KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Tim Appraisal atau Tim Penilai dalam melakukan penilaian selalu didasarkan pada Standar Penilaian Indonesia (SPI). Jakob Makin, selaku Ahli Appraisal di sela pelaksanaan sidang menjelaskan bahwa kwitansi jual beli adalah momen untuk sepakat apa yang ditransaksikan antara kedua belah pihak.
Menurutnya, kwitansi jual beli hanya mengikat antara kedua belah pihak. Sementara pada akta jual beli didasarkan pada Undang-undang. Mana yang lebih objektif menurut hukum harga yang tercantum dalam kwitansi atau akta jual beli? Ahli Appraisal berpendapat keyakinan adalah sebuah data adalah transaksi jual beli. Sedangkan harga di akta jual beli itu kecenderungan tidak benar.
Hasil perhitungan nilai kontribusi BGS (Bangun Guna Serah) terkait Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dengan PT. SIM terkait pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT di Labuan Bajo, kata Ahli Appraisal, didasarkan pada harga pasar jual beli tanah.
Apakah ada dasar hukum lain yang menetapkan secara tegas bahwa perhitungan nilai kontribusi wajar itu harus berdasarkan nilai jual beli tanah? Ahli mengaku jelas ada. Lalu, mengapa menggunakan data pasar, karena itu merupakan pendekatan untuk mendapatkan nilai wajar dan sepatutnya menggunakan pendekatan pasar. Metodenya adalah perbandingan data pasar.
"Itulah yang kita mencari data transaksi jual beli yang berlaku di pasar," ujarnya.
Apakah ada aturan hukum yang mengatur secara tegas untuk menghitung nilai kontribusi wajar dalam BGS itu? Ahli Appraisal mengaku dalam SPI penilaian adalah dasar penilaian. Ahli Appraisal mengaku untuk kepentingan pemanfaatan aset itu mesti dilakukan data pasar sehingga mencerminkan nilai pasar yang berlaku. Terkait dengan sewa dan BGS adalah bentuk pemanfaatan aset.
Perbedaan yang paling prinsip itu BGS dimanfaatkan oleh tanah dan bangunan. Diakhir masa BGS pihak mitra serahkan tanah dan semua fasilitas yang dibangun diatas tanah ke pemerintah.
"Pemanfaatan dalam bentuk BGS itu merupakan investasi jangka panjang dan lebih menguntungkan daripada sewa, karena sewa adalah investasi jangka pendek," jelasnya.
Untuk diketahui, sidang perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pemanfaatan aset tanah Pemprov NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo itu dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Sidang lanjutan ini agendanya yakni mendengarkan keterangan Ahli Appraisal yang dihadirkan oleh JPU. Ahli Appraisal mengikuti sidang secara virtual.
Hadir juga para terdakwa Heri Pranyoto, selaku Direktur PT SIM, Lydia Chrisanty Sunaryo selaku Direktur PT. Sarana Wisata Internusa (SWI) dan Bahasili Papan selaku Pemegang Saham Tidak Langsung PT. SIM dan Pemegang Saham PT. SWI.
Para terdakwa didampingi kuasa hukumnya Khresna Guntarto beserta rekannya.
Jalannya sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, Sarlota Marselina Suek, didampingi dua hakim anggota Lizbet Adelina dan Mike Priyatini. (r1/gat)