12 Ogoh-ogoh Diarak Sebagai Simbol Memusnahkan Keburukan
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Tahun 2024 ini, umat Hindu di Kota Kupang merayakan hari raya Nyepi Tahun Saka 1946 tepatnya tanggal 11 Maret. Perayaan yang diawali dengan Melasti pada Jumat (8/3) ini dilanjutkan dengan upacara Taur Kesanga yang dilakukan satu hari sebelum hari raya Nyepi.
Nyepi juga merupakan cara untuk menjaga keseimbangan alam dan hubungan antara manusia dan alam semesta. Pada Minggu (11/3) ruas Jalan El Tari Kupang dipadati umat Hindu yang tinggal di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang untuk mengambil bagian dalam upacara Taur Kesanga.
Masyarakat Kota Kupang pun antusias meramaikan acara ini untuk ikut menonton dan mendukung kegiatan ini. Sebanyak 12 ogoh-ogoh diarak mengelilingi Jalan El Tari. Arak-arakan ogoh-ogoh ini dilepas secara resmi oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Kupang, Fahrensy Funay.
Pj Wali Kota Kupang, Fahrensy Funay mengatakan, ogoh-ogoh sendiri merupakan bagian dari ritual Bhuta Yadnya, di mana umat mengarak patung sebagai bentuk perenungan umat tentang yang telah terjadi dan sudah dilakukan selama ini.
Patung ogoh-ogoh sendiri mencerminkan sifat negatif manusia yang diarak beramai-ramai dan kemudian akhirnya akan dibakar. ogoh-ogoh adalah simbol untuk membuang sifat negatif dan menjaga keseimbangan alam dengan tidak merusak lingkungan sekitarnya yang dilakukan sebelum ritual penyucian dan penyepian.
"Semoga melalui perayaan Nyepi khususnya ritual pawai ogoh-ogoh ini, maka umat Hindu dapat sungguh-sungguh memaknai Nyepi dan menuntaskan seluruh rangkaian keagamaan dengan baik dan penuh khidmat, yang akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa," jelasnya.
Dia mengatakan, melalui momentum perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1946 ini, semakin diingatkan akan pentingnya merawat persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan, keragaman suku bangsa, budaya, tradisi, agama dan kepercayaan, sudah sepatutnya dihargai sebagai kekayaan kebhinekaan bangsa yang harus dijaga bersama.
Dia meminta agar perayaan keagamaan ini janganlah dianggap sekedar tradisi yang sarat keramaian belaka, namun juga dimaknai sebagai bentuk eksistensi dan konsistensi keimanan dan ketakwaan umat hindu kepada Tuhan yang maha kuasa. hal ini tidak hanya diwujudkan melalui prosesi-prosesi agama yang khidmat, namun penghayatan keimanan setiap umat beragama juga terwujud melalui hidup saling menghormati dan menghargai antar umat beragama.
"Sebagai tanda terawatnya kehidupan yang rukun, setiap tahunnya tradisi keagamaan ini juga diikuti dan didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Kemeriahan pawai ogoh-ogoh selalu melibatkan umat beragama lain dan mendapat antusiasme seluruh warga, karena umat hindu telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat kota kupang," ungkapnya.
Fahrensy mengatakan, Bulan Maret Tahun 2024 ini cukup istimewa bagi masyarakat indonesia, dimana dalam bulan ini, akan merayakan hari besar 3 agama yaitu hari raya Nyepi bagi umat Hindu, bulan puasa ramadhan bagi umat Islam, dan peringatan jumat agung disusul perayaan Paskah bagi umat Kristen.
"ini merupakan momentum yang baik untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan sekaligus memupuk kebersamaan dan toleransi antar umat beragama yang selama ini terpelihara dengan baik di Kota Kupang," jelasnya.
Dia menambahkan, Kota Kupang terdiri dari masyarakatnya yang majemuk dari segi suku, budaya dan agama dan keyakinan. Di tengah heterogenitas, patut berbangga karena masyarakatnya hidup berdampingan dalam semangat persaudaraan dan kekeluargaan serta saling hormat menghormati satu sama lain, terutama terhadap hak menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing, sehingga tercipta suasana hidup bersama yang rukun dan damai.
"Hal ini tentunya penting guna menunjang keberlangsungan pembangunan dan kemajuan negara khususnya di kota kupang," ungkapnya.
Ketua Parisada Hindu Dharma (PHDI) Kota Kupang, dr. I Wayan Ari Wijana pada kesempatan itu mengatakan, upacara Taur Kesanga ini merupakan upacara untuk menyucikan diri manusia dan menyucikan bumi atau lingkungan.
"Karena selama satu tahun ini kita mengambil hasil bumi dan sebagainya, kita kembalikan dengan bentuk upacara," kata dr. Ari saat diwawancarai di Jalan El Tari, Minggu (10/3), sebelum pelepasan ogoh-ogoh.
dr. Ari Wijana menjelaskan, dalam rangka penyucian ini juga ada arak-arakan ogoh-ogoh, yang menggambarkan Butha Kala artinya hal-hal yang menggambarkan keburukan , baik dari bentuk, sifat maupun keburukan lainnya.
"Karena ogoh-ogoh itu menggambarkan keburukan, maka bentuknya pun tidak ada yang bagus-bagus, karana menggambarkan keburukan. Setelah arak-arakan ini selesai akan dimusnahkan dengan cara dibakar atau upacara," jelasnya.
Dia menjelaskan, setelah selesai diarak ogoh-ogoh akan dimusnahkan atau disebut dipralina, dalam bentuk dibakar atau upacara. Untuk hari Nyepi Saka 1946 pada Senin (11/3), semua umat Hindu tidak melakukan aktivitas apa pun, tidak membuat api, termasuk listrik juga dimatikan, tidak berkerja, tidak bepergian, tidak keluar rumah, kecuali untuk hal-hal yang berkaitan dengan keamanan dan kesehatan, dan tidak berpesta atau berfoya-foya.
"Empat hal tersebut yang dilakukan umat Hindu pada hari Nyepi, yang disebut Catur Brata penyepian. Semua berada di rumah, tenang dan membaca kitab suci, sembayang, dan bagi yang mampu bisa melakukan puasa," jelasnya.
Setelah itu, atau pada Selasa (12/3), umat Hindu akan silaturahmi dan bertemu antar umat dan keluarga atau yang disebut Ngembak Geni.
"Rangkaian kegiatan Nyepi di Kota Kupang akan ditutup dengan Dharma Santi yang akan dilaksanakan pada April nanti, setelah umat Muslim selesai ibadah puasa, dan umat Kristen merayakan Paskah," katanya.
dr. Ari Wijana mengatakan, umat Hindu di Kota Kupang, setiap tahun pasti merayakan hari raya Nyepi, kecuali saat Covid-19, selalu bersyukur ada di Kota Kupang yang selalu menjadi bagian dari Kota Kupang dan menjadi pelaku pembangunan di Kota Kupang. (thi/gat)