan, strategi pemerintah dalam menggerakkan para champion dalam menjaga pasokan cabai saat ini cukup efektif. Dia menilai, dengan koordinasi dan kerja sama yang kuat antara pemerintah dan mitra binaan maka semua bisa dikelola dan dirancang dengan baik.
”Utamanya dalam pengamanan pasokan jelang HBKN. Jelang Ramadan kali ini pun kami siap terlibat aktif dalam penyediaan produk cabai untuk masyarakat,” ungkapnya.
Kenaikan harga pangan ini tentu akan berdampak pada daya beli masyarakat. Karena harga yang terlalu tinggi, otomatis daya beli akan turun. Kemudian, dalam jangka panjang, jumlah orang miskin di Indonesia bisa terancam meningkat karena kondisi ini membuat masyarakat mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan barang yang sama.
Pemerintah sendiri berusaha mengatasi kondisi ini dengan berbagai cara. Salah satunya, menyalurkan bantuan sosial (bansos) cadangan pangan pemerintah. Atas kebijakan ini, Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengingatkan bahwa bansos bukanlah kebijakan jangka panjang untuk menjaga daya beli masyarakat. Ini bukan solusi terbaik jika pasokannya tidak memadai.
”Tanpa pasokan memadai, bantuan sosial hanya akan memicu inflasi,” tegasnya.
Ia mengingatkan, kenaikan harga sejumlah kebutuhan masyarakat seperti energi, pangan dan transportasi, akan berdampak pada masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah dan hampir miskin. Hal ini akan mempengaruhi konsumsi pangan mereka dan berdampak pada kecukupan gizi di masa mendatang.
Karenanya, dia mendorong agar pemerintah segera mengambil tindakan konkret untuk menstabilkan harga-harga kebutuhan. Dengan begitu, masyarakat menengah ke bawah dan masyarakat hampir miskin tidak tertekan dan tetap bisa memenuhi kebutuhannya.
Untuk solusi jangka panjang, pemerintah disarankan memodernisasi pertanian dengan mengadopsi teknologi pertanian. Sehingga, dapat meningkatkan produktivitas dan meninggalkan pola-pola bantuan yang tidak efektif seperti skema pupuk dan benih yang saat ini digunakan. (agf/mia/jpg/ays)